Sabtu, 27/04/2024 20:23 WIB

Nenek Moyang Politik Kita Sudah Sepakat Pancasila

Wanto menegaskan, Gerakan yang bertentangan dengan Pancasila dewasa harus diwaspadai.

Hilmar Farid (kiri)

 
Jakarta - Pancasila sebagai dasar negara yang ditetapkan pada 18 Agustus 1945 merupakan kesepakatan dari para pendiri bangsa. Rumusan lima sila, tanpa tujuh kata yang sebelumnya terdapat Piagam Jakarta tersebut merupakan keputusan dari nenek moyang politik Republik ini, termasuk kebesaran hati tokoh Islam saat itu untuk menerima kebhinekaan dari sebuah bangsa yang baru berdiri.
"Berkat kebesaran hati tokoh-tokoh Muslim saat itu, seperti Wahid Hasyim bapaknya Gus Dur, Ki Bagus Hadikusuma, Kasman Singidimejo dll, mereka menerima tujuh kata dalam Piagam Jakarta ditiadakan sebelum rumusannya ditetapkan menjadi Pancasila. Jadi nenek moyang politik Indonesia sudah menyepakatinya," ujar Sejarawan sekaligus Dirjen kebudayaan kemendikbud, Hilmar Farid dalam Diskusi Kebangsaan REPDEM bertema Identifikasi Pola Gerak de-Soekarnoisasi Jilid 2 di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Selasa (20/6) sore.
Di saat politik aliran yang kembali mencuat dewasa ini, Farid mengingatkan pentingnya semua elemen kebangsaan untuk terus melakukan gerakan membangun karakter nasional dan penyadaran sejarah bahwa dasar negara Pancasila merupakan rumusan yang mejadi bingkai dari kebhinekaan Indonesia. 
"Gerakan Pendidikan dan pembangunan Karakter nasional ini penting. Repdem juga harus terus menggerkakannya," tambah Hilmar.

Ketua DPN Repdem Bidang Organisasi, Wanto Sugito mengatakan, Diskusi Kebangsaan REPDEM bertema Identifikasi Pola Gerak de-Soekarnoisasi Jilid 2 merupakan rangkaian peringatan Bulan Bung Karno dan sebagai lanjutan dari diskusi yang digelar Repdem pekan lalu bertemakan Bung Karno, Islam dan Pancasila (Melawan Gerakan de-Soekarnoisasi Jilid 2). Diskusi ini dihadiri sekitar 250 peserta dari berbagai elemen kebangsaan seperti DPP Garuda, Projo, Foreder, GP NKRI, PP GMKI, Satria Muda NKRI, Komando Bela Pancasila serta sejumlah organisasi sayap PDIP seperti BMI dan Repdem sejabotabek.

"Setelah dua diskusi, Melawan dan kali ini Mengidentifikasi Pola Gerak de-Soekarnoisasi, setelah lebaran dan Munas Repdem, kami akan menggelar kegiatan ketiga, yaitu menghimpun kekuatan semua elemen kebangsaan melawan de-Soekarnoisasi Jilid 2," jelas politisi muda PDI Perjuangan yang akrab disapa Klutuk ini.
Wanto menegaskan, Gerakan yang bertentangan dengan Pancasila dewasa harus diwaspadai. Pernyataan Panglima TNI bahwa ISIS sudah ada di sejumlah provinsi di Indonesia, kemudian riset yang menyatakan tujuh juta penduduk Jawa Barat sudah anti Pancasila, merupakan kondisi yang memprihatinkan. 
Karena itu, semua elemen-elemen kebangsaan harus dihimpun untuk mempererat idiologi kebangsaan dan menjaga Pancasila sebagai dasar negara, sekaligus merapatkan barisan terhadap gerakan de-Soekarnoisasi jilid 2 sebagai penggagas Pancasila.
Ketua DPP PDI Perjuangan, Andreas Hugo Pareira yang juga menjadi pembicara Diskusi ini mengatakan, pola-pola de-Soekarnoisasi jilid 2, memang sedang terjadi saat ini. Ada upaya untuk menenggelamkan kiprah dan pemikiran serta perjuangannya oleh pihak-pihak yang merasa terganggu dan tidak ingin pengaruhnya masuk dan ada dalam lingkaran kekuasaan."Gerakan Revolusi Mental 1957 untuk menegakkan nasionalisme dan karakter buliding kini dilanjutkan Jokowi. Tapi ada yang mengaitkan dengan Revolusi Tiongkok dan PKI. Seperti Soekarno, bahkan Presiden Jokowi pun dituduh PKI. Ada kesamaan pola dengan gerakan de-Soekarnoisasi yang terjadi pada masa orde baru terkait isu PKI, yaitu seolah ada monster yang sengaja dimasukkan ke dalam pikiran orang," ungkap Andreas.
KEYWORD :

Pancasila Dasar Negara




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :