Jum'at, 26/04/2024 18:36 WIB

Kurangnya Akses Buku Bacaan Masih Jadi Faktor Pelambatan Pertumbuhan Literasi

Persoalan budaya baca dan literasi Indonesia terletak pada sisi hulu literasi sehingga sektor ini memerlukan intervensi penguatan peran melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan.

Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengawali sambutan pada launching akademi literasi di Jakarta, Rabu, (16/06).

Jakarta, Jurnas.com - Persoalan budaya baca dan literasi Indonesia terletak pada sisi hulu literasi sehingga sektor ini memerlukan intervensi penguatan peran melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan.

Sementara di sisi hilir yang menjadi imbas dari kompleksitas sisi hulu berdampak pada kurangnya bahan bacaan hingga pendistribusian buku yang belum tepat sasaran. Akibatnya pertumbuhan literasi mengalami perlambatan.

"Jadi, tidak afdol jika stigma rendah budaya baca masyarakat Indonesia terus diwartakan, terutama oleh lembaga riset atau media asing, sementara di sisi lain infrastruktur untuk mengakses pengetahuan belum memadai dan kurang mendapat perhatian," ujar Kepala Perpustakaan Nasional Muhammad Syarif Bando mengawali sambutan pada launching akademi literasi di Jakarta, Rabu, (16/06).

Padahal, lanjutnya, faktor tersebut juga bisa dianggap pemicu disparitas ketersediaan bahan bacaan masyarakat dan akses pengetahuan yang semakin melebar.

"Oleh karena itu, maka tugas kita saat ini adalah memastikan sisi hulu berperan optimal dan berfungsi baik sekaligus memastikan kebutuhan bahan bacaan 270 juta penduduk terpenuhi," ujarnya.

Perpustakaan Nasional, tambah Syarif Bando, akan mendukung kehadiran ruang digital Akademi Literasi sebagai wadah kolaborasi dan elaborasi para pegiat literasi.

Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Perpustakaan Nasional RI yang juga bertindak sebagai anggota Dewan Redaksi Perpusnas Press Joko Santoso menyatakan, pada tahun 2020, Perpusnas melakukan kajian aktivitas membaca masyarakat Indonesia. Hasilnya, mendapatkan angka yang cukup tinggi yakni rata-rata 9 jam 52 menit per pekan.

"Literasi menjadi sangat penting dalam segala aspek apapun. Dalam konteks yang lebih luas, literasi mengerucut pada perbendaharaan gagasan yang membantu seseorang untuk berpikir dan bertindak atas dasar konsep yang matang. Literasi adalah hal yang esensi," kata Adin.

Mengelola literasi sama dengan mengelola manusia karena esensinya berdampak pada pembangunan manusia yang berkelanjutan. Hal ini yang disampaikan Widyaiswara Lembaga Administrasi Negara (LAN) Suseno.

Suseno memandang literasi sebagai cara membangun tatanan sosial yang terbuka, kritis dan menerima perbedaan. "Akademi Literasi merupakan lahan untuk menumbuhkan kembangkan SDM unggul," jelasnya.

Senada dengan Suseno, pegiat literasi dan penulis Maman Suherman mengatakan bahwa para pegiat literasi harus benar-benar dilibatkan. Jangan sekedar menjadi objek, tetapi tingkatkan kapasitas skill mereka. Dekatkan mereka dengan buku. Bahkan jika perlu, eksistensi pegiat literasi dimasukkan sebagai bagian dari indikator indeks literasi masyarakat.

"Sejatinya, konsep empat tingkatan literasi yang digaungkan Perpustakaan Nasional ada dalam jiwa para pegiat literasi, " terang Kang Maman.

Sedangkan Duta Baca Indonesia Gol A Gong mengatakan kehadiran ruang digital Akademi Literasi diharapkan mampu mengangkat derajat para pegiat literasi.

KEYWORD :

Perpustakaan Nasional Pertumbuhan Literasi Buku Bacaan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :