Jum'at, 26/04/2024 07:32 WIB

Atasi Mahalnya Sewa Apartemen, Pekerja di Jepang Tinggal di Warnet

Hal ini yang membuat Fumiya memutuskan untuk tinggal di warnet selama kontrak kerja dia masih berlaku sebagai tenaga satpam.

hidup sehat ala orang jepang (foto: ilustrasi)

Jepang - Waktu pertama kali Fumiya berusia  26 tahun menginap di internet cafe, dia sama sekali tidak bisa tidur karena suasana yang sama sekali tidak nyaman. Suara langkah kaki hingga dengkuran adalah suara-suara yang membuat Fumiya terjaga sampai pagi. Fumiya telah menghabiskan tiap malamnya di bilik internet kafe selama 10 bulan, segala macam suara yang bisa mengganggu tidurnya tidak lagi menjadi persoalan.

Fumiya adalah salah satu dari 60.9000 orang di Tokyo, Jepang, yang tiap malam menghabiskan waktunya di internet kafe. Menurut data dari Kementerian Kesehatan, Pekerja, dan Kesejahteraan Jepang. Kementerian juga mencatat bahwa saat ini ada 5.400 orang yang tinggal di internet kafe karena tidak mempunyai tempat tinggal. Dari jumlah itu 2200 orang adalah pengangguran dan 2700 orang  adalah pekerja tidak tetap dengan kontrak pendek bahkan sangat pendek seperti Fumiya. Fenomena ini menjadi perhatian karena gaji pekerja-pekerja ini sama sekali tidak cukup untuk menyewa apartemen.

Fumiya dengan tinggal di bilik "warnet" membayar biaya sewa paket bulanan yang dihitung tiap harinya membayar sekitar 1920 yen, yang kalau dirata-rata dalam sebulan sekitar $ 750. Dan jumlah ini ternyata masih lebih murah daripada rata-rata sewa apartemen di Jepang di tingkat nasional yang mencapai $ 762. Untuk kota Tokyo harga rata-rata sewa apartemen adalah dua kali lipat dari rata-rata nasional.

Hal ini yang membuat Fumiya memutuskan untuk tinggal di warnet selama kontrak kerja dia masih berlaku sebagai tenaga satpam. Sebagai satpam dia dibayar 230.000 yen sebulan atau sekitar $ 2900. Agar dia bisa hidup layak di Tokyo, Fumiya paling tidak harus bisa mendapatkan penghasilan sebesar $ 13.000 untuk membayar deposit sewa, ongkos pengembang, dan kelengkapan apartemen.

Jumlah pekerja tidak tetap dengan upah rendah semakin hari semakin tinggi di Jepang. Pada tahun 1990, 20% dari angkatan kerja adalah pekerja tidak tetap. Tetapi, di tahun 2011 jumlah pekerja tidak tetap meningkat hingga 35,4% atau sekitar 17,3 juta orang berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi Jepang.

30% pekerja laki-laki dan 50% pekerja perempuan mendapat upah jauh dari standar gaji berdasarkan garis kemiskinan yang ada di Jepang, yakni sekitar 1,12 juta yen atau $14.300. Rata-rata upah pekerja tidak tetap yang tinggal di internet kafe di Tokyo adalah 113.000 yen atau $1443 berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan tahun 2007.

Fumiya adalah salah seorang yang kisahnya dipublikasikan di sebuah website yang bernama disposableworkers.com. Banyak yang senasib dengan Fumiya mulai dari bekas pekerja perusahaan kartu kredit, sampai pekerja hiburan malam di Tokyo. Banyak orang di Jepang harus melewat masa krisis ekonomi dalam transisi yang menyakitkan menghadapi kompetisi global dan tekanan peningkatan produktifitas.

Tadayuki Sakai, 42 tahun, adalah salah seorang bekas pekerja tetap di perusahaan kartu kredit yang dulunya pernah bisa mendapatkan pendapatan hingga 500.000 yen per bulan atau $ 6400, tetapi karena tekanan kompetisi pekerjaan pendapatannya turun menjadi 200.000 yen atau $2550.

Saat ini Tadayuki tidak lagi punya cita-cita untuk bertahan di Jepang dan ingin pergi ke luar Jepang untuk menikmati kebebasannya. Tadayuki memliki kelengkapan pekerja yang terletak di dalam dan luar biliknya mulai dari sepasang sepatu kulit hitam, dua potong pakaian kerja, sebuah dasi, sebuah jas kelabu, satu tas punggung dan satu koper.

KEYWORD :

Pekerja Jepang Sewa Apartemen




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :