Sabtu, 18/05/2024 14:35 WIB

Kemenkes Jadikan PKMK Cara Cegah dan Atasi Stunting

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjadikan Pangan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) sebagai upaya mencegah dan mengatasi stunting

Gedung Kementerian Kesehatan RI (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menjadikan Pangan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) sebagai upaya mencegah dan mengatasi stunting, terutama pada anak-anak dengan risiko stunting.

Strategi pencapaian tujuan ini adalah dengan memberikan tata laksana nutrisi yang sesuai dengan langkah-langkah asuhan nutrisi pediatrik, yang mencakup penilaian, penentuan kebutuhan nutrisi, penentuan cara/rute pemberian, pemilihan jenis makanan, dan pemantauan.

Tata laksana stunting juga melibatkan tata laksana medis, non-nutrisi, perbaikan kualitas tidur, dan aktivitas fisik. Pemberian makanan untuk stunting harus memperhatikan komposisi yang seimbang, dengan penekanan pada sumber protein hewani.

Pada dasarnya, penurunan angka prevalensi stunting ini mencerminkan kesuksesan pendekatan holistik yang diterapkan pemerintah Indonesia dalam penanganan stunting.

Ini mencakup pemberian PKMK di rumah sakit, yang menjamin nutrisi berkualitas tinggi dengan kontrol kualitas yang ketat, serta pemantauan kesehatan yang lebih intensif.

Namun, saat perhatian intensif pemerintah berfokus pada upaya pencegahan stunting, peran PKMK dalam pemulihan anak-anak yang telah mencapai tahap gizi buruk bahkan stunting masih belum mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah.

Direktur Jenderal Kesehatan Kemenkes, Maria Endang Sumiwi, menyampaikan tata laksana stunting dilakukan dalam rangka edukasi dan penimbangan berkala setiap bulan, yang melibatkan gradasi hasil penimbangan dari yang tidak naik berat badannya hingga mencapai tingkat gizi buruk.

Program Pemberian Makanan Tambahan (PMT) lokal yang dibiayai oleh program diberikan kepada anak-anak yang berat badannya tidak naik sampai dengan gizi kurang.

"Untuk anak-anak yang telah mencapai tingkat stunting, pemberian PKMK disarankan, namun pemberian PKMK ini harus dilakukan oleh spesialis anak di rumah sakit dan saat ini pembiayaannya masih bersifat mandiri," jelas Endang dalam RDP dengan Komisi IX DPR RI beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, L. Rizka Andalucia, mengatakan terkait pengadaan Obat Program Rujuk Balik (PRB) atau bukan, itu tergantung pada Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).

Tetapi untuk dapat dimasukkan dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sebagaimana obat-obatan yang digunakan juga harus dicantumkan dalam Formularium Nasional (Fornas).

"Dalam Fornas kami melakukan kajian, apakah memang ini bisa digunakan atau layak dimasukkan untuk penanganan beberapa penyakit-penyakit. Untuk PKMK sendiri adalah pangan olahan untuk keperluan medis khusus yang persyaratannya harus diberikan berdasarkan rekomendasi atau assessment dari dokter spesialis anak," imbuh Rizka.

Rizka menyebut hal ini memang merupakan pangan medis khusus dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pun telah mengajukan beberapa jenis PKMK untuk beberapa indikasi seperti kelainan metabolik, gangguan malabsorbsi, gizi buruk dan gizi kurang, serta gagal tumbuh.

"PKMK ini sudah kami bahas di Fornas yang akan difinalisasi dalam waktu dekat. Termasuk diantaranya adalah pencantuman PKMK ini," ujar Rizka.

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Heryawan mengatakan penurunan angka stunting yang sudah menjadi prioritas nasional namun pembiayaan anak yang sudah terkena stunting tidak ditanggung oleh pemerintah.

"Kalau kemudian jadi prioritas nasional, gimana caranya menurunkan stunting jika kemudian dikatakan bahwa stunting tidak ditanggung pemerintah dan hanya mengintervensi melalui upaya pencegahan. PKMK juga menjadi salah satu cara untuk menurunkan stunting. Namun dengan tidak adanya jaminan dari pemerintah lewat Peraturan Kementerian Kesehatan untuk pemenuhan janji bahwa PKMK diyakini dapat menurunkan stunting," jelas dia.

Widya Leksmanawati Habibie selaku Direktur Eksekutif Habibie Institute Public Policy and Governance (HIPPG) menuturkaan, dukungan untuk upaya mendorong pemerintah agar segera mengakselerasi penetapan kebijakan yang mendukung intervensi gizi spesifik. Hal ini sebagai langkah penting dalam percepatan pencegahan stunting guna mencapai target nasional yang menetapkan tingkat stunting sebesar 14 persen pada 2024.

"Dengan upaya ini, pemerintah dapat memastikan bahwa anak-anak di seluruh negeri mendapatkan akses yang setara ke intervensi gizi spesifik, membantu mereka tumbuh sehat dan mencapai potensi mereka sepenuhnya," kata Widya.

Lebih lanjut Widya menjelaskan bahwa pemerintah juga dapat bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mendukung penurunan stunting. Baginya, dengan melibatkan semua pemangku kepentingan dalam upaya ini akan meningkatkan peluang kesuksesan dalam memerangi stunting.

"Langkah ini akan membantu menciptakan masa depan yang lebih sehat dan sejahtera bagi anak-anak Indonesia, sekaligus membantu mencapai target nasional untuk mengurangi tingkat stunting," tutup dia.

KEYWORD :

Kemenkes Stunting PKMK Tata Laksana Nutrisi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :