Sabtu, 27/04/2024 10:30 WIB

Bukti Azis Syamsuddin Inkonsisten Soal Larangan RDP Komisi III DPR

Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dinilai inkonsisten terkait larangan rapat gabungan Komisi III DPR dengan tiga institusi penegak hukum soal kasus Djoko Tjandra sebagai buronan negara.

Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dinilai inkonsisten terkait larangan rapat gabungan Komisi III DPR dengan tiga institusi penegak hukum soal kasus Djoko Tjandra sebagai buronan negara.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan, alasan Azis tidak mengizinkan rapat Komisi III DPR saat reses berdasarkan tata tertib DPR tidak jelas.

Dimana, alasan Azis Syamsuddin melarang rapat gabungan itu dengan mengacu Pasal 1 pada Tatib DPR yang mengatur masa reses merupakan masa dimana DPR melakukan kegiatan di luar masa sidang, terutama di luar gedung DPR untuk melaksanakan kunjungan kerja.

"Pasal 1 Tatib DPR sebagaimana juga sering dijadikan acuan oleh Azis sudah tepat mendefinisikan masa reses. Tak ada pengecualian yang tertulis di situ. Tidak dibedakan misalnya untuk membahas RUU tertentu bisa dilakukan pada masa reses, sementara RDP Pengawasan tidak bisa," kata Lucius, kepada wartawan, Jakarta, Kamis (23/7).

Sementara, kata Lucius, dalam Pasal 52 ayat 2 dalam Tatib DPR disebutkan, apabila dalam masa reses ada masalah yang menyangkut wewenang dan tugas DPR yang dianggap mendasar dan perlu segera diambil keputusan, pimpinan DPR secepatnya memanggil Badan Musyawarah untuk mengadakan rapat setelah mengadakan konsultasi dengan pimpinan Fraksi.

"Tatib menegaskan prinsip dasar reses sebagai waktu bagi DPR untuk berkegiatan di luar DPR terutama melakukan kunjungan kerja. Pun Pasal 52 ayat (2) juga tak menyebut adanya perbedaan terkait fungsi DPR dalam konteks sebuah kegiatan yang dilakukan di masa reses," terangnya.

Kata Lucius, yang menjadi persoalan sekarang adalah penolakan yang disampaikan Azis Syamsuddin sebagai Wakil Ketua DPR bidang Korpolkam atas permintaan RDP Komisi III karena pimpinan menjadikan reses dengan pengertian seperti yang ada pada Pasal 1 Tatib.

"Yang langsung terlihat adalah betapa tidak konsistennya aturan Pasal 1 maupun pasal 52 diterapkan oleh DPR saat ini," tegasnya.

Padahal, lanjut Lucius, sejak reses masa sidang III lalu, DPR khususnya Baleg rutin mengadakan rapat pembahasan RUU Cipta Kerja. Pada reses yang sekarang hal yang sama masih terus berlangsung.

Sebagaimana diketahui, Baleg DPR RI tetap menggelar rapat Panitia Kerja (Panja) di tengah Reses Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2019-2020 guna melanjutkan pembahasan DIM Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), Rabu (22/7).

Atas dasar itu, Lucius mempertanyakan, pembahasan RUU Ciptaker itu bisa diizinkan oleh pimpinan DPR saat masa reses. Sementara tidak demikian dengan rapat gabungan Komisi III DPR dalam kasus Djoko Tjandra.

"Pertanyaannya kenapa kegiatan pembahasan RUU ini tidak dilarang? Aturan mana di Tatib DPR yang mengecualikan pembahasan legislasi bisa terus dilanjutkan pada masa reses?" tegasnya mempertanyakan.

Dari perlakuan yang berbeda atas dua kegiatan DPR di masa reses di atas, kata Lucius, maka sangat mudah untuk menduga apakah alasan yang digunakan Azis Syamsuddin untuk menolak RDP Komisi III benar-benar jujur atau tidak.

"Mudah untuk menduga kenapa pembahasan RUU Omnibus Law bisa dilakukan pada masa reses sedangkan RDP Komisi III terkait Djoko Tjandra ditolak," katanya.

"Kelihatan sekali ada tebang pilih dalam hal izin pimpinan bagi DPR untuk berkegiatan di dalam kompleks DPR pada masa reses. Padahal Tatib tak pernah memberikan pengecualian hanya untuk pembahasan legislasi tetapi tidak untuk pelaksanaan fungsi pengawasan," demikian Lucius.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi III DPR Pimpinan DPR Azis Syamsuddin Djoko Tjandra




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :