Selasa, 07/05/2024 08:07 WIB

Indonesia Perjuangkan Penyandang Distabilitas di Presidensi G20

disabilitas berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Webinar membahas keberpihakan pada penyandang disabilitas

Jakarta, Jurnas.com – Masalah kesetaraan untuk penyandang disabilitas menjadi isu yang diperjuangkan Indonesia di pertemuan tingkat tinggi perwakilan bangsa-bangsa di dunia atau Presidensi G20 tahun 2022.

Staf Khusus Presiden Republik Indonesia, Angkie Yudistia mengatakan, selama ini Indonesia terus menunjukkan komitmennya untuk memberikan perlindungan dan menyelesaian isu kesetaraan penyandang disabilitas.

"Hal ini dibuktikan dengan membentuk dan melantik anggota Komisi Nasional Disabilitas (KND) serta dilibatkan dalam panggung gelaran G20 tahun 2022 ini," ujar Angkie Yudistia dalam diskusi daring bertema "Perempuan Berdaya, Bangsa Berjaya" yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) pada Senin, (11/4/22).

"Ini momentum yang membuktikan bahwa perempuan dengan berkebutuhan khusus menjadi inklusifitas. Jadi negara itu sebenarnya hadir untuk perempuan dengan berkebutuhan khusus," lanjutnya.

Angkie menyebut, sejumlah gebrakan kebijakan pemerintah menunjukkan kepada publik betapa negara sungguh hadir menyelesaian isu kesetaran penyandang disabilitas. Kehadiran negara sebagai komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama kepada para penyandang disabilitas.

"Dan ini kita menyaksikan sendiri bagaimana Presiden dan juga jajaran di pemerintahaan menunjukkan kepada publik akan komitmen untuk memberikan kesempatan yang sama kepada perempuan dengan kebutuhan khusus," ujarnya.

Angkie tak menyangka akan ditunjuk menjadi Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Sosial. Namun menurutnya, penunjukannya tersebut menjadi bentuk komitmen pemerintah melalui Presiden Jokowi memberi ruang bagi penyandang disabilitas untuk berkontribusi bagi bangsa dan negara.

"Namun, Bapak Presiden yang benar-benar mau memberi ruang kepada penyandang disabilitas, perempuan dengan berkebutuhan khusus seperti saya untuk berkontribusi," jelasnya.

Ia menilai tugas dan tanggung jawab yang diembannya sebagai bhakti kepada negeri, presiden dan bagian dari bhakti kepada penyandang disabilitas di Indonesia untuk saling berdaya dan memberdayakan.

"Jadi kalau dibilang perasaannya pada waktu itu awalnya juga sempat bingung gitu, tapi bisa karena terbiasa dengan mengikuti bagaimana sih lingkungan goverment kita ini bekerja. Jadi lama-lama bisa juga karena terbiasa," ungkap Angkie.

Ia menuturkan, selama menjabat sebagai Stafsus Presiden, pihaknya kerap berdiskusi dengan kementerian terkait soal bagaimana merealisasikan kebijakan-kebijakan, utamanya untuk melindungi tenaga kerja disabilitas.

"Kita banyak berdiskusi bagaimana merealisasikan kebijakan-kebijakan untuk melindungi tenaga kerja yang disabilitas," ujarnya.

Selama 2020 hingga 2021 yang merupakan tahun-tahun penuh tantangan bagi Indonesia usai dihantam pandemi covid-19, tantangan bagi penyandang disabilitas semakin bertambah besar.

"Pandemi covid-19 ini membuat perubahaan yang super ekstra dalam kehidupan seharian kita. Jadi, kami memberi dukungan terhadap kebijakan pemerintah untuk mensukseskan program vaksinasi, terutama untuk disabilitas," bebernya.

Pada waktu itu, tambah Angkie, ada enam daerah yang masuk kategori zona merah. Sehingga pihaknya melaksanakan vaksinasi massal dengan sasaran sebanyak 500 ribu penyandang disabilitas.

Kemudian pada bulan November 2021, bersama Presiden Jokowi, ikut menyaksikan langsung acara penutupan Pekan Paralimpik Nasional (Pepernas) di Papua.

"Pada 1 Desember 2021, ingat banget dengan Bapak Presiden, kita merealisasikan pelantik komisioner Komisi Nasional Disabilitas. Hal ini juga menjadi bagian dari G20 Empower dan keseluruhan G20 di panggung G20," kata Angkie.

Dalam mengatasi masalah ketimpangan gender, Angkie mengatakan ini menjadi catatan bersama agar seluruh pemangku kebijakan untuk lebih melibatkan perempuan dan laki-laki secara adil dan setara di berbagai sektor.

"Walaupun kebijakan ini sudah ada, namun implementasinya masih menjadi tantangan. Hal ini bisa dilakukan melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup masyakarakat," terangnya.

Angkie mengakui, melaksanakan konsep Pentahelix. Dimana konsep ini mengedepankan komunikasi yang mensinergikan lintas sektor.

Dengan demikian tidak hanya pemerintah saja yang bertanggung jawab, tapi juga swasta, lembaga, kelompok masyakarakat dan pihak lainnya.

Hal ini dilakukan untuk memunculkan berbagai inovasi yang tertuang dalam peraturan pemerintah No.70 tahun 2019 yang mengamanahkan terselenggaranya pembangunan dengan melibatkan disabilitas sebagai kelompok rentan.

"Namun kalau kita bicara tumpang tindih inovasi antara perempuan dengan kebutuhan khusus, masalahnya jauh lebih rumi Karena, terjadi diskriminasi berlapis. Sudah perempuan, terus disabilitas juga," tutupnya.

KEYWORD :

Distabilitas Presidensi G20 Angkie Yudistia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :