Jum'at, 03/05/2024 12:35 WIB

Kementan Respons Peningkatan Kasus Rabies

Terjadi peningkatan kasus rabies di beberapa daerah, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kementerian melakukan vaksinasi pengendalian rabies pada anjing di NTT (Foto: Kementan)

JAKARTA, Jurnas.com - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH), Kementerian Pertanian (Kementan) merespon peningkatan kasus rabies di beberapa daerah, khususnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan Barat, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Direktur Kesehatan Hewan, Nuryani Zainuddin mengatakan, pihaknya telah menyediakan vaksin rabies tambahan untuk hewan, peningkatan kapasitas petugas dalam merespons rabies, dan kampanye kesadaran masyarakat tentang rabies.

Tahun 2023 ini, kata dia, Kementan telah mengalokasikan vaksin rabies senilai Rp 6,92 milliar secara nasional. Akan tetapi, jumlah vaksin yang disiapkan belum mencukupi.

Oleh karena itu, pihaknya tengah berupaya mengakses vaksin rabies dari Badan Kesehatan Hewan Dunia atau World Organisation for Animal Health (WOAH) dengan total 400 ribu dosis yang akan dikirimkan secara bertahap.

"Untuk respon darurat, kita kirimkan tambahan vaksin rabies ke daerah yang kasusnya meningkat seperti di NTT," kata Nuryani dalam keterangan resmi diterima di Jakarta, Minggu (18/6).

Nuryani m vaksinasi darurat dilanjutkan vaksinasi massal rabies harus segera dilakukan pada anjing di daerah-daerah tertular rabies. "Fokus utama vaksinasi di desa tertular dan dilanjutkan di desa-desa lain di wilayah tertular," ungkap Nuryani.

"Minimal 70 persen populasi anjing di wilayah tertular harus divaksinasi," jelas dia.

Nuryani menjelaskan, vaksinasi tidak hanya melindungi hewan dari ancaman rabies, tapi juga merupakan upaya agar siklus rabies di hewan berhenti dan masyarakat terlindungi dari ancaman rabies.

"Saya harapkan kerjasama dan peran aktif masyarakat untuk mendukung kegiatan vaksinasi ini, dan saya juga minta masyarakat memastikan anjingnya dikandangkan atau diikat dulu," imbuhnya.

Lebih lanjut Nuryani menyampaikan, peningkatan kasus rabies pada hewan dan manusia ini merupakan dampak dari adanya pandemi Covid-19 yang mengakibatkan penurunan kegiatan vaksinasi rabies dalam 3 tahun terakhir.

"Kami juga telah menggandeng kerjasama kemitraan untuk ketahanan Kesehatan Indonesia – Australia (AIHSP) untuk mendukung pengendalian rabies, khususnya untuk peningkatan kapasitas petugas, pengujian laboratorium, dan KIE," tuturnya.

Sebagai informasi, sbelumnya telah dilaksanakan pelatihan kepada 35 petugas vaksinator di kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) NTT.  Pelatihan serupa juga akan dilaksanakan di wilayah tertular lainnya.

"Untuk pelatihan pengendalian rabies secara daring akan dibuka untuk seluruh Indonesia," tambah Nuryani.

Menurut dia, untuk bisa menuntaskan rabies di daerah tertular, pihaknya telah berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, serta Kementerian Kesehatan terkait kemungkinan penggunaan dana siap pakai (DSP) melalui penetapan tanggap darurat wabah rabies ataupun siaga darurat rabies.

"Segera kita lakukan pembahasan terkait ini karena beberapa kabupaten telah menetapkan kejadian luar biasa, bahkan ada yang telah menetapkan tanggap darurat wabah rabies," kata Nuryani.

Pihaknya juga akan mendorong pembahasan terkait potensi penggunaan sumber pendanaan lain, seperti dana desa untuk mendukung pengendalian rabies di Indonesia.

"Ada beberapa contoh desa yang berhasil menggunakan dana desa untuk mendukung pengendalian rabies, sehingga harapannya jika di semua desa tertular bisa mengakses dana ini, saya yakin akan lebih mudah untuk mengendalikan dan memberantas rabies," pungkasnya.

KEYWORD :

Kasus Rabies Meningkat Vaksin Rabies Ditjen PKH Rabies Bali




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :