Sabtu, 27/04/2024 02:58 WIB

Pengamat LIPI: Pilpres dan Pileg Berlangaung Serentak, Tapi Kontestasinya Tak Sejalan

Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) menggelar deklarasi dan diskusi mengupas isu-isu politik kekinian.

Siti Zuhro, Pakar Politik LIPI

Jakarta - Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah (Mahutama) menggelar deklarasi dan diskusi Publik-Media di Gedung PP Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (1/3/2019).

Acara itu dihadiri langsung oleh Prof. Dr Aidul Fitriciada selaku Ketua Umum Mahutama. Adapun pakar yang hadir adalah Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro.

Pada kesempatan itu, Siti Zuhro mengatakan bahwa kontestasi pemilu serentak 2019 sejatinya masih memisahkan antara kompetisi Pilpres dan Pileg.

Kata Siti Zuhro, partai-partai yang tak memiliki sosok kader dalam diri calon presiden ataupun calon wakil presiden akan kesulitan meraih elektabilitas jika fokus kampanye Pilpres.

"Jadi bagi parpol kontestasi itu buat Pileg, dan bagi partai yang tak punya calon pilpres, tak penting pilpres. Buata apa pilpres menang tapi partainya tenggelam," ujar Siti Zuhro.

Ia menyontohkan sikap realistis Partai Demokrat yang seperti tidak bernafsu kampanye Pilpres. Walaupun secara formal di KPU tercatat sebagai pengusung paslon nkmor urut 02 Prabowo-Sandiaga Uno.

"Pak SBY Partai Demokrat tak penting dengan pilpres, yang penting Pileg. Sebab kalau partai tidak dapat suara dan meraih kursi parlemen, maka perjuangan sia-sia. Buat apa Pilpres menang tapi partai tenggelam," jelasnya.

Siti Zuhro juga mencatat bahwa, dukungan dari parpol ataupun relawan bukanlah jaminan bagi calon presiden akan banyak dukungan dari masyarakat.

Kata Siti Zuhro, tak ada jaminan menang bagi calon petahana (Jokowi) meskipun didukung banyak partai, ada 10 partai dan dengan lebih dari 300 kursi Parlemen.

"Apakah ada ajaminan akan menang dengan banyaknya dukungan partai. Saya kira tidak. Demikian juga misalnya tagar ganti Presiden, tidak ada jaminan menang meskipun di media sosial ramai dibicarakan," jelasnya.

Dalam kontestasi Pilpres, tegas Siti Zuhro, yang dikedepankan bukan banyaknya partai pengusung, ataupun banyaknya deklarasi relawan. Tapi apakan sosok yang menjadi calon presiden dan calon wakil presiden itu betul-betul membawa hoki untuk menang. Setelah itu, baru kemudian bicara pendukung dan parpolnya.

"Jadi dukungan parpol dan relawan itu hanya menyempurnakan. Yang menentukan pertama tetap sosok yang menjadi Capres-Cawapres," tegasnya.

Siti Zuhro menyebut Pemilu sifatnya sangat kontekstual. Jauh berbeda dengan hukum yang punya rumusan kepastian jika ada bukti-bukti dan fakta-fakta yang terpapar.

"Jadi biasanya pemilu sangat kontekstual. Misalnya saat Pilkada DKI, saya tak menyangka AHY yang diyakini akan menang dibanding Anies Baswedan, ternyata kalah jauh ketika hari pencoblosan. AHY waktu itu wassalam dia dan Anies muncul. Jadi konteks dalam politik sangat menentukan," jelasnya.

"Politik itu persepsi, isu-isu, kemungkinan-kemungkinan, opsi-opsi dan dinamika. Keliru sedikit orang bisa ganti pilihan," tuntas Siti Zuhro.

KEYWORD :

Masyarakat Hukum Tata Negara Muhammadiyah Mahutama Siti Zuhro LIPI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :