Sabtu, 27/04/2024 03:13 WIB

Dewas KPK Nyatakan Firli Cs Tak Cukup Bukti Langgar Etik dalam Polemik TWK

Pernyataan itu disampaikan Dewas setelah memeriksa dan mengumpulkan bukti atas laporan 75 pegawai yang tidak lulus asesmen TWK.

Ketua Dewan Pengawas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean (Foto: Dok Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa seluruh dugaan pelanggaran kode etik terkait polemik pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilakukan Pimpinan Lembaga Antirasuah, tidak cukup bukti.

Pernyataan itu disampaikan Dewas setelah memeriksa dan mengumpulkan bukti atas laporan 75 pegawai yang tidak lulus asesmen TWK sebagai syarat alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN).

"Dari pemeriksaan ini, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sudah diuraikan tadi, maka Dewan Pengawas secara musyawarah dan mufakat berkesimpulan, seluruh dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku yang diduga dilakukan oleh pimpinan KPK sebagaimana disampaikan dalam surat pengaduan kepada Dewan Pengawas tidaklah cukup bukti sehingga tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatarongan Panggabean dalam konferensi pers secara daring, Jumat (23/7).

Tumpak mengatakan, 75 pegawai tak lulus TWK yang diwakili oleh Hotman Tambunan dan kawan-kawan melaporkan tujuh dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK terkait penyusunan kebijakan, pelaksanaan dan tindak lanjut hasil TWK.

Dalam laporannya, 75 pegawai menduga Ketua KPK, Firli Bahuri menambahkan klausul TWK saat rapat pimpinan pada 25 Januari 2021 ke dalam draf Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) sebelum dibawa dalam rapat harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham).

Selain itu, Pimpinan KPK berstatus polisi aktif itu yang juga diduga menghadiri sendiri rapat di Kemkumham pada 26 Januari 2021 dengan membawa draf Perkom yang telah ditambahkan klausul TWK.

Selain itu juga, 75 pegawai menduga pimpinan KPK tidak menjelaskan secara rinci konsekuensi terhadap pegawai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat asesmen TWK saat sosialisasi pengalihan status pegawai pada 17 Februari 2021.

Kemudian, pimpinan KPK juga diduga membiarkan pelaksanaan TWK yang diduga melanggar hak kebebasan beragama/ berkeyakinan, hak kebebasan berekspresi, hak bebas dari perlakuan diskriminasi dan kekerasan berbasis gender dan tidak menindaklanjuti laporan pegawai atas pelanggaran tersebut.

Para pegawai juga mempersoalkan pernyataan Firli yang menyebut TWK bukan soal lulus atau tidak lulus dan untuk mengukur pegawai KPK terlibat organisasi terlarang tidak cukup dengan wawancara.

Tak hanya itu, para pegawai menduga pimpinan KPK telah meniatkan untuk memberhentikan para pegawai yang tidak lulus TWK dan pimpinan KPK juga dinilai mengabaikan keputusan MK dan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan menerbitkan SK Nomor 652 Tahun 2021 yang menyatakan pegawai yang tidak lulus TWK diharuskan menyerahkan tugas dan tanggung jawab mereka kepada atasan masing-masing.

Atas laporan terkait tujuh hal tersebut, kata Tumpak, Dewas telah meminta keterangan sejumlah pihak. Terdapat setidaknya 16 orang yang dimintai keterangan, seperti lima pimpinan KPK, Sekjen KPK, Kabiro Hukum dan Kabiro SDM, serta para pelapor hingga pihak eksternal seperti pihak BKN, Kempan RB dan Kemkumham.

Lebih lanjut, Dewas juga memeriksa dokumen dan rekaman-rekaman. Dari proses tersebut, kata Tumpak, Dewas mendapat banyak fakta. Dicontohkan, fakta yang berhubungan dengan penyusunan Perkom Nomor 1 Tahun 2021 terdapat 49 fakta; 14 fakta berkaitan dengan TWK; enam fakta terkait pernyataan-pernyataan Firli Bahuri; dan 13 fakta mengenai SK 652.

"Kalau ditotal saya tidak tahu mungkin ada 100 atau sekitar 90 sekian. Dalam kesempatan ini kami tidak mungkin menyampaikan fakta-fakta itu semua, namun dalam surat kami kepada pelapor yang sudah kami sampaikan kepada saudara Hotman dan kawan-kawan semua fakta ini tertera di dalamnya," katanya.

Dari fakta-fakta yang diperoleh dan dihubungkan dengan dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan para pegawai, Dewas menyimpulkan tidak ditemukan cukup bukti untuk dilanjutkan dalam persidangan etik.

Tumpak mengingatkan, berdasar kewenangan yang dimiliki, Dewas hanya memeriksa dugaan pelanggaran etik. Dengan demikian, Dewas tidak memeriksa legalitas dan substansi Perkom alih status pegawai atau hal lainnya.

"Kita batasi hanya pelanggaran etik. Masalah-masalah lainnya, katakanlah mengenai substansi dari Perkom, mengenai legalitas Perkom dan lain sebagainya itu bukan masuk ranah Dewas. Dewas hanya melihat dari sisi benarkah ada pelanggaran etik seperti tujuh hal yang dilaporkan tadi," katanya.

KEYWORD :

KPK Pegawai ASN Firli bahuri tes wawasan kebangsaan Dewas




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :