Minggu, 19/05/2024 15:36 WIB

Spesialis Jantung: Komorbid Perburuk Kondisi Pasien Covid-19

Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Erika, Sp,JP. FIHA menuturkan pengalamannya merawat pasien Covid-19, yang memiliki penyakit bawaan (komorbid).

Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Erika, Sp,JP. FIHA (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah, dr. Erika, Sp,JP. FIHA menuturkan pengalamannya merawat pasien Covid-19, yang memiliki penyakit bawaan (komorbid).

"Jujur, rasa takut terpapar COVID-19 masih ada sampai sekarang, namun pengalaman merawat pasien sampai melihat mereka sembuh mengalahkan rasa takut saya," tutur dr. Erika dalam kegiatan Dialog Produktif: Indonesia Siapkan Vaksin yang diselenggarakan oleh Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), pada Rabu (02/12).

Erika mengatakan, ada cukup banyak pasien Covid-19 dengan komorbid jantung dirawat dan kondisi kesehatannya rentan sekali memburuk.

"Pasien COVID-19 dengan komorbid jantung dan hipertensi cukup tinggi. Pasien Covid-19 dengan komorbid jantung secara otomatis menciptakan problem tersistematis (systemic problem) yang perawatannya jauh lebih sulit dari pada yang tanpa komorbid," papar dia.

Terkait hal itu, Anggota Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional dari Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), Prof. Dr. dr. Soedjatmiko, SpA(K)., Msi menegaskan bahwa Covid-19 tidak pandang bulu.

Dia menemukan, pasien Covid-19 yang meninggal 60 persen di antaranya berada para rentang usia 19-59 tahun. Usia ini rentan karena masih aktif di luar rumah.

Pemerintah, lanjut Soedjatmiko, telah berupaya maksimal dengan melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment) dan mengedukasi masyarakat agar patuh pada 3M, namun faktanya hingga November terdapat 160 dokter dan 130 perawat meninggal dunia.

"Mereka berjuang untuk mengobati yang terlanjur sakit tadi. Ayo kita cegah Covid-19 dengan 3M dan 3T, tapi harus ditambah dengan vaksinasi yang memiliki cakupan 70%, maka diharapkan penularan akan terhambat, pandemi melambat, dan ekonomi akan meningkat," kata Soedjatmiko.

Dia melanjutkan, melihat kondisi pandemi akhir-akhir ini yang cukup sulit untuk dikendalikan oleh sejumlah negara di dunia, inisiatif melakukan intervensi kesehatan melalui vaksin pun dilakukan.

"Sejak Mei Cina sudah mulai menyiapkan vaksin, WHO juga memulai langkah sama di bulan Juni, sementara di Amerika dan Eropa juga memulai persiapan kandidat vaksin di bulan Juni-Juli," kata dia.

Menurut Soedjatmiko, vaksinasi merupakan langkah yang aman dan umum dilakukan di dunia, termasuk di Indonesia. Indonesia telah melakukan vaksinasi kepada jutaan jiwa sejak 1974 dan terbukti aman. Percepatan penemuan vaksin dengan tetap memperhatikan asas keamanan dan efektivitas sangat diperlukan saat ini.

"Tujuannya adalah untuk menurunkan kematian dan kesakitan masyarakat. Tetapi harus diawasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) juga ada yang Namanya Data Safety Monitoring Board (DSMB) dan ada Komite Etik juga di Unpad. Perkara vaksin mana yang dipakai itu nanti biar pemerintah yang menentukan, tapi salah satu vaksin yang mungkin akan dipakai di Indonesia adalah vaksin Sinovac yang sudah diuji klinik fase III di Bandung," terang Soedjatmiko.

KEYWORD :

Komorbid Penyakit Penyerta Covid-19 Erika




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :