Jum'at, 03/05/2024 04:06 WIB

Kuasa Hukum IPW: Laporan Dugaan Gratifikasi Wamenkumham Naik Penyelidikan

Tim kuasa hukum Indonesia Police Watch (IPW) Deolipa Yumara mengatakan, informasi setatus perkara penyelidikan ini ia dapatkan usai menemui tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

Pengacara Deolipa Yumara di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Jumat (5/5).

Jakarta, Jurnas.com - Laporan atas dugaan gratifikasi oleh Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej di KPK sudah naik ke tahap penyelidikan. Laporan itu dilayangkan oleh Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso pada 14 Maret lalu.

Tim kuasa hukum Indonesia Police Watch (IPW) Deolipa Yumara mengatakan, informasi setatus perkara penyelidikan ini ia dapatkan usai menemui tim Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK.

"Sudah dijawab oleh KPK bahwasannya persoalan Dumas yang diadukan oleh IPW yang diduga Wamenkumham ini, sudah masuk taraf penyelidikan," kata Deolipa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (5/5).

Sugeng dalam laporannya menduga Eddy Hiariej menerima gratifikasi melalui perantara asisten pribadi berinisial Y sebesar Rp 7,7 miliar terkait penanganan status hukum PT Citra Lampia Mandiri (CLM). Penerimaan gratifkasi itu disebutkan Sugeng, terjadi pada April 2022 sampai dengan 17 Oktober 2022.

Deolipa mengatakan, sebelum naik ke tahap penyelidikan, Dumas KPK telah lebih dulu menelaah laporan tersebut. Pihaknya berharap dalam proses pembuktian, KPK menemukan fakta-fakta yang jelas.

"Kita berharap bahwasanya ini pembuktiannya didapatkan fakta-fakta yang jelas, karena kalau sudah masuk lidik, berarti ini sudah bisa ini bukti-bukti ini dilidik," kata Deolipa.

Dia mengatakan, KPK juga telah melakukan pemeriksaan sejumlah saksi. Namun, kata Deolipa, KPK tidak membeberkan siapa saja pihak-pihak yang sudah diperiksa.

"Nah itu yang tidak dikasih tahu. Pokoknya sudah masuk Lidik artinya sudah ada beberapa saksi yang dimintai keterangan, semua di wilayah KPK," kata dia.

"Karena masih lidik, ya sudah, lidik dan sidik itu kewenangan KPK, jadi kita cuman bisa dapat cerita tentang lidik atau cerita tentang sidik, setelah itu baru nanti prosesnya bagaimana," sambungnya.

Sebelumnya, Koordinator IPW Sugeng Teguh Santoso mempertanyakan keseriusan KPK dalam mengusut dugaan penerimaan gratifikasi senilai Rp7,7 miliar oleh Wamenkumham Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.

"Sebagai pelapor dugaan korupsi oleh Wamenkumham Edwars Omar Hiariej, laporan saya ke KPK tidak ada berita perkembangannya," kata Sugeng dikonfirmasi, Selasa (2/5).

Sugeng menegaskan, pelaporannya di KPK melampirkan sejumlah bukti-bukti. Bukti-bukti tersebut seharusnya dapat ditindaklanjuti KPK dengan profesional.

"Saya mempertanyakan apakah KPK menyelidiki perkara tersebut, karena dari bukti-bukti yang kami ajukan, saya ajukan lengkap, belum ada klarifikasi kepada pihak yang bisa dimintai keterangan terhadap alat bukti tersebut," ungkap Sugeng.

"Misalnya permintaan keterangan terhadap Dirut CLM saudara Helmut Hermawan, permintaan keterangan kepada Manajemen PT CLM yang mengirimkan dana kepada saudara Y, yang menerima uang, kemudian juga terkait pemeriksaan tersebut, belum juga ada permintaan keterangan terkait data," sambungnya.

Sugeng dalam laporannya menduga Eddy Hiariej menerima gratifikasi melalui perantara asisten pribadi berinisial Y sebesar Rp 7,7 miliar. Penerimaan itu disebutkan Sugeng, terjadi pada April 2022 sampai dengan 17 Oktober 2022.

Pelaporan itu terkait posisinya sebagai Wamenkumham dalam konsultasi kasus hukum dan pengesahan badan hukum PT. CLM. Sebab, PT CLM kini tengah bermasalah di Polda Sulawesi Selatan dalam kasus dugaan tindak pidana izin usaha pertambangan (IUP).

Sementara itu, Eddy Hiariej sudah memberikan klarifikasi ke KPK, pada Senin (20/3) lalu. Klarifikasi itu terkait tudingan terhadap dirinya yang disebut menerima gratifikasi sebesar Rp 7 miliar.

Eddy juga turut memperkenalkan asisten pribadinya, Yogi Arie Rukmana yang disebut Sugeng menjadi perantara penerimaan uang. Eddy menekankan, Yogi telah menjadi asprinya sebelum dirinya menjadi Wamenkumham.

Karena itu, Yogi tidak berstatus sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan juga tidak berstatus sebagai PPNPN maupun PPPK.

"Jadi pegawai kontrak yang dibayar negara itu ada dua, PPNPN dan PPPK. Yogi ini bukan ASN, bukan PPPK, bukan juga PPNPN. Sementara yang namanya Yosie Andika Mulyadi ini dia adalah pure lawyer, dia bukan asisten pribadi saya. Ini sekaligus bisa klarifikasikan kepada publik, bahwa ocehannya yang disampaikan bahwa dua orang asisten pribadi itu jelas salah," tegas Eddy beberapa waktu lalu.

KEYWORD :

KPK IPW Laporan Korupsi Wamenkumham Eddy Hiariej Edward Omar




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :