Sabtu, 27/04/2024 04:31 WIB

Komisi XI DPR Pertanyakan Basis Data Ketua BPK

Anggota Komisi XI DPR RI, Eriko Sutarduga menyoroti pernyataan Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna soal meningkatnya utang negara selama pandemi Covid-19.

Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDIP, Eriko Sutarduga. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi XI DPR RI, Eriko Sutarduga menyoroti pernyataan Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna soal meningkatnya utang negara selama pandemi Covid-19.

Disebutkan Agung, rasio debt service terhadap penerimaan sebesar 46,77 persen, melampaui rekomendasi IMF sebesar 25-35 persen.

“Saya mempertanyakan standar apa yang digunakan oleh BPK dalam menentukan tingkat solvabilitas utang Indonesia? ini harus dapat dibuktikan secara akuntabel,” tegas Eriko kepada wartawan, Rabu (23/6). 

Eriko juga meminta Ketua BPK untuk menjelaskan secara rinci jumlah utang negara yang jatuh tempo. Termasuk soal alasan bahwa pemerintah terindikasi gagal bayar.

“Tentu pernyataan itu harus didukung oleh rilis resmi mengenai tata Kelola keuangan negara agar tidak terjadi misleading informasi,” terang dia.

Eriko mengatakan, rasio utang Indonesia memang mengalami peningkatan. Kendati begitu soal baik dan buruk dampak utang harus dijelaskan secara rinci dan berbasis data.

“BPK harus dapat menunjukkan sisi mana yang berbahaya? Apakah pengelolaan utang Indonesia sesuai dengan standar akuntabilitas keuangan negara? Karena disisi lain pemerintah sudah mempersiapkan pembayaran SBN, dan sebagian besar utang pemerintah berupa SBN,” jelasnya.

Politisi PDIP ini menegaskan, Ketua BPK juga jangan hanya menebar ketakutan. Seharusnya, Ketua BPK juga harus memberikan solusi atas kenaikan utang.

“Kemudian solusi apa yang ditawarkan oleh BPK untuk mengatasi kenaikan rasio utang di tengah pandemic ini?” terangnya.

Eriko mengingatkan Ketua BPK, rasio utang luar negeri Indonesia masih jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.

“Rasio utang terhadap PDB Indonesia jauh lebih rendah, yakni hanya 46,77 persen. Kita dapat bandingkan dengan dengan Singapura di 154 persen, Malaysia 64,62 persen, Filipina 60,4 persen dan Thailand 47,28 persen,” terangnya.

Termasuk, jika dibandingkan dengan sejumlah negara maju seperti Amerika, China dan Jepang yang mencapai rasio utang terhadap PDB di atas 100 persen, Indonesia masih cenderung konservatif dalam soal utang. 

“Selama batas rasio utang masih mengacu berdasarkan UU Keuangan Negara telah ditetapkan yakni 60 persen itu masih dapat dikatan aman. Namun jika BPK mengacu pada standar yang ditetapkan oleh IMF tentu itu harus dapat dijelaskan secara akuntabel disisi sebelah mana utang Indonesia dapat dikatakan sudah berbahaya,” demikian Eriko Sutarduga. 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi XI DPR PDIP Eriko Sutarduga Ketua BPK Utang Negara




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :