Senin, 13/05/2024 07:35 WIB

Kisah "Sekolah Buangan" Naik Level Berkat Kurikulum Merdeka

Sekolah ini pernah dipandang sebelah mata karena menjadi tempat penampungan siswa putus sekolah hingga tempat anak-anak mabuk.

Pemandangan SMP Nusantara Sorong, Papua Barat (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Julukan `sekolah buangan` dulu melekat pada SMP Nusantara Sorong, Papua Barat. Sekolah ini pernah dipandang sebelah mata karena menjadi tempat penampungan siswa putus sekolah hingga tempat anak-anak mabuk.

Hal ini diakui oleh Kepala SMP Nusantara Sorong, Arby Mamangsa. Saat pertama kali bertugas di sekolah tersebut, dia bukan cuma kaget dengan kondisi sekolah, namun juga prihatin karena jauh di luar ekspektasi.

"Saya pikir, apa yang ingin saya lakukan untuk mengubah citra buruk tadi dan mengubah wajah sekolah ini menjadi sekolah yang bisa setara dengan sekolah-sekolah lain di kota Sorong? Waktu itu memang terasa berat," kata Arby dalam siaran pers yang diterima Jurnas.com pada Rabu (20/3).

Awal perubahan yang diupayakan Arby dimulai pada 2018 silam. Selain menjadi kepala sekolah, Arby merupakan pengurus Kwartir Cabang Gerakan Pramuka, dan ketika mengikuti pelatihan di Jawa Barat, dia mendapatkan inspirasi untuk melakukan digitalisasi dan melaksanakan pembelajaran secara daring.

Hasil dari upaya tersebut perlahan terlihat, terutama ketika pandemi melanda. Walaupun belum banyak berkembang, tetapi SMP Nusantara menjadi satu-satunya sekolah di Sorong yang siap melaksanakan ujian akhir secara daring, karena inisiatif digitalisasi pembelajaran yang dicetuskan Arby dua tahun sebelumnya.

Babak perubahan yang signifikan dimulai ketika Arby mendaftarkan SMP Nusantara sebagai sekolah penggerak, dan akhirnya terpilih sebagai angkatan pertama Program Sekolah Penggerak.

Dia merasa bahwa perubahan harus dimulai dari perbaikan pola pikir guru, dan Kurikulum Merdeka sangat membantu untuk dapat mewujudkannya.

"Saya mendapati betapa luar biasanya Kurikulum Merdeka, kami menemukan siswa dalam keunikannya masing-masing. Itu yang tidak kami dapat sebelumnya. Saya bilang ke teman-teman, tidak ada siswa yang bodoh. Kalau begitu, yang harus berubah siapa? Ya, harus gurunya, berubah paradigma, berubah konsep, berubah cara. Itu yang paling sulit," ujar Arby.

Menurut Arby, walaupun sekolah memiliki fasilitas yang baik, ada anggaran yang memadai, tetapi tanpa mengubah pola pikir guru saat memandang pendidikan untuk anak, itu tidak akan berpengaruh banyak.

Dalam implementasi Kurikulum Merdeka, Arby dan guru-guru di sekolah itu memiliki inisiatif unik, yaitu dalam penerapan Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Berbeda dengan P5 di sekolah lain, di SMP Nusantara, P5 bukan hanya tentang keterampilan praktis, tetapi juga tentang memberdayakan siswa dalam memecahkan masalah nyata yang dihadapi masyarakat sekitar.

"Bagi kami, P5 ini merupakan nafas Kurikulum Merdeka. Lewat P5, siswa-siswa kami melihat masalah yang benar-benar terjadi di masyarakat sekitar, dan hasilnya mereka berhasil membuat filter air bersih, bahkan mengubah budaya masyarakat dan menyadarkan akan pentingnya menggunakan air bersih," ucap dia bangga.

Namun, Arby menekankan bahwa yang terpenting bukanlah produk akhir dari P5, melainkan prosesnya. Menurutnya, anak-anak harus mengalami perubahan melalui nilai-nilai dimensi proyek yang mereka jalankan dan punya kemampuan berpikir kritis dalam memecahkan masalah.

Bukan hanya itu, perubahan pola pikir guru juga membuahkan perubahan besar dalam perilaku dan prestasi murid-murid di SMP Nusantara. Arby berkisah tentang perjalanan transformasi seorang murid yang awalnya dianggap sangat nakal dan sulit untuk dibimbing.

Meskipun awalnya guru-guru merasa kesulitan dalam mendidik anak tersebut, mereka pun berusaha untuk mencari tahu keunikan dan gaya belajar yang sesuai dengannya. Perlahan-lahan, dengan pendekatan yang tepat, anak tersebut pun mulai merasa nyaman di sekolah dan menemukan cara belajar yang cocok baginya.

"Awalnya anak yang dianggap sudah game over, ternyata bisa bertumbuh dengan luar biasa. Setiap tahun, tim olimpiade kami pasti juara, dan di tim tersebut ada anak itu. Seperti tadi saya katakan, tidak ada anak yang bodoh, guru perlu menemukan keunikan tiap anak," lanjut Arby.

Arby juga melibatkan orang tua murid dalam upaya membangun SMP Nusantara. Ivone, salah satu orang tua murid mengaku, sejak Kurikulum Merdeka diterapkan, dia jadi dapat melihat secara langsung perkembangan yang dialami oleh anaknya, baik secara akademik, maupun non-akademik.

"Bapak kepala sekolah sering meminta saya untuk berikan wejangan-wejangan, motivasi buat anak-anak sekolah. Saya senang di SMP Nusantara, bapak kepala sekolah libatkan kami sebagai orang tua untuk ikut serta dalam kegiatan sekolah, saya juga melihat perubahan anak saya, yang tadinya pemalu, sekarang jadi aktif di sekolah. Daya tangkapnya juga jadi lebih cepat. Saya sangat berterima kasih pada Kurikulum Merdeka, karena bisa terjadi perubahan yang sangat besar buat anak-anak kami," kata Ivone.

Arby merasa, keberhasilannya dalam mengubah SMP Nusantara bersama Kurikulum Merdeka tidak terlepas dari bantuan Platform Merdeka Mengajar (PMM).

"Waktu awal-awal kami menerapkan Kurikulum Merdeka, PMM itu jadi teman setia kami. Waktu belajar terbatas, anggaran terbatas, semua terbatas. Ternyata PMM menjadi jawaban buat kami, dan akhirnya kami dorong semua guru untuk memakai PMM," jelas Arby.

Fitur di PMM yang dirasa sangat membantu dalam implementasi Kurikulum Merdeka bagi Arby dan guru-guru SMP Nusantara adalah Pelatihan Mandiri, karena banyak topik yang dapat dipelajari untuk peningkatan kompetensi.

"Perubahan paradigma guru juga terasa saat kami menggunakan Pelatihan Mandiri, karena kami tidak lagi mengikuti pelatihan untuk mendapatkan sertifikat. Ikut pelatihan di PMM sudah pasti dapat sertifikat, jadi kami tidak mengejar itu, kami mengejar kompetensinya," imbuh Arby.

Selain itu, ia pun merasa fitur Ide Praktik juga membantu dalam pembelajaran di SMP Nusantara. "Kami rajin nge-vlog, makanya kami suka berbagi. Namun, kalau ditanya apa fitur yang paling menolong, semua fitur di PMM sangat menolong kami, mungkin bisa diuji, sekolah kami yang paling banyak menggunakan akun Belajar.id," canda dia.

Bukan hanya rajin menggunakan, Arby pun sering mempromosikan aplikasi PMM, salah satunya di pameran pembangunan dari Dinas Pendidikan Sorong.

"Setiap guru yang datang ke stan kami, kami ajak untuk mengunduh PMM, kami bantu untuk mengunduhnya. Bahkan, jika mereka yang datang sudah punya aplikasi PMM, kami beri kupon untuk hadiah lawang. Mengapa kami sangat mendorong mereka mengunduh PMM? Ya, karena tadi, kami sudah merasakan manfaatnya yang luar biasa," tutup Arby.

Kini, SMP Nusantara Sorong dikenal sebagai salah satu sekolah berprestasi. Walau hanya terdiri dari empat kelas, acap kali olimpiade sains, maupun berbagai olimpiade lainnya, selalu ada saja murid SMP Nusantara Sorong ikut serta di dalamnya, bahkan menjadi juara.

Bukan hanya itu, Arby Mamangsa juga terpilih untuk mewakili Indonesia di forum pendidikan Asia Tenggara pada 2023.

KEYWORD :

Sekolah Buangan SMP Nusantara Sorong Kurikulum Merdeka




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :