Sabtu, 27/04/2024 00:54 WIB

Pelni Batalkan Kajian Ramadan, ART: Ini Bentuk Kesemena-menaan Terhadap Ulama

Menurut ART, sikap Komisaris PT. PELNI nyata sudah merupakan bentuk kesemena-menaan terhadap alim ulama

Abdul Rachman Thaha, Anggota Komite 1 DPD RI (foto: Sulawesinews)

Jakarta, Jurnas.com -  Anggota Komite I DPD RI, Abdul Rachman Thaha (ART) geram dengan sikap Komisaris Independen PT Pelni (Persero) Kristia Budiyarto atau Kang Dede yang membatalkan acara ceramah keagamaan selama Ramadan bagi keluarga besar PT Pelni (Persero).

Bahkan dalam pembatalan itu, Kang Dede juga mencopot sejumlah pejabat yang terlibat dalam kepanitiaan acara tersebut sekaligus membahas soal adanya indikasi radikalisme.

Menurut ART, sikap Komisaris PT. PELNI nyata sudah merupakan bentuk kesemena-menaan terhadap alim ulama. Ia mengatakan bahwa betapa mudahnya dewasa ini berbagai kalangan membangun mindset paranoia dan mencerca guru-guru pengajar kebenaran dengan berbagai sebutan yang mengecilkan hati.

"Padahal, saya yakin, julukan-julukan merendahkan itu diberikan tanpa disertai pemahaman yang sungguh-sungguh dari sang komisaris tentang sikap hidup dan isi pengajaran para cerdik cendekia tersebut," kata ART dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu (10/04).

ART mengatakan, pembatalan acara dengan dalih tak berizin adalah tidak sebanding dengan pentingnya pencerahan-pencerahan relijius bagi para karyawan PT. PELNI, terlebih di masa bulan suci Ramadan. Menurutnya, Pembatalan tersebut tampaknya lebih merefleksikan ketakutan tak berdasar yang bertemu dengan hasratnya membangun popularitas yang ilusional belaka.

"Saya katakan ilusional karena apa yang sang komisioner sangkakan adalah tidak berkesesuaian dengan kenyataan," katanya.

Ia mengingatkan bahwa alih-alih membatalkan, sang komisaris sepatutnya mengingatkan panitia sekaligus memudahkan perizinan serta memperkuat penyelenggaraan acara tersebut sehingga berizin dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya masyarakat.

Dengan gambaran sedemikian rupa, lanjutnya,  timbul persepsi bahwa penistaan terhadap nama baik alim ulama--setidaknya--adalah sama buruknya, sama jahatnya, dengan penyerangan terhadap fisik guru-guru agama kita seperti yang terjadi pada beberapa peristiwa di waktu lalu.

"Saya menyarankan sang komisioner meluangkan waktu untuk menyimak acara dimaksud. Simak pencerahan para penceramah di situ, lalu tunjukkan kepada publik di sisi mana sang komisioner berhasil menemukan ajaran-ajaran radikalisme yang ia takutkan itu," tuturnya.

Untuk itu, kata pria asal Sulawesi Tengah, pada titik inilah kita disadarkan kembali akan mendesaknya negara memiliki semacam Undang-Undang Perlindungan dan Penyejahteraan Pemuka Agama. Profesi mereka patut dihormati. Dan para penyandang profesi itu pun sudah seharusnya dimuliakan.

Menurutnya, UU dimaksud tidak hanya bermanfaat untuk melindungi para pemuka agama dari pernyataan dan perlakuan nista, tapi juga memberikan landasan bagi negara untuk menaikkan standar kelayakan hidup para pemuka agama.

"UU tersebut juga akan membangun baku mutu tentang bagaimana para pemuka agama dapat terus-menerus berkiprah konstruktif bagi kehidupan masyarakat di Tanah Air," ujarnya.

"RUU Perlindungan dan Penyejahteraan Pemuka Agama masuk dalam Prolegnas 2021. Dengan memanfaatkan masa-masa reses untuk menyerap aspirasi para pemuka agama dan membaca kebutuhan publik, saya berharap besar DPD, DPR, dan Pemerintah akan dapat memfinalisasi pembahasan RUU tersebut selekas mungkin."

KEYWORD :

PT Pelni Kajian Ramadan Abdul Rachman Thaha




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :