Jum'at, 03/05/2024 03:32 WIB

Lawyer: Proses Pidana Bisa Batalkan Hak Ribuan Kreditor IOI

Percepatan pembayaran merupakan itikad baik IOI 

Hardodi, Kuasa Hukum IOI dari HD Law Firm

Jakarta, Jurnas.com – Pemaksaan proses pidana terhadap pengurus PT IndoSterling Optima Investa (IOI) akan merugikan ribuan hak kreditur yang selama ini telah dibayarkan sesuai keputusan inkrah Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Kuasa hukum IOI dari HD Law Firm, Hardodi, mengatakan, sejauh ini manajemen IOI telah melakukan pembayaran cicilan yang dipercepat kepada 1.041 kreditur.

Pembayaran ini dilakukan sebagai wujud nyata menjalankan kewajiban putusan PKPU atas proses restrukturisasi produk High Promissory Notes (HYPN) senilai Rp1,9 triliun. Rencananya untuk pembayaran tahap keenam akan dilakukan pada Senin (3/5/2021).

“Klien kami patuh melakukan pemenuhan kewajiban sesuai putusan PKPU kepada para kreditur. Sejauh ini, klien kami sudah melakukan pembayaran 5 kali, besok tanggal 3 Mei 2021 adalah keenam kalinya,” ujar Hardodi di Jakarta, Minggu (2/5).

Berdasarkan skema Putusan No 174/Pdl Sus-PKPU 2020/PN Niaga Jakarta Pusat terdapat sebanyak tujuh kelompok kreditur yang pembayarannya dilakukan bertahap sampai tahun 2027. Awalnya, IOI akan mulai melakukan pembayaran pada Maret 2021. Namun, proses itu dipercepat pada Desember 2020.

“Proses percepatan pembayaran ini merupakan itikad baik IOI kepada para kreditur,” ujarnya.

Hardodi menyatakan proses yang dilakukan penyidik Mabes Polri dari subdit Perindustrian dan Perdaganan (InDag) yang dipimpin oleh AKBP Agung Yudha Adhi Nugraha SH dengan tetap memaksakan untuk membawa kasus ini ke persidangan tentunya akan bisa berdampak buruk pada ribuan kreditur.

“Andai proses ini tetap dipaksakan sehingga klien kami tidak bisa bekerja dengan baik maka kewajiban perdata bisa terganggu dan sangat mungkin pembayaran kepada kreditur bisa macet," ungkap Hardodi.

Dalam sistem hukum perdata, jelasnya, pihak kreditor memiliki hak untuk mengajukan pembatalan perdamaian apabila debitor telah lalai melaksanakan isi perdamaian, hal ini diatur dalam Pasal 291 Jo. Pasal 170 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004.

Hardodi menegaskan sejauh ini kliennya belum pernah lalai menjalankan kewajiban sesuai putusan PKPU, bahkan IOI telah melakukan percepatan pembayaran pada Desember 2020.

“Boleh saja menempuh jalur pidana kalau IOI dianggap telah lalai menjalankan kewajibanya sesuai putusan PKPU, tapi faktanya sejauh ini lancar-lancar saja. Bahkan sebagai itikad baik klien kami melakukan percepatan pembayaran," lanjutnya.

Hardodi mengaku kerap ditanya sebagian besar kreditur, apakah uang mereka bisa kembali kalau jalur pidana terus berjalan. Atas pertanyaan itu, ia menjawab bahwa tidak ada jaminan bisa kembali. Dan untuk detailnya bisa tanya pada penyidiknya.

Karena itu, Hardodi mempertanyakan ambisi penyidik subdit InDag mengusut perkara ini meskipun hasil gelar perkara khusus menyatakan masih belum cukup bukti untuk melimpahkan kasus ini ke kejaksaan.

“Saya haran, kok penyidik begitu ngotot ya, meskipun buktinya masih kurang. Di beberapa POLDA justru mengeluarkan SP3 dengan alasan restorative justice. Kalau fokusnya pada kepentingan kreditur, maka proses perdata harusnya didahulukan," jelasnya.

Deasy Sutedja, Communication Director IndoSterling Group, di tempat terpisah menyatakan komitmen untuk menjalankan kewajiban dari putusan PKPU. Percepatan pembayaran yang dilakukan IOI di masa pandemi ini menjadi bukti nyata komitmen perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada kreditur sesuai dengan hal yang telah disepakati.

“Kami selalu berkomitmen sejak awal bahwa IOI akan berusaha menjadikan kepentingan kreditur sebagai prioritas utama. Tentunya jika proses hukum (pidana) ini dilanjutkan maka bisa saja berkonsekuensi negatif kepada nasabah yang selama ini sudah kami upayakan hak mereka,” tutur Deasy.

KEYWORD :

PT IndoSterling Optima Investa Hardodi Rp1 9 triliun Deasy Sutedja




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :