Sabtu, 27/04/2024 11:31 WIB

Perdagangan Bebas Indonesia-Australia Peluang Genjot Ekspor dan Investasi Sektor Pertanian

Pemerintah Indonesia dan Australia resmi menandatangani IA-CEPA pada di Jakarta, Senin (4/3).

Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Kementan Fini Murfiani (Foto: Supi/jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Pertanian (Kementan) mengimbau peternak sapi agar tidak terlalu khawatir dengan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (IA-CEPA) antara Indonesia dan Australia.

Demikian disampaikan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Kementan, Fini Murfiani lewat pesan WhatsApp kepada Jurnas.com, Rabu (6/3).

"Hal yang terpenting dalam mensikapi hasil perjanjian IA-CEPA adalah dengan melihat perjanjian ini secara menyeluruh. Melihat peluang bagi peningkatan kerjasama antara kedua negara termasuk ekspor dan investasi di bidang pertanian," jelas Fini.

Pemerintah Indonesia dan Australia resmi menandatangani IA-CEPA pada di Jakarta, Senin (4/3), sembilan tahun sejak pertama kali perjanjian itu dirumuskan pada 2016.

Tindak lanjut dari adanya perjanjian yang telah ditandatangan ini nantinya akan dilakukan ratifikasi dalam bentuk Undang-Undang dari masing masing parlemen negara.

Perjanjian ini tidak hanya mencakup trade in goods (perdagangan barang) namun juga masuk di dalamnya termasuk investasi dan sektor jasa, sehingga penguatan kerjasama ekonomi secara keseluruhan.

Fini menjelaskan, implikasi dari perjanjian ini dalam hal perdagangan barang di sektor pertanian yaitu diharapkan semakin terbukanya arus perdagangan komoditas pertanian antar kedua negara.

"Khusus di sub sektor peternakan ada beberapa implikasi untuk komoditas daging sapi," katanya.

Berdasarkan data perhitungan kebutuhan nasional daging sapi , pada tahun 2018 dibutuhkan sebesar 662,5 ribu ton daging dengan psnyediaan produksi dalam negeri sebesar 401,2 ton (60,56%). Kekurangan kebutuhan ditutupin dengan impor.

Proporsi Penyediaan terhadap kebutuhan Nasional Daging sapi di tahun 2018 dari luar negeri sekitar 39,44 peren, baik dalam bentuk sapi bakalan hidup maupun daging beku. Saat ini Australia masih menjadi Negara utama dalam penyediaan sapi bakalan maupun daging sapi impor.

Salah satu hasil perjanjian dalam hal pemasukan sapi bakalan adalah adanya rencana penerapan Tarif rate quota (TRQ) dengan target kuota tariff seperti yang ada di dalam perjanjian IA-CEPA.

Namun begitu, kata Fini, kebijakan Pemerintah tetap mendorong agar penyediaan daging yang berasal dari pemasukan sapi bakalan lebih banyak dibandingkan daging impor, karena diharapkan adanya nilai tambah di dalam negeri.

Hal ini sesuai dengan Permentan 02 Tahun 2017 sebagai perubahan Permentan Nomor 49 Tahun 2016 tentang pemasukan ternak besar ruminansia ke wilayah Negara Republik Indonesia bahwa sapi bakalan yang dimasukkan tetap harus digemukkan paling cepat selama empat bulan dan pelaku usaha tetap diminta memenuhi pemasukan sapi indukan di sebagai upaya menambah populasi sapi potong di Indonesia.

Sementara adanya penurunan beberapa pos tariff bea masuk produk peternakan seperti daging sapi dari 5 persemenjadi 2,5 persen sebagai upaya untuk menyediakan pilihan daging sapi beku impor dengan harga yang terjangkau di masyarakat.

"Khususnya untuk menjaga stabilisasi harga daging pada saat saat menjelang dan selama HBKN dan tidak terkurasnya sapi lokal untuk dipotong dlm rangka pemenuhan permintaan," ujar Fini.

Pada Pos Tarif Lain di dalam perjanjian IA-CEPA, lanjut Fini, Indonesia juga menurunkan tarif bea masuk untuk sapi indukan menjadi 0 perse dari Australia.

"Hal ini juga sebagai langkah penambahan populasi dalam rangka menuju swasembada daging," jelas Fini.

"Pemetintah juga tetap fokus melakukan upaya-upaya peningkatan populasi dalam negeri serta pembinaan kepada peternak agar lebih efisien dalam melakukan usaha peternakan sehingga harga jual dari peternak dapat bersain," sambungnya.

KEYWORD :

Kinerja Menteri Pertanian Sektor Peternakan Bebas Bea




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :