Selasa, 07/05/2024 14:10 WIB

Punya Nilai Jual Tinggi, Petani Salatiga Kembali Lirik Tanam Vanilli

Di tahun 1980-an vanilli pernah mengalami masa kejayaannya. Saat itu harganya mencapai angka yang fantastis. Namun, karena harganya sempat terpuruk, banyak petani membabat habis tanamannya di kebun.

Petani d Salatiga, Jawa Tengah kembali melirik vanili. (Foto: Ist)

Jawa Tengah, Jurnas.com -  Indonesia memiliki aneka ragam tanaman yang bernilai jual tinggi dan termasuk komoditas ekspor. Salah satunya adalah tanaman Vanili. Nilai jual vanilli termahal berasal dari Indonesia. Hal ini yang membuat petani di Salatiga, Jawa Tengah, antusias untuk kembali menanam vanili.

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyampaikan gerakan tersebut merupakan gerakan bersama untuk mengoptimalkan potensi pertanian Indonesia. Khususnya dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri serta memenuhi pasar internasional.

“Program ini sebagai gerakan pemersatu kekuatan seluruh pemegang kepentingan pembangunan pertanian dari hulu sampai hilir,” ujarnya.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementan Dedi Nursyamsi, mengatakan Indonesia dianugrahi sumberdaya dan kekayaan alam yang begitu besar serta sumberdaya manusia yang unggul.

"Dengan kekayaan itu, sudah sepatutnya Indonesia ini menjadi negara kaya dan negara pengekspor produk-produk pertanian. Akses pasar harus kita kuasai dan dibuat, karena peluang ekspor pertanian luar biasa," ujarnya.

Di tahun 1980-an vanilli pernah mengalami masa kejayaannya. Saat itu harganya mencapai angka yang fantastis. Namun, karena harganya sempat terpuruk, banyak petani membabat habis tanamannya di kebun.

Saat ini, harga vanili kembali naik. Petani pun mulai kembali menanam komoditas ini. Adalah Nurcahyo Eko Junaidi yang menceritakan antusias Petani di daerah asalnya, Salatiga, untuk kembali menanam Vanili

“Harga nya yang tinggi itulah yang membuat petani di Kota Salatiga antusias menanam vanilli. Harga vanili per kilogramnya sama dengan satu colt pick up sayuran," ujar Nurcahyo Eko Junaidi yang juga Ketua Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) Griya Vanilli Kota Salatiga, Selasa (16/2/2021).

Nurcahyo Eko Junaidi menuturkan rempah - rempah Indonesia banyak diminati dan dibutuhkan oleh pasar dunia, salah satunya vanilli. Selain untuk kebutuhan makanan dan minuman, rempah vanilli juga digunakan untuk industri kosmetik. Hal tersebut mendongkrak nilai jual vanilli menjadi komoditas termahal ke dua dunia.

Menurut pria yang juga penyuluh pertanian Swadaya (PPS), Indonesia tahun 2020 menjadi pengekspor vanilli terbesar ke dua didunia setelah Madagaskar. Posisi ini menggeser Prancis yang pada tahun 2019 berada diurutan kedua, Indonesia ketiga.

Hal tersebut di ungkap Eko pada acara Ngopi Tani Radio Pertanian Ciawi (RPC). Untuk itu pada 2017 Ia bersama Dinas Pertanian Kota Salatiga bergerak membangunkan raksasa tidur berjuluk si Emas Hijau ini  dan membranding kota Salatiga dengan vanilli.

Upaya dimulai dengan melakukan pendekatan kepada kelompok tani dengan dialog dan pelatihan – pelatihan, serta beragam bantuan dari pupuk hingga bibit.

Hal tersebut membuahkan hasil, tidak hanya petani, bahkan masyarakat tertarik menanam vanilli. Sejak itulah hingga kini petani kembali giat menanam vanili baik dipekarangan maupun dikebun.

“Para petani di Kota Salatiga giat menanam vanili di pot – pot, polybag, teras rumah maupun atap rumah. Mereka juga emanfaatkan lahan–lahan terbatas/sempit, setiap rumah menanam 5 – 10 pot/polybag, bahkan ada yang menanam 400 pohon," ucapnya.

Dijelaskan Eko, Vanilli adalah komoditas yang sensitif, karena nilai jualnya. Hama utama vanilli adalah pencuri jadi petani menanam tidak dihamparan/kebun. Tetapi di pot–pot, polybag, kalaupun ada kebun biasanya disekitar rumah. Sehingga tanaman bisa dikontrol setiap saat.

Untuk itu Kementerian Pertanian RI terus mendorong pengembangan vanili diberbagai wilayah salah satunya Kota Salatiga.

Harapan tersebut bukan hal yang mustahil mengingat vanilli Indonesia memiliki keunggulan kadar vanillin yang melebihi negara lain. Kandungan vanillin Indonesia bisa mencapai 3,9% kandungan ini tertinggi di dunia.

Sementara Madagaskar sebagai pengekspor tertinggipun hanya 2%.

“Tidak seperti komoditas lain yang berbeda – beda, vanilli didunia semuanya hampir sama. Yang membedakan tanaman ini ada di konten vanilinya/rendemennya. Semakin tinggi kadar vanilinnya maka berpengaruh pada nilai jualnya," bebernya.

Sejauh pengetahuannya, tanaman yang  masih tergolong dalam kerabat Anggrek (Orchidaceae) ini disebut Eko ada 99 jenis didunia. Jenis vanilli tersebut sudah diidentifikasi dan diregistrasi oleh para ilmuwan. Namun yang dikembangkan dalam skala ekonomi ada dua jenis, yakni Planifolia dan Vanilla Tahitiensis.  

Dua varietas ini hampir menguasai pervanilian didunia. Menurut data dari berbagai sumber, importir terbesar rempah vanilla Indonesia adalah Amerika Serikat (47,73 persen), Prancis (18,10 persen), Jerman (9,31 persen), Kanada (5,80 persen), Jepang (2,73 persen), Belanda (2,22 persen), Mauritius Afrika Timur (2 persen), Switzerland (1,27 persen), Australia (1,25 persen), dan Italy (1,19 persen).

KEYWORD :

Petani Salatiga Dedi Nursyamsi Tanam Vanilli




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :