Senin, 29/04/2024 02:08 WIB

Eks Kepala BPJN IX Divonis Enam Tahun Bui

Vonis itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK, 9 tahun penjara dan membayar denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

Ilustrasi Penjara

Jakarta - Majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta menjatuhkan hukuman enam tahun penjara atau bui dan denda Rp 800 juta subsider 6 bulan kurungan terhadap mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary.

Vonis itu diberikan lantaran majelis hakim menilai Amran telah terbukti secara sah dan meyakinkan terlibat dalam kasus dugaan suap pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Perbuatan Amran dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

"Menyatakan terdakwa telah terbukti sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana oleh karena itu terhadap terdakwa dengan pidana selama 6 tahun dan denda sebesar Rp 800 juta subsider 4 bulan kurungan," ucap Ketua Majelis Hakim Fashal Hendri saat membacakan amar putusan terdakwa Amran dalam persidangan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (12/4/2017).

Terkait pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara, hakim meyakini uang suap dari sejumlah rekanan diberikan kepada sejumlah anggota Komisi V DPR. Adapun rinciannya uang dari rekanan yakni; Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir sejumlah Rp 7,275 miliar dan SGD 1,143,846; Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng sebesar Rp 4,980 miliar; Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group), Hong Artha John Alfred, sebesar Rp 500 juta.

Selain itu, Komisaris PT Papua Putra Mandiri, Henock Setiawan alias Rino sejumlah Rp 500 juta; dan dari Direktur CV Putra Mandiri, Charles Franz alias Carlos sejumlah Rp 600 juta. Sementara sejumlah anggota Komisi V DPR yang dinilai terbukti menerima suap yakni, anggota Komisi V DPR dari Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti menerima 328.000 dollar Singapura. Penerimaan itu terkait proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp 41 miliar.

Budi Supriyanto menerima sebesar 404.000 dollar Singapura di Foodcourt Pasaraya Melawai, Jakarta Selatan melalui dua staf Damayanti, Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.  Kemudian, anggota Komisi V dari Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Taufan Tiro menerima suap secara bertahap, yakni Rp 2 miliar yang dikonversi dalam mata uang dollar Singapura atau sekira 206.718 dollar Singapura; Rp 200 juta pada 12 November; 205.128 dollar Singapura pada 19 November; dan Rp 500 juta pada 1 Desember 2015. Penerimaan uang itu merupakan fee dari program aspirasi Rp 100 miliar untuk pembangunan dan rekonsruksi Jalan Wayabula-Sofi.

Sementara itu, anggota Komisi V fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Musa Zainuddin dinilai terbukti menerima Rp 3,8 miliar dan 328.337 dollar Singapura. Uang itu terkait fee dari program aspirasi senilai Rp 250 miliar.

"Terdakwa menyadari dapat mengupayakan agar program aspirasi Komisi V DPR dialokasikan ke Maluku, agar dikerjakan para rekanan. Terdakwa juga ikut menentukan fee. Perbuatan tersebut merupakan kesengajaan dalam jabatannya," kata anggota majelis hakim.

Dalam putusannya, Amran juga dinilai terbukti memberikan uang suap kepada sejumlah pejabat Kementerian PUPR. Suap tersebut berupa tunjangan hari raya dan dana suksesi pencalonan dirinya sebagai Kepala BPJN IX. Ia juga terbukti menyuap Sekretaris Jenderal Kementerian PUPR Taufik Widjojono sebesar 10.000 dollar AS. Uang juga diberikan kepada sejumlah direktur dan pejabat di Direktorat Jenderal Bina Marga.

Dalam menjatuhkan hukuman, majelis mempertimbangan hal memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Amran dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi dan tidak berterus terang atas perbuatan yang dilakukannya. "Terdakwa berlaku sopan selama persidangan, terdakwa belum pernah dihukum," kata hakim menerangkan hal-hal yang meringankan.

Vonis itu sendiri lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK. Sebelumnya Amran dintuntut 9 tahun penjara dan membayar denda sejumlah Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan oleh jaksa KPK.

Merespon vonis itu, Amran melalui kuasa hukumnya Hendra Karianga menyatakan menerima. Sementara jaksa KPK menyatakan pikir-pikir atas vonis tersebut. Dengan begitu, perkara yang menjerat Amran belum berkekuatan hukum tetap. "Pikir-pikir yang mulia," kata Jaksa KPK.

KEYWORD :

DPR KPK Amran Mustary korupsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :