Senin, 29/04/2024 06:54 WIB

Tingkat Diskriminasi Tenaga Kerja di Indonesia Masih Tinggi

Sugeng menjelaskan diskriminasi yang masih kerap terjadi, mulai pembayaran upah hingga kesempatan menduduki jabatan yang cenderung diskriminatif antara kaum laki-laki dan perempuan.

Ilustrasi tenaga kerja terampil

Semarang - Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker, Sugeng Priyanto menyatakan bahwa tingkat diskriminasi tenaga kerja di Indonesia masih tinggi, dengan 30 persen pekerja masih mengalaminya, terutama pekerja perempuan.

"Kami tidak ingin lagi terjadi diskriminasi gender di lapangan kerja," ungkap Priyanto di Semarang, Senin (23/10).

Hal itu diungkapkannya usai membuka "2nd International Conference on Indonesian Sosial and Political Enquiries (ICISPE)" bertema "Eradicating Inequalities" yang diprakarsai FISIP Universitas Diponegoro Semarang.

Sugeng menjelaskan diskriminasi yang masih kerap terjadi, mulai pembayaran upah hingga kesempatan menduduki jabatan yang cenderung diskriminatif antara kaum laki-laki dan perempuan.

"Faktanya, masih ada pekerja perempuan yang digaji lebih kecil dari laki-laki. Misalnya, ada pekerja laki-laki yang digaji Rp2,6 juta/bulan, sementara perempuan hanya Rp2 juta/bulan," katanya.

Menurut dia, tindak diskriminatif yang menimpa kaum perempuan itu banyak terjadi di sektor industri atau pabrik yang sebatas mempekerjakan mereka hanya sebagai "worker" (buruh).

"Catatan kami angkanya ada 30 persenan. Banyak perempuan yang hanya dipekerjakan di pabrik dan belum pada posisi kunci. Ke depan, kami minta mereka jangan hanya menjadi worker," katanya.

Ia menegaskan semestinya kaum perempuan dan laki-laki mendapatkan perlakuan sama di dalam pekerjaan, kemudian kesempatan meraih jabatan atau posisi penting juga harus diberikan secara objektif.

Ditambahkannya, tindakan diskriminatif itu sebenarnya banyak dipengaruhi oleh kultur sosial budaya masyarakat Indonesia yang paternalistik dengan mengutamakan kaum laki-laki ketimbang perempuan.

Dengan kultur paternalistik, kata dia, perempuan lebih dianggap sebagai "kanca wingking" dan sebagainya yang membuat mereka tidak bisa berperan optimal karena faktor sosial budaya.

"Ke depan, kaum laki-laki dan perempuan harus mendapatkan perlakuan dan kesempatan yang sama. Pemahaman mengenai perempuan yang terkesan paternalistik harus dikikis,"ujarnya.

 

KEYWORD :

Info Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri Menaker




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :