Jum'at, 26/04/2024 10:09 WIB

OPINI

Pertanian Ramah Lingkungan Tekan Ancaman Cuaca Ekstrem

Pertanian Ramah Lingkungan Tekan Ancaman Cuaca Ekstrem

Abiyadun, Humas Kementerian Pertanian.

Abiyadun, Humas Kementerian Pertanian

 

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan kepada seluruh masyarakat Indonesia terkait cuaca ekstrem di Bulan November 2021 sampai Februari 2022 akibat kenaikan suhu global. Presiden Joko Widodo pun telah memerintahkan BMKG untuk mengidentifikasi risiko iklim dan dampaknya secara menyeluruh, termasuk mengidentifikasi adaptasi yang bisa dilakukan karena petani kecil rentan terancam perubahan iklim sehingga perlu diantisipasi.

Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo di berbagai kesempatan mengatakan cuaca ekstrim ini menyebabkan musim hujan dan kemarau yang tak bisa diprediksi dan tak menentu. Cuaca ekstrem ini sangat rawan menimbulkan banjir dan kekeringan sehingga menjadi ancaman nyata di sektor pertanian.

FAO menyebutkan lebih dari 500 juta petani usaha kecil yang memproduksi lebih dari 80 persen sumber pangan dunia merupakan kelompok paling rentan perubahan iklim. Hal ini pun diperkuat dengan pernyataan Brown dan Funk (2008), bahwa sistem pangan adalah salah satu yang paling terdampak krisis iklim dalam beberapa dekade mendatang.

Berdasarkan pengalaman tahun lalu, cuaca ekstrim mengakibatkan terjadinya bencana hidrometeorologi dan ekologis di berbagai pelosok nusantara. Benar saja, bencana yang terjadi tahun lalu terulang lagi. Akibat hujan deras dari pada 3 hingga 7 November 2021 terjadi banjir serta longsor di sebelas kabupaten dan kota.

Dari sebelas lokasi bencana, bencana di Kota Batu Jawa Timur menjadi trending topic media cetak dan elektronik. Bencana banjir bandang Kota Batu menjadi trending topic karena menimpa daerah hulu serta mengakibatkan delapan puluh sembilan kepala keluarga kehilangan tempat tinggal, tujuh orang korban jiwa, tiga puluh lima unit rumah sakit rusak, tiga puluh tiga unit rumah warga terendam lumpur.

Pertanian Ramah Lingkungan

Menerapkan kebijakan dan program pembangunan presisi ramah lingkungan merupakan solusi menghadapi cuaca ekstrim. Terjadinya kenaikan suhu global eksterim yang menyebabkan cuaca ekstrim ini disebabkan karena kebijakan pembangunan selama ini yang berorientasi pada peningkatan produksi dalam waktu dekat demi mengejar pertumbuhan ekonomi.

Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi, sumber daya alam terus dieksploitasi sebagai faktor produksi dan tentunya penggunaan bahan kimia yang lebih besar, khususnya di sektor pertanian.

Sayangnya eksploitasi ini tidak diikuti dengan menghitung nilai daya dukung sumberdaya alam tersebut. Misalnya, saat pohon ditebang hanya kayunya yang dinilai sebagai faktor produksi, sementara fungsi pohon sebagai “jantung” ekosistem tidak dihitung. Ketika lahan gambut direklamasi, hanya laba dari bisnis yang diperhitungkan. Namun, fungsi lahan gambut sebagai sebuah ekosistem yang mampu menampung hingga tiga puluh persen jumlah karbon dunia agar tidak terlepas ke atmosfer tidak pernah dikuantifikasikan dalam bentuk mata uang.

Riset tim Bank Dunia sejak tahun 2009 menunjukkan biaya lingkungan dari kebijakan pembangunan yang mengejar target pertumbuhan ekonomi semata telah menggerus Produk Domestik Bruto (PDB) 0,13 - 2 persen. Pun di Indonesia ketika bencana alam terjadi seperti Tsunami di Aceh dan gempa di Yogyakarta beberapa tahun lalu menyebabkan PDB turun sampai 3 persen.

Oleh karena itu, penulis sepakat dengan pendapat ahli yang menyatakan bahwa di Indonesia ekonomi dan lingkungan tidak boleh didikotomikan. Alasannya karena sinergitas antara ekonomi dan lingkungan sudah diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 Ayat 4 yang berbunyi “Perekonomian Nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.” Lain dimulut lain di hati. Jika para pembuat kebijakan pembangunan dinegara ini paham serta konsisten mengikuti arahan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 4, maka seharusnya dari tahun ke tahun terjadi penurunan jumlah bencana alam di republik ini.

Ke depan ada tiga hal yang penting untuk dilakukan untuk mewujudkan pembangunan ramah lingkungan guna menghadapi ancaman cuaca ekstrim global. Pertama mendorong pemerintah agar membuat kebijakan sesuai dengan konstitusi negara. Kedua, mensosialisasikan literasi pembangunan ekonomi ramah lingkungan secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) baik secara informal maupun formal dalam kurikulum pendidikan.

Mengapa literasi pendidikan pembangunan ekonomi ramah lingkungan penting? Paolo Freire pernah mengatakan bahwa pendidikan memiliki kekuatan politik dan ideologis dalam mengusung agenda perubahan sosial ekonomi. Oleh karena itu untuk mengurangi bencana alam yang diakibatkan dari ulah manusia (antroposentris) harus dimulai dari kurikulum pendidikan yang memuat nilai-nilai ramah lingkungan. Harapannya muncul kecerdasan lingkungan/ekologi (ecological intelligence) sejak dini.

Ketiga, mempraktikkan pembangunan ramah lingkungan di institusi pendidikan. Peguruan tinggi, sekolah dan madrasah harus memberikan contoh bagaimana membangun menggunakan inovasi-inovasi ramah lingkungan dengan tiga pilar yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi dengan rujukan utama pada alam serta kelestarian lingkungannya.

Kita berharap dengan adanya literasi pembangunan ekonomi ramah lingkungan sedini mungkin bagi warga negara Indonesia akan menjadi langkah awal Pemerintah Indonesia mewujudkan target kesepakatan Conference of Parties (COP) 26 di Glasgow, Skotlandia. Setelah literasi pembangunan ekonomi ramah lingkungan dilakukan secara TSM maka praktik pembangunan ramah lingkungan niscaya akan lebih mudah dilakukan

Pada COP 26, penulis mencatat setidaknya ada lima sektor utama yang menjadi perhatian dunia untuk mendukung target peningkatan suhu global tidak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Lima sektor ini adalah pertanian, kehutanan, transportasi, energi dan pembiayaan.

Di sektor pertanian, dunia akan fokus kepada aktivitas produksi dan perdagangan hasil pertanian ramah lingkungan serta perbaikan kehidupan petani lokal. Di sektor transportasi, seluruh peserta menyepakati peningkatan produksi dan penggunaan kendaraan tanpa emisi pada 2030 untuk negara maju dan selambat-lambatnya 2040 negara berkembang. Sektor energi berfokus kepada transisi dari pemanfaatan energi fosil ke energi terbarukan. Upaya yang dilakukan adalah peningkatan investasi pada pembangkit tenaga surya, angin, dan pembangkit energi terbarukan lainnya.

Pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Pertanian saat ini memiliki komitmen yang tinggi untuk mewujudkan hal tersebut. Pada Agriculture Ministers Meeting (AMM) G20 Indonesia yang dihelat di Bali beberapa hari lalu, Mentan Syahrul mempromosikan tiga agenda penting.

Pertama, sistem pertanian dan pangan yang tangguh dan berkelanjutan. Kedua, mempromosikan perdagangan pertanian yang terbuka, adil, dapat diprediksi, transparan, dan non-diskriminatif untuk memastikan ketersediaan dan keterjangkauan pangan untuk semua. Dan ketiga, kewirausahaan pertanian inovataif melalui pertanian digital untuk meningkatkan penghidupan petani di pedesaan.

Penulis menilai kebijakan afirmatif yang diambil dan dijalankan Kementerian Pertanian untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan untuk menghadapi cuaca ekstrim global merupakan langkah yang tepat. Misalnya, Kementerian Pertanian tidak lagi semata-mata menyalurkan bantuan pupuk kimia, tapi juga pupuk organik cair dalam jumlah besar. Petani pun didorong untuk tidak bergantung kepada pupuk kimia dengan memberikan pelatihan dan bimbingan secara gratis membuat pupuk organik dari bahan alami.

Asuransi pertanian yang merupakan salah satu program untuk mitigasi kerugian petani akibat dampak cuaca ekstrim pun merupakan program yang tepat. Asuransi juga membuat petani bisa beraktivitas dengan tenang karena jika pun terjadi gagal panen, petani tetap memiliki modal untuk tanam Kembali dan berinovasi membuat input produksi yang ramah lingkungan dari bahan alam sekitar.

KEYWORD :

Cuaca Ekstrem Pertanian Ramah Lingkungan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :