Jum'at, 26/04/2024 10:25 WIB

Kasus Kapal Patroli Bea Cukai dan KKP, KPK Garap Pejabat Bappenas

KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas, Sri Yanti Wibisana terkait dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea Cukai dan KKP.

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Pangan dan Pertanian Kementerian PPN/Bappenas, Sri Yanti Wibisana terkait dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea Cukai dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, salah satu pejabat Bappenas itu akan diperiksa sebagai saksi untuk Direktur Utama PT Daya Radar Utama, Amir Gunawan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

"Sri Yanti Wibisana dipanggil sebagai saksi untuk tersangka AMG (Direktur Utama PT Daya Radar Utama, Amir Gunawan)," kata Febri, ketika dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (3/7).

Selain Sri Yanti, penyidik juga memanggil Direktur Utama PT Putindo Trada Wisesa, Kennardi Gunawan dan Surveyor PT Biro Klasifikasi Indonesia, Andi Arman. Keterangan para saksi dibutuhkan untuk melengkapi berkas penyidikan Amir Gunawan.

Dalam kasu ini, KPK menetapkan empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kapal patroli di Ditjen Bea dan Cukai dan KKP. Keempat orang itu yakni Amir Gunawan; pejabat pembuat komitmen (PPK) Bea dan Cukai, Istadi Prahastanto; Ketua Panitia Lelang, Heru Sumarwanto; dan Aris Rustandi selaku PPK KKP.

Istadi, Amir dan Heru diduga melakukan sejumlah perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan hingga pelaksanaan pekerjaan pengadaan 16 kapal patroli cepat (Fast Patrol Boat/FCB) di Ditjen Bea dan Cukai. Salah satunya, mengarahkan panitia lelang agar memilih PT DRU untuk menggarap proyek tahun jamak 2013-2015 senilai Rp1,12 triliun tersebut.

Namun setelah dilakukan uji coba, kecepatan dan sertifikasi dual-class 16 kapal patroli itu tidak sesuai dengan yang dipersyaratkan di kontrak. Meski tidak sesuai, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap menerima dan menindaklanjuti pembayaran.

Selama proses pengadaan, Istadi dan kawan-kawan menerima 7.000 Euro sebagai sole agent mesin yang dipakai oleh 16 kapal patroli cepat tersebut. Dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp117.736.941.127.

Kemudian pada perkara berikutnya, Amir dan Aris diduga melakukan cawe-cawe dalam penandatangan kontrak kerja pengadaan 4 unit kapal60 meter untuk Sistem KapalInspeksi Perikanan (SKIPI) pada Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP. Nilai kontrak proyek ini USD58.307.789.

Aris diketahui membayar seluruh termin pembayaran proyek pengadaan empat kapal SKIPI kepada PT DRU senilai USD58.307.788 atau setara Rp744.089.959.059. Padahal, biaya pembangunan empat kapal itu hanya Rp446.267.570.055.

Tak hanya itu, KPK mensinyalir terdapat sejumlah perbuatan melawan hukum lain dalam proses pengadaan. Di antaranya, belum adanya Engineering Estimate, persekongkolan dalam tender, dokumen yang tidak benar dan sejumlah PMH lainnya.

Empat kapal SKIPI itu juga diduga tidak sesuai spesifikasi yang diisyaratkan dan dibutuhkan, misalnya kecepatan tidak mencapai syarat yang ditentukan, kekurangan panjang kapal sekitar 26 cm, markup volume plat baja dan aluminium serta kekurangan perlengkapan kapal lain. Kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp61.540.127.782.

Perkara korupsi kapal Ditjen Bea dan Cukai, Amir, Istadi dan Heru melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana  Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sedangkan, pada perkara korupsi kapal di KKP, Amir dan Aris disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

KEYWORD :

Kasus Korupsi Kapal Patroli Bea Cukai KKP




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :