Minggu, 12/05/2024 15:27 WIB

Terancam di Indonesia, Paulus Tannos Pilih Tinggal di Singapura

Saksi kasus E-KTP , Paulus saat memberikan keterangan di persidangan melalui telecoference

Jakarta - Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos memilih tinggal di Singapura hampir lima tahun lebih. Itu dilakukan lantaran di Indonesia keselamatan pengurus PT Mega Lestari Utama ini terancam.

Demikian disampaikan Paulus Tannos saat bersaksi dalam sidang perkara korupsi e-KTP dengan terdakwa Irman dan Sugiharto, Kamis (18/5/2017). Pemeriksaan terhadap Paulus Tannos dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dengan teleconference lantaran Paulus berada di Singapura. Ihwal ancaman itu mencuat setelah majelis hakim mengkonfirmasi keberadaan Paulus Tannos di Singapura.

Diterangkan Paulus Tannos, dirinya terpaksa meninggalkan Indonesia dan hijrah ke Singapura lantaran khawatir dengan ancaman terkait tuduhan penipuan pasca pelaksanaan proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Paulus Tannos takut pulang ke Indonesia lantaran PT Mega Lestari Unggul terbelit utang rutusan miliar dan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Seluruh kreditur menolak permintaan masa penundaan kewajiban pembayaran utang tetap selama 180 hari.

"Juni 2011 saya masih di Jakarta. Pada saat mulai pelaksanakan, saya masih di Jakarta. Tetapi setelah pelaksanaan proyek e-KTP, terjadi permasalahan dengan chip dari e-KTP, setelah chip e-KTP (yang disuplai), perusahaan saya terseret, rumah saya diserang, jiwa saya terancam. Saya dituduh melakukan penipuan, saya dilaporkan ke Mabes Polri oleh Oxel, (melalui) saudara Viktor (Viktor Laiskodat, Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI)," ujar Paulus saat bersaksi.

Oxel yang disebut Paulus merujuk pada Oxel Ltd. Perusahaan itu disebut-sebut milik Andi Winata, putra pengusaha Tommy Winata. Dalam hal penyediaan keping ST-Micro untuk proyek e-KTP, Paulus Tanos sempat berkongsi dengan Andi Winata. Akan tetapi kerjasama itu tak berjalan moncer. Kerjasama itu tak berjalan lancar lantaran keping ST-Micro yang dikeluarkan Oxel Ltd belakangan diketahui tidak sesuai dengan spesifikasi untuk proyek e-KTP.

"Karena chip ( Oxel Ltd) tak bisa digunakan untuk e-KTP," ujar dia.

Paulus Tannos kemudian dilaporkan ke Mabes Polri atas tuduhan menimpu dan menggeleapkan dana. Laporan itu berbuntut panjang terhadap Paulus. Selain masuk dalam daftar buron, Paulus Tannos kerap mendapat ancaman. Karena itu, Paulus memilih hijrah ke Negeri Singa.

Paulus mengamani PT Sandipala Arthaputra merupakan salah satu anggota Konsorsium PNRI yang memenangkan pekerjaan proyek e-KTP di Kemendagri. Terkait pengerjaan e-KTP, Sandipala mendapatkan pembayaran Rp 726 miliar.

"Kurang lebih harga kartu (e-KTP) per kartu 16 ribu, dikurang ppn Rp 14.400 dikalikan Rp 45 juta, kurang lebih Sandipala menerima pembayaran proyek Rp 750 miliar, dari Rp 750 miliar dipotong 3 persen, jadi yang didapat Rp 726 miliar," terang dia.

Namun, klaim Paulus Tannos, perusahaannya malah mengalami kerugian lantaran dalam pelaksanaannya ada bagi-bagi pengerjaan. "Rugi yang mulia, kalau kita hitung dengan investasi, sebab kami membeli mesin untuk 172 juta kartu. Kami membuat mesin yang istilahnya membuat kartu blanko. Sedangkan dalam media saya tahu, bahwa oleh kelompok konsorsium PNRI maupun subcon PNRI, pembuatan dilakukan di China. Mereka tidak membuat mesin, sendangkan sandipala kami membuat kartu blanko sendiri," tutur dia.

Paulus mengklaim tak pernah memberikan uang kepada para terdakwa  Irman dan Sugiharto dan pihak manapun terkait proyek ini. Namun, ia tak membantah pernah menyerahkan uang ke Dirut PT Quadra Solution, Anang. PT Quadra Solution diketahui merupakan salah satu perusahaan yang juga masuk dalam anggota konsorsium PNRI pada proyek e-KTP.

"Saya tidak pernah dimintai uang oleh para terdakwa. Tapi memang pernah ada beberapa kali saya memberikan dana
kepada Anang," kata dia.

Paulus Tannos mengklaim dirinya pernah memberikan uang lebih dari 200 ribu dollar Amerika Serikat kepada Anang dalam kaitan pembelian saham, bukan terkait proyek e-KTP. "Anang adalah Dirut Quadra. Ada kesepakatan saya dan Anang bahwa Anang berencana setelah proyek e-KTP selesai mau pindah ke AS. Dia bilang pada saya saya beli saja Quadra. Antara saya sama Anang ada kesepakatan goodwil. Bukan hanya 200 ribu (dollar AS saya berikan), tetapi lebih dari itu," ucap Paulus.

Pernyataan Paulus itu mengundang Penasihat Hukum Irman dan Sugiharto, Susilo Aribowo bertanya. Aribowo mengkonfirmasi ihwal bukti pembayaran Paulus untuk membeli Quadra.

"Saya ada catatannya, tapi itu diambil preman-preman yang serang rumah saya di Indonesia," tandas Paulus.

KEYWORD :

e-KTP KPK Paulus Tannos




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :