Sabtu, 27/04/2024 03:38 WIB

Kata KPK, Suami Inneke Koesherawati Inisiator Suap ke Bakamla

Jaksa menyebut suap yang diberikan oleh Fahmi adalah untuk kepentingan bisnisnya. Yakni agar perusahaan yang dimilikinya mengharap proyek di Bakamla.

Gedung KPK RI (foto: Jurnas)

Jakarta -  Permohonan Justice Collaborator (JC) yang diajukan Direktut PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah tak dikabulkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ada sejumlah hal mengapa label itu tak disematkan lembaga antikorupsi terhadap suami Inneke Koesherawati tersebut.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, pemberian status JC kepada seseorang haruslah memenuhi beberapa unsur. Antara lain, mengakui semua perbuatannya dan bukan pelaku utama.

Nah, Fahmi Dharmawansyah diduga merupakan pihak yang memberikan aktor utama atau inisiator pemberian suap kepada sejumlah pejabat di lingkungan Bakamla. Unsur tersebutlah yang tak didapatkan lembaga antikorupsi dari Fahmi Darmawansyah.

"Karena menurut pertimbangan tim KPK, termasuk Jaksa penuntut umum pihak yang memberi (suap) adalah Fahmi (Darmawansyah)," ucap Febri Diansuah di kantornya, Jakarta, Rabu (17/5/2017).

Sebelumnya, Fahmi Darmawansyah dituntut empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subisder 6 bulan kurungan terkait kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring di lingkungan Bakamla. Selain pidana penjara, status justice Collaborator (JC) juga ditolak oleh jaksa KPK

Dalam tuntutan jaksa, Fahmi dinilai terbukti memberikan suap kepada empat pejabat di Bakamla yakni Nofel Hasan senilai SGD 104.500, Tri Nanda Wicaksono sebesar uang Rp 120 juta, Bambang Udoyo sebesar SGD 105.000, serta uang SGD 100.000, USD 88.500 dan 10.000 Euro kepada Eko Susilo Hadi.

Jaksa menyebut suap yang diberikan oleh Fahmi adalah untuk kepentingan bisnisnya. Yakni agar perusahaan yang dimilikinya mengharap proyek di Bakamla. Atas perbuatannya Fahmi disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Tampak jelas Fahmi ingin memberikan uang kepada Eko, Bambang, Nofel dan Trinanda karena sudah memenangkan perusahaan yang dikendalikan terdkawa yaitu PT MTI. Semua uang dari terdakwa untuk kepentingan terdakwa di Bakamla," kata Jaksa Kiki beberapa waktu lalu.

Dua terdakwa yang merupakan anak buah Fahmi Darmawansyah yaitu Muhammad Adami Okta dan Stefanus Hardi sebelumnya telah mengakui bahwa semua perbuatannya atas perintah atasannya Fahmi Darmawansyah untuk memberikan sejumlah uang untuk pejabat Bakamla.

"Saya mengakui semua kesalahan saya, saya sangat menyesal sekali atas perbuatan saya. Dan saya berjanji demi saya dan keluarga saya, bahwa saya tidak akan pernah mengulangi perbuatan ini lagi," ujar Adami dalam nota pembelaannya.

Hal serupa juga disampaikan terdakwa Hardy. Ia juga mengakui kesalahannya dan sadar yang dilakukannya telah merugikan bangsa sera negara.

"Saya sadar dengan sepenuhnya sadar bahwa yang saya lakukan ini ternyata berakibat tidak baik kepada negara dan bangsa, karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi yang sedang gencar-gencarnya dicanangkan," terang Hardy.‎

KEYWORD :

KPK Bakamla Suap




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :