Jum'at, 03/05/2024 12:31 WIB

Gandeng Penyuluh, Pemerintah Terus Sosialisasikan RKUHP di Wilayah 3T

Salah satu isu krusial RKUHP yang menjadi perhatian masyarakat ialah pasal terkait penghinaan presiden.

Sosialisasi RUU KUHP. Foto: tangkapan layar

JAKARTA, Jurnas.com  -  Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) melalui Direktorat Jenderal Informasi Komunikasi Publik (Ditjen) IKP menggelar kegiatan “Sosialisasi RUU KUHP” bersama dengan Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

"Acara ini diharapkan dapat menjadi sarana sosialisasi pembahasan terkait penyesuaian RKUHP kepada elemen publik secara luas. Dalam waktu dekat RKUHP akan disahkan yang merupakan produk asli masyarakat Indonesia," kata <span;>Direktur Informasi Komunikasi Polhukam Kementerian Kominfo Bambang Gunawan dalam keterangan tertulis yang diterima jurnas.com, Sabtu (19/11/2022).

Kegiatan Sosialisasi RUU KUHP yang kali ini dilakukan secara daring turut menghadirkan peserta dari para Penyuluh Informasi Publik (PIP) wilayah Indonesia Bagian Tengah. Bambang menyebut, PIP merupakan mitra strategis Kemenkominfo dalam membantu menyebarluaskan program dan kebijakan pemerintah khususnya di wilayah 3T (Terluar, Terdepan, dan Tertinggal).

"Serta daerah lain yang masih membutuhkan penyebaran informasi secara tatap muka. Khususnya bagi daerah yang belum mendapatkan sinyal dan akses internet. Dengan adanya kegiatan ini semoga para rekan-rekan PIP bisa menyebarluaskan informasi baik terkait RKUHP dengan bahasa yang lebih mudah diterima oleh masyarakat," ujar Bambang.

Dalam kesempatan yang sama, <span;>Deputi Bidang Koordinasi Komunikasi Informasi dan Aparatur Kemenko Polhukam Arif Mustofa<span;> menjelaskan bahwa penerapan hukum pidana yang tidak sesuai dengan kehidupan masyarakat menuntut untuk diperbaharuinya KUHP yang sebelumnya merupakan warisan hukum nasional dari era kolonial Belanda. Pasalnya, kehidupan bermasyarakat di Indonesia saat ini sudah jauh berubah dibandingkan dengan zaman pendudukan Belanda. Pemerintah menyesuaikan perubahan tersebut melalui RKUHP.

"Dibutuhkan KUHP baru untuk menggantikan KUHP buatan Belanda. Ada hal yang berubah secara drastis. Pemerintah menyesuaikan perubahan tersebut melalui RKUHP. Pemerintah ingin menyusun suatu sistem rekodifikasi hukum pidana nasional pengganti hukum pidana lama buatan Belanda," ungkapnya.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Yenti Ganarsih menjelaskan RKUHP yang disusun oleh pemerintah memiliki 17 keunggulan sebagai hukum pidana dan sistem pemidanaan modern. Dalam menyusun RKUHP pemerintah mempertimbangkan asas keseimbangan hingga rekodifikasi hukum pidana yang terbuka dan terbatas.

"Beberapa pasal-pasal RKUHP juga mengutamakan pidana pokok yang lebih ringan hingga perluasan jenis pidana pokok seperti pengawasan dan kerja sosial. Pidana denda juga diatur dalam 8 kategori," tutur Yenti.

Akademisi Universitas Indonesia (UI) Surastini Fitriasih menjelaskan pemerintah telah memperbaharui beberapa pasal yang ada dari draf awal RKUHP. Tim penyusun KUHP terus menerus melakukan rapat-rapat membahas masukan dari masyarakat tentang RKUHP khususnya terkait 14 pasal isu krusial yang ada dalam RKUHP.

"Draf RKUHP versi 18 September ada 14 isu krusial yang menjadi perhatian masyarakat dan didengar oleh pemerintah," ungkapnya.

Surastini menjelaskan salah satu isu krusial RKUHP yang menjadi perhatian masyarakat ialah pasal terkait penghinaan presiden yang diatur dalam pasal 218 RKUHP. Surastini memastikan bahwa pasal 218 RKUHP tidak dimaksudkan untuk menghidupkan kembali pasal 134 KUHP tentang Penghinaan Presiden yang telah dianulir oleh MK.

"Tetapi justru mengacu pada Pertimbangan dan Putusan MK No. 013-022/PUU-IV/2006 mengenai Pasal 207 KUHP yang menyatakan bahwa dalam hal penghinaan ditujukan kepada Presiden atau Wakil Presiden selaku pejabat tepat bisa dituntut dengan Pasal Penghinaan Terhadap Penguasa Umum tapi sebagai Delik Aduan," ujarnya.

Surastini memastikan Pasal 218 RKUHP tidak akan membatasi kebebasan demokrasi dan berpendapat. Karena pasal tersebut telah memberikan batasan yang jelas terkait kritik dan penghinaan yang bisa masuk dalam ranah pidana. Dijelaskan bahwa kritik dimaksudkan untuk kepentingan umum sehingga tidak bisa dipidana.

KEYWORD :

RUU KUHP Kemkominfo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :