Jum'at, 26/04/2024 10:09 WIB

Pakar: Pemberian Hak Atas Tanah di Ruang Laut Langgar Prinsip Hukum

Karena sumber daya yang ada di wilayah tersebut merupakan sumber daya bersama sehingga tidak bisa dibagi dalam batas-batas area tertentu kepada individu

Ilustrasi Hukum

Jakarta, Jurnas.com - Pemberian hak atas tanah (HAT) di wilayah perairan laut maupun pesisir dinilai tidak sesuai dengan prinsip hukum, karena sumber daya yang ada di wilayah tersebut merupakan sumber daya bersama sehingga tidak bisa dibagi dalam batas-batas area tertentu kepada individu.

Hal ini disampaikan Pakar Hukum Lingkungan dan Tata Ruang dari Universitas Padjadjaran, Maret Priyanta, menanggapi ramainya wacana pemberian hak atas tanah di pesisir kepada masyarakat.

"Di samping aspek karakteristik fisik ruang laut yang sifat pemanfaatannya tidak dapat diberikan batas-batas sebagaimana dilakukan di ruang darat, pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut juga harus mengikuti prinsip-prinsip hukum, baik yang berasal dari sumber hukum nasional maupun internasional," ungkap Maret di Jakarta, (16/6).

Dalam hukum internasional, berlaku prinsip functional jurisdictions yang menempatkan perbedaan antara pengaturan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir dengan pemanfaatan sumber daya di darat. Prinsip hukum ini menegaskan pemberian legalitas pemanfaatan secara fungsional (functional jurisdiction) tidak sama dengan pemberian legalitas pemilikan atas suatu sumber daya, khusus berkaitan dengan sumber daya laut atau ruang laut.

Sumber daya laut dan pesisirnya, sambungnya, merupakan common property resources yang artinya tidak bisa dikuasai maupun dimiliki oleh siapapun. Hal ini untuk menjamin kelestarian sumber daya laut maupun pesisir yang ada untuk kepentingan bersama. Secara fisik, ekosistem laut dan pesisir merupakan sumber kehidupan dan penghidupan bagi seluruh masyarakat Indonesia.

"Laut menjadi ruang bagi sumber daya bersama yang sifatnya menjadi hak bagi semua orang. Dengan sumber daya yang sama, penggunaan berlebihan akan mengurangi bagian yang digunakan oleh pihak lain, baik secara fisik maupun secara fungsi," terangnya.

"Fungsi dan kualitas lingkungan yang menurun akibat pemanfaatan sumber daya yang eksploitatif mengakibatkan menurunnya sumber daya laut dan pesisir dan dalam jangka panjang mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem yang berujung kepada berbagai risiko yang mengancam kehidupan masyarakat Indonesia," tambahnya.

Sebagai common property resource, pemberian hak atas tanah di ruang laut harusnya diatur melalui mekanisme perizinan yang diselenggarakan oleh pemerintahan di bidang kelautan, dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bukan melalui pemberian hak milik yang bersifat absolut dan tertinggi dalam hukum agraria nasional Indonesia.

Penguasaan hak atas tanah di ruang laut juga memerlukan sejumlah restrictions sesuai sistem administrasi pertanahan yang terdiri atas rights, restrictions, responsibilites. Konsep pengaturan ini kaitannya untuk masyarakat adat, masyarakat tradisional, masyarakat lokal di wilayah pesisir dan laut setempat, sehingga tidak menimbulkan implikasi terhadap kemungkinan terjadinya privatisasi pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir bagi kepentingan sekelompok golongan tertentu.

Menurutnya, pemberiaan HAT ruang laut dan pesisir dapat menyebabkan konflik sosial dan menimbulkan kerugian negara karena beralihnya sumber daya yang ada di ruang laut dan pesisir ke tangan pemegang HAT.

"Tidak sedikit perizinan berusaha saat ini yang terkendala karena penguasaan dari pihak lain yang justru diberikan legalitasnya oleh negara di ruang laut melalui penerbitan hak atas tanah. Tidak sedikit juga konflik terjadi antar pemegang HAT dengan masyarakat asli yang lahannya digusur dan dikalahkan oleh pemegang HAT," pungkasnya.

KEYWORD :

Pemberian Hak Tanah wilayah perairan laut Maret Priyanta




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :