Jum'at, 03/05/2024 11:06 WIB

KPK Konfirmasi Edhy Prabowo Terkait Proses Penerbitan Peraturan Menteri

Tim penyidik mengkonfirmasi Edhy terkait proses penyusunan dan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 dalam pengelolan lobster hingga rajungan.

Edhy Prabowo, tersangka kasus dugaan suap perizinan ekspor benih lobster atau benur di Gedung KPk

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan pemeriksaan terhadap mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dalam kasus dugaan suap ekspor benih lobster atau benur.

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri mengatakan, tim penyidik mengkonfirmasi Edhy terkait proses penyusunan dan penerbitan Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2020 dalam pengelolan lobster hingga rajungan.

"Tentang Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12/PERMEN-KP/2020 Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di Wilayah Negara Republik Indonesia," kata Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (4/1).

Selain itu, tim penyidik KPK juga telah memeriksa dua orang saksi lainnya yaitu Untyas Anggaeni seorang karyawan swasta dan Bambang Sugiarto seorang wiraswastwa.

Ali mengatakan, keduanya dikonfirmasi terkait dengan keikutsertaan perusahaan saksi sebagai salah satu eksportir benih lobster yang mendapatkan rekomendasi.

"Didalami juga adanya dugaan pertemuan di Kantor Kementerian Kelautan  dan Perikanan untuk mengkondisikan nilai fee yang akan diberikan ke berbagai pihak diantaranya Tersangka EP (Edhy Prabowo) bersama Tim," lanjut Ali.

Seperti diketahui, KPK telah menetapkan 7 orang sebagai tersangka pada 25 November 2020 lalu dalam kasus dugaan rasuah penetapan izin ekspor benih lobster atau benur.

Enam orang yang diduga sebagai penerima suap, yakni, Menteri KKP non aktif Edhy Prabowo; Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; Amiril Mukminin selaku swasta (AM).

Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).

Edhy diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp9,8 miliar.

Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK, yaitu Ahmad Bahtiar dan Amri senilai total Rp9,8 miliar.

Selanjutnya pada 5 November 2020, Ahmad Bahtiar mentransfer ke rekening staf istri Edhy bernama Ainul sebesar Rp3,4 miliar yang diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau.

Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan istrinya di Honolulu, AS pada 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta d antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, dan baju Old Navy.
Selain itu, sekitar Mei 2020, Edhy juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril. 

Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

KEYWORD :

KPK Edhy Prabowo Menteri Kelautan dan Perikanan Iis Rosyita Ekspor Benur




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :