Senin, 29/04/2024 02:08 WIB

Gross Split Akan Mudahkan Kinerja SKK Migas

Penerapan skema gross split akan membuat SKK Migas lebih fokus pada peningkatan eksplorasi dan produksi migas. Tak lagi sibuk dengan urusan cost recovery.

Kilang minyak

Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan tegas dan meyakinkan akan menerapkan skema kerjasama minyak dan gas bumi (migas) gross split sebagai pengganti skema cost recovery. Dengan sistem ini, tidak ada pembebanan kepada negara terkait pengembalian biaya produksi.

Di sisi lain, kebijakan ini juga akan meningkatkan efisiensi industri hulu migas karena pengeluaran mereka tidak akan diganti oleh negara. Lantas, bagaimana dengan SKK Migas yang selama ini mengurus masalah cost recovery?

Menteri ESDM, Ignasius Jonan mengatakan bahwa dengan skema gross split, SKK Migas juga akan lebih mudah dalam bekerja. "SKK Migas juga akan bisa lebih fokus pada peningkatan eksplorasi dan produksi migas. Tak lagi sibuk dengan urusan cost recovery," kata Jonan.

Skema gross split sendiri akan diberlakukan untuk kontrak-kontrak migas baru. Kontrak migas lama yang masa berlakunya belum habis tetap memakai skema cost recovery.

Memahami Gross Split

Tentang skema gross split, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan bahwa skema ini menjadi alternatif baru pengganti cost recovery dari kontrak bagi hasil sektor migas.

Dijelaskan, ada tiga jenis gross split yang bisa diaplikasikan untuk skema berbagai hasil. Namun, ini bukan jaminan produksi akan naik, hanya menjadi pendongkrak harapan di lapangan migas.

Tiga skema tersebut adalah base split, variabel split, dan progresif split. Base split adalah pembagian dasar dari bentuk kerja sama, sedangkan variabel split dan progresif split adalah faktor-faktor penambah atau pengurang base split.

Misalnya, pemerintah menetapkan base split sebesar 70 persen dari produksi minyak untuk negara dan sebanyak 30 persen untuk kontraktor. Pihak negara akan menerima sebesar 70 persen dan bagian kontraktor 30 persen. Hasil tersebut kemudian akan ditambah atau dikurangi oleh variabel split dan progresif split.

Variabel yang dapat menambahkan split (bagi hasil) untuk kontraktor contohnya adalah kondisi lapangan, spesifikasi produk, dan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) yang digunakan kontraktor.

Apabila kondisi lapangan migas opersaional milik kontraktor berada di lepas pantai kesulitannya lebih besar, split untuk kontraktor ditambah, misalnya, dua persen.

Selanjutnya, kalau variabel lain adalah TKDN, makin banyak produk dalam negeri yang digunakan kontraktor dalam kegiatan eksplorasi serta produksi migas akan semakin tinggi juga tambahan split yang diperoleh. "Local content jika TKDN di atas 90 persen maka ditambahan split 10 persen," ujar Arcandra.

Secara ringkas, sistem gross split adalah bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor pada kondisi produksi kotor bukan setelah hasil jual dan tidak ada perhitungan biaya operasional ditutup oleh salah satu pihak.

Jika sebelumnya Indonesia masih menggunakan kontrak bagi hasil atau product sharing contract (PSC), sistem ini membagi hasil jual, setelah biaya operasional tertutup, atau hasil dari produksi bersih. Selama ini negara mendapatkan bagian 85 persen dan gas adalah 70 persen.

Namun, dengan gross split, setiap kontrak dan daerah bisa berbeda persenan pembagian, tergantung pada luas lahan, sisa potensi migas dan variabel lainnya yang masih diperhitungkan oleh pemerintah.

Arcandra mengatakan bahwa proses perhitungan pembagian dasar ini akan diselesaikan secepatnya dan pemberlakuan sistem gross split ini akan diterapkan pada kontrak migas yang baru, sedangkan kontrak lama masih dihormati oleh pemerintah.(berbagai sumber)

KEYWORD :

gross split ESDM




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :