Sabtu, 20/04/2024 13:02 WIB

Ormas BPPRI Tanamkan Anti Radikalisme Bagi Pengajar Diniyah

Ustad dan ustadzah memiliki keilmuan untuk menangkal ajaran radikalisme dengan dengan dalil-dalilnya.

Seminar Anti Radikalisme di Kuningan, Jawa Barat

Kuningan, Jurnas.com - Sedikitnya 700 orang tenaga pengajar sekolah madrasah diniyah anggota Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah (FKDT) se Kabupaten Kuningan ikut dalam seminar kebangsaan bertema "Peran guru diniyah sebagai benteng pertahanan terdepan dalam menangkal paham radikalisme dan anti-Pancasila."

Seminar yang dihelat di Ballroom Subagdja Hoorizon Tirta Sanita, Kuningan, Jawa Barat, Kamis (12/12/2019 itu diselenggarakan oleh Benteng Putra Putri Republik Indonesia (BPPRI), sebagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam kegiatan deradikalisasi dengan anggota dari beragam later belakang budaya den agama.

Ketua Umum BPPRI Frangky L Manuhutu mengatakan, kegiatan ini bertujuan memberi pemahaman kenegaraan dan kebangsaan kepada ustad dan ustadzah pengajar Al-Quran tingkat diniyah (dasar) yang berada di akar rumput.

Acara seminar ini juga dibarengi dengan pembagian buku pelajaran baca tulis Al-Quran, yang tentunya sangat dibutuhkan dalam kegiatan belajar mengajar sekolah diniyah.

"Kami melihat bahwa ustad dan ustadzah memiliki keilmuan untuk menangkal ajaran radikalisme dengan dengan dalil-dalilnya. Baik dalil aqli maupun naqli," ujar Frangky di sela acara, Kamis (12/12/2019).

Ia juga mengingatkan, ustadz dan ustadzah sekolah diniyah (tingkat dasar) ini sangat besar perannya bagi penyiapan generasi masa depan bangsa.

"Maka perlu dipersiapkan agar kelak anak-anak diniyah (sekolah dasar) memiliki kemampuan secara mandiri menangkal pemikiran-pemikiran yang intoleran dan radikal," jelasnya.

Sebagai simpul masyarakat, lanjut Frangky, para ustad dan ustadzah ini juga dapat memberikan pengaruh kepada masyarakat, termasuk memberikan pemahaman untuk menolak segala bentuk pemikiran dan tindakan yang radikal terutama yang mengarah kepada terorisme.

"Kita terus menanamkan sikap saling menghargai, sehingga terbuka ruang untuk kebhinekaan dan menghilangkan sifat intoleransi," jelasnya.

Kata Frangky, segala gagasan, wacana, dan gerakan yang lahir dari semangat pemerdekaan diri terhadap Pancasila haruslah di hapuskan. Sebab dari sinilah akan terpantik kebencian, intoleran, dan terorisme.

"Dan jelas, gerakan anti Pancasila tidak sesuai dengan tujuan bernegara Indonesia yakni “semua buat semua," paparnya.

Sementara itu, Tokoh Anti Radikalisme Haidar Alwi yang menjadi pembicara utama dalam seminar mengatakan, penyebaran paham radikalis dan anti-pancasila begitu marak dan masif di Indonesia.

"Maka tugas kita bersama khususnya guru-guru diniyah yang bersentuhan langsung dengan warga masyarakat di kalangan akar rumput," jelasnya.

Menurut Haidar, peran guru diniyah sangatlah penting dalam mempersiapkan tunas-tunas bangsa yang cinta kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia, serta cinta kepada Pancasila.

"Maka pemahaman tentang pancasila, kebhinnekaan harua ditanamkan sejak dini. Sejak usia anak-anak. Jangan sampai anak-anak Indonesia disusupi ajaran sesat dan radikalisme yang membahayakan bagi bangsa Indonesia," lanjut Haidar.

Adapun Ketua DPC FKDT Kab Kuningan Asep Ridwan Murtadhoillah mengaku setuju, bahwa upaya menangkal radikalisme harus dimulai dari bawah dan pada anak-anak diniyah. Sebab merekalah genetasi penerus dan menentukan masa depan bangsa.

Ia mengingatakan, ajaran dan pemahan tentang radikalisme ekstrimisme yang anti Pancasila sangatlah berbahaya. Maka dibutuhkan pendekatan yang lebih mendalam sejak dini.

"Karena itu kami sangat setuju, Benteng Putera Puteri Republik Indonesia (BPPRI) hadir kepada masyarakat untuk ikut serta menangkal pemahaman radikalisme dan anti pancasila bersama masyarakat," jelasnya.

KEYWORD :

BPPRI Diniyah Radikalisme




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :