Sabtu, 27/04/2024 05:45 WIB

BW Bela AHY Sebut KLB Brutalitas Demokrasi, Gede Pasek: Dulu Jatuhkan Anas Lebih Brutal

BW selalu lantang mengkondisikan opini untuk jerat AU.

Gede Pasek Suardika (GPS)

Jakarta, Jurnas.com - Munculnya sosok Bambang Wijojanto (BW) sebagai kuasa hukum Partai Demokrat kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) makin menguatkan kesan bahwa jatuhnya Anas Urbaningrum (AU) dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat adalah hasil operasi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan memanfaatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada masa itu.

"Hadirnya sosok Bambang Widjajanto sebagai Kuasa Hukum kubu AHY dalam perebutan PD membuat saya teringat rangkaian panjang kisah lengsernya AU dari Ketua Umum Partai Demokrat. Ternyata informasi bahwa BW satu barisan menjadi makin tampak," ujar mantan kader Partai Demokrat Gede Pasek Suardika (GPS) dalam akun twitternya, Senin (15/3/2021)

Ungkapan BW bahwa terjadi Brutalitas Demokrasi dalam Kongres Luar Biasa (KLB) Sibolangit pun direspon GPS. Menurutnya, brutalitas demokrasi lebih brutal justru dilakukan SBY yang mengkudeta AU dengan memakai KPK sebagai alat yang saat itu punggawanya adalah BW bersama Abraham Samad.

GPS menjelaskan, dalam kasus AU memang ada dua sosok komisioner KPK yang begitu semangat membui AU yaitu Abraham Samad yang terbukti ngebet nyawapres dan BW yang ternyata satu jalur dengan Cikeas.

"Bahkan keduanya terlibat dalam Kasus Sprindik Bocor usai pidato @SBYudhoyono dari Jeddah," tutur GPS.

Politikus asal Jembrana, Bali ini juga menyebut BW selalu lantang mengkondisikan opini untuk jerat AU. Upaya itu bahkan sampai memeriksa lebih 350 orang dan masih saja kesulitan menemukan kejahatan dengan alat bukti yang telak.

Bahkan saking sulitnya menjerat, lanjut GPS, konon BW berinisiatif memasang dakwaan kasus Hambalang dan "Proyek-proyek lainnya".

"Kasus yang tidak jelas proyek apa yang dimaksud. Yg penting Tersangka dulu copot posisi dari ketum," ungkap GPS.

Tarik ulur penentuan status tersangka AU, lanjut GPS, seiring dengan berbagai cara pelengseran AU dari jabatan Ketum. Puncaknya adalah pidato SBY di Jeddah yang dengan tegas meminta status AU. Kalimat yang mirip: Kalau salah katakan salah, kalau tidak salah tolong jelaskan kenapa tidak salah.

Setelah itu, lanjut GPS, jagad politik dan hukum dihebohkan dengan pernyataan petinggi PD dengan yakin nyatakan AU sudah Tersangka tetapi surat spindik belum ada.

"Dhuuarrr tiba-tiba ada Sprindik bocor yang ditekan BW dan Samad sebelum ada gelar perkara. Tekanan mentersangkakan AU makin kencang," tandas GPS.

GPS pun menegaskan bahwa BW adalah sosok paling semangat ketika langkah politik Cikeas dari ikat Pakta Integritas, Ambil alih kewenangan Ketum oleh Ketua Majelis Tinggi, membuat Rapimnas tanpa libatkan ketua umum dan lain-lain juga masih gagal lengserkan AU.

"Silakan pakar hukum bicara, ada dan bolehkah dakwaan kasusnya tidak jelas, yaitu "Proyek-proyek lainnya" menjadi dasar mentersangkakan dan mendakwa warga negara..? Itu terpaksa dilakukan karena kejar tayang. Maklum sudah masuk tahapan Pemilu, AU belum juga bisa lengser," kata GPS.

Bagi GPS, adagium bahwa AU harus dimatikan secara politik, dan BW serta Samad paling bersemangat dengan motivasi berbeda. Bahkan tanpa melihat riil kasusnya, kata GPS, BW terus berusaha mematikan AU secara politik lewat kewenangan yang dimiliki. Narasi dan palu godam kewenangan dipakainya.

"BW selalu mengawal kasus AU bahkan juga melakukan tekanan psikologis kepada majelis hakim. Intinya jangan sampai ada AU dalam dunia politik di Indonesia lagi. Tuntutan maksimal, juga hukuman maksimal selalu disuarakannya tanpa melihat fakta sidang," katanya.

"Manuver BW dalam kasus AU selama bergulir akhirnya kini makin mendapatkan jawaban yang lebih terang. Kenapa BW bersikap begitu pada AU, dan begitu semangat merealisasikan gerakan Cikeas terhadap AU. Publik mulai mendapatkan gambaran soal satu barisan," tegas GPS.

"Kalau bicara Brutalitas Demokrasi yang diungkapkan BW, maka justru menurut Saya, ketika BW sebagai komisioner KPK bersatu frekwensi dengan keinginan Cikeas lah yang paling brutal menyingkirkan AU.
Saya bicara suarakan keadilan untuk AU karena masih dalam penjara," tandasnya.

Kendati begitu, GPS menegaskan posisinya saat ini tak ada urusan dengan perebutan PD, karena bukan itu concernnya. Tapi ia hanya ingin terus menyarakan agar keadilan untuk AU bisa mendapatkan porsi yang wajar, dan AU terjerat hukum tidak bisa dipisahkan dari dinamika Demokrat. Mari bedah kasus AU secara lebih terbuka.

Terakhir, GPS bahkan menantang, agar kasua AU dibedah secara terbuka, transparan dengan menghadirkan ahli hukum, serta tentunya BW dan Abraham Samad.

"Bahkan saya merindukan ada perdebatan bedah kasus yg hadirkan langsung AU lawan BW & Samad, ada panelis pakar hukum acara pidana & pidana untuk menilainya secara live.
Bila perlu para saksi dihadirkan dlm perdebatan itu. Maka akan diketahui, AU Koruptor atau Dikoruptorkan," tuntas GPS.

KEYWORD :

Gede Pasek Suardika Partai Demokrat Bambang Wijojanto Anas Urbaningrum




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :