Senin, 29/04/2024 05:12 WIB

Agar Indonesia tak Melulu Jadi Target Pasar Barang Impor

Pemerintah Indonesia gencar melakukan berbagai terobosan untuk menekan produk impor. Salah-satunya lewat Program P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri) dari Kementrian Perindustrian yang menargetkan produk bersertifikat TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) pada semua sektor mencapai 40% pada 2024.

Ilustrasi produk bersertifikat TKDN (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Anda yang penggemar MotoGP tentu pernah melihat kata-kata Bahasa Indonesia di outfit pembalap terkenal seperti Valentino Rossi, Marc Marques, Deni Pedrosa. Tak sedikit orang Indonesia yang terkecoh dengan anggapan bahwa para pembalap MotoGP gemar berbahasa Indonesia. Padahal itu bagian dari marketing tools pabrikan motor bermerek Jepang.

Apakah harus bangga dengan fakta itu? Mungkin kita patut berbangga kalau ada produk dari negeri sendiri yang muncul di ajang balap motor paling bergengsi di dunia itu.

Dunia sudah mengetahui, Indonesia adalah satu dari lima negara dengan penduduk terbanyak di muka bumi ini. Tak heran banyak produsen dari negara lain yang sangat tertarik dengan jumlah penduduk yang bagi mereka adalah pangsa pasar raksasa. Apalagi dengan teknologi maya, pemasaran dengan target rakyat Indonesia sangat mudah dilakukan.

Oleh karena itu, dalam beberapa dekade ini Pemerintah Indonesia gencar melakukan berbagai terobosan untuk menekan produk impor. Salah-satunya lewat Program P3DN (Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri) dari Kementrian Perindustrian yang menargetkan produk bersertifikat TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) pada semua sektor mencapai 40 persen pada 2024.

Apa itu produk bersertifikat TKDN? Secara singkat adalah produk yang bahan baku dan proses produksinya minimal mencapai 25 persen dari dalam negeri.

Bagaimana cara menghitungnya? Tak perlu gusar. Kemenperin telah bekerjasama dengan dua BUMN yang akan membantu kalangan industri untuk membimbing dan menghitung TKDN dari setiap produk yang didaftarkan.

Pertanyaannya kemudian, apa keuntungan bila suatu produk sudah bersertifikat TKDN. Di sini letak menariknya. Para produsen atau perusahaan jasa pasti tertarik dengan info berikut ini.

Produk dengan TKDN minimal 25 persen akan mendapatkan preferensi memenangkan pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah. Bahkan bila produk atau jasa dengan hitungan tertentu bisa mencapai TKDN 40 persen, pemerintah wajib menggunakan produk tersebut. Ini semua diatur dalam Perpres No. 16 Tahun 2018.

Fakta lain yang menarik adalah bahwa potensi belanja barang dan belanja modal pemerintah pusat yang besar sehingga menjadi potensi untuk pelaku industri dalam negeri mendapatkan keuntungan dengan produk bersertifikat TKDN. Pada Tahun Anggaran 2021 saja potensi belanja barang dan belanja modal pemerintah pusat mencapai Rp609,3 triliun.

Lalu, mungkin Anda bertanya apakah mudah mendapatkan sertifikat TKDN. Saifuddin Wijaya, Direktur Komersial PT Surveyor Indonesia mengatakan, "Tersedia 9.000 sertifikat TKDN gratis untuk produk dengan nilai TKDN minimal 25 persen. Satu perusahaan bisa mendapatkan hingga delapan sertifkat TKDN dan satu sertifikat yang difasilitasi bisa memuat produk yang jenis, bahan baku dan proses produksi yang sama meski dimensi yang berbeda. Kami berharap industri bisa memanfaatkan ini sebaik mungkin."

Saifuddin merasa optimis bahwa target 2024 bisa tercapai. Pada 2020 terjadi peningkatan 43 persen perusahaan yang mendaftar pengajuan sertifikt TKDN (444 perusahaan pada 2019 menjadi 636 perusahaan pada 2020). Untuk jenis produknya terjadi lonjakan tajam sebesar 84 persen pada 2020 dari hanya 493 produk pada 2019 menjadi 2.685 produk pada 2020.

Dari data tersebut juga tertulis saat ini sudah 4.076 produk yang sudah besertiifikasi TKDN di atas 40 persen (dari 7.318 produk, artinya sudah mencapai 56 persen) dari 19 kelompok produk/barang.

Jadi, apalagi yang perlu diragukan para pelaku industri produk dalam negeri?

KEYWORD :

TKDN Produk Lokal Tingkat Komponen Dalam Negeri Kemenperin BUMN




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :