Minggu, 05/05/2024 03:37 WIB

SBY Tuding Intelijen Ngawur

Jakarta - Pidato mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terkait rencana aksi besar ormas Islam di Jakarta pada 4 November 2016, dianggap sebagai hak politik yang dimiliki setiap warga negara Indonesia. Dia juga menuding kerja intelijen jangan ngawur dan main tuduh.

"Unjuk rasa adalah bagian demokrasi selama sepuluh tahun saya menjadi presiden. Saya buktikan, selama sepuluh tahun, ada unjuk rasa, pemerintahan tidak jatuh, ekonomi tetap tumbuh, saya masih bisa bekerja," ujar SBY di Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/10).

Pidato yang disiarkan langsung televisi swasta ini, SBY meminta tidak dikaitkan dengan rencana politiknya memenangkan pasangan kepala daerah DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono dan Sylviana Murni. "Kapasitas saya dalam menyampaikan ini adalah sebagai pimpinan Partai Demokrat," tuturnya.

Dalam pidato itu, SBY mengaitkan kerja aparat intelijen dalam menganalisis demonstrasi menentang Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Kata SBY, intelijen tidak melemparkan tudingan tak berdasar pada kelompok tertentu. "Berbahaya jika ada intelijen failure dan error. Aparat intelijen harus bekerja secara akurat. Jangan berkembang menjadi intelijen yang ngawur dan main tuduh," katanya.

"Intelijen jangan berkembang jadi intelijen yang ngawur, dan main tuduh. Saya kira bukan intelijen seperti itu yang harus hadir di negeri tercinta ini. Karena amanah reformasi kita jelas, kita ingin reformasi tatanan, budaya, dan cara-cara yang dulu terjadi di era otoritarian. Yang tidak tepat kita ubah. Menjadi tatanan dan cara-cara yang tepat dengan iklim dan suasana negara demokrasi. Sekaligus saya ingatkan era sekarang adalah era demokrasi. Bukan era otoritarian."


KEYWORD :

Pidato SBY




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :