Jum'at, 26/04/2024 14:41 WIB

Kasus Bupati Hulu Sungai Utara, KPK Amankan Uang dari Rumah Sekda

Penggeledahan itu untuk mencari alat bukti terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang dilakukan Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid.

Bupati Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid memakai rompi tahanan KPK (Foto:Gery/Jurnas).

Jakarta, Jurnas.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di rumah kediaman Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Muhammad Taufik pada Jumat (19/11).

Penggeledahan itu untuk mencari alat bukti terkait dugaan suap pengadaan barang dan jasa yang dilakukan Bupati nonaktif Hulu Sungai Utara, Abdul Wahid. Taufik adalah adik kandung dari Abdul Wahid.

"Dari lokasi ini, ditemukan dan diamankan bukti antara lain berupa sejumlah uang, berbagai dokumen dan alat elektronik yang diduga kuat terkait dengan perkara," kata Plt juru bicara KPK bidang penindakan Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Senin, (22/11).

Hanya saja, Ali enggan memerinci total uang yang ditemukan penyidik. Uang itu bakal disita untuk penguatan bukti.

"Analisa lanjutan akan dilakukan oleh tim penyidik dan nantinya segera dilakukan penyitaan untuk melengkapi berkas perkara tersangka AW (Abdul Wahid)," ujar Ali.

Diketahui, KPK telah menetapkan Abdul Wahid selaku Bupati Kabuoaten Hulu Sungai Utara sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa.

Penetapan tersangka terhadap Abdul Wahid merupakan pengembangan kasus yang telah menjerat Kepala Dinas PU pada Dinas PUPR Hulu Sungai Utara, Maliki; Direktur CV Hanamas, Marhaini; dan Direktur CV Kalpataru, Fachriadi.

Abdul Wahid diduga menerima uang suap terkait jual beli jabatan Plt Kepala Dinas PUPRP Hulu Sungai Utara dari Maliki pada Desember 2018 lalu.

Abdul Wahid juga diduga menerima suap dari proyek-proyek di Kabupaten HSU. Di mana, Abdul Wahid menyetujui plotting paket pekerjaan lelang pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPRP.

Namun, ia memberikan syarat adanya fee dari nilai proyek dengan persentase pembagian fee yaitu 10% untuk dirinya dan 5% untuk Maliki. Fee gang diterima Abdul berasal dari Marhaini dan Fachriadi senilai sekitar Rp500 juta.

Selain itu, Abdul Wahid juga diduga menerima commitment fee dari beberapa proyek lainnya. Fee itu diduga diterima melalui perantaraan beberapa pihak di Dinas PUPRP Kabupaten Hulu Sungai Utara.

Di mana, Abdul Wahid diduga meberima sebesar Rp 4,6 miliar untuk tahun 2019, sebesar Rp 12 miliar pada 2020 dan sebesar Rp 1,8 miliar pada 2021. Sehingga total uang yang diterima Abdul Wahid sekitar Rp18,9 miliar.

Atas dugaan tindak pidana tersebut, Abdul Wahid disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 KUHP juncto Pasal 65 KUHP.

KEYWORD :

Bupati Hulu Sungai Utara Suap dan Gratifikasi KPK Tersangka Abdul Wahid




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :