Selasa, 14/05/2024 12:51 WIB

Para Importir Keberatan Rencana Perpanjangan Safeguard

Perlindungan yang berlebihan terhadap produk lokal justru berpotensi membuat industri nasional menjadi `malas` dan hanya memanfaatkan kesempatan tanpa berupaya untuk berkembang.

Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt. Subandi. Foto: alfi/jurnas

JAKARTA, Jurnas.com - Kalangan importir menolak perpanjangan kebijakan tindakan pengamanan perdagangan (safeguard) di Indonesia dan sekaligus meminta pemerintah RI segera mengumumkan produk apa saja yang akan terkena jika perpanjangan safe guard dilakukan termasuk tambahan bea masuknya.

Hal tersebut disampaikan Ketua Umum BPP Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Capt. Subandi kepada jurnas.com, Rabu (19/7/2023), menanggapi rencana perpanjangan kebijakan safeguard oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan.

Dia mengemukakan, perlindungan yang berlebihan terhadap produk lokal justru berpotensi membuat industri nasional menjadi `malas` dan hanya memanfaatkan kesempatan tanpa berupaya untuk berkembang. Bahkan justru nantinya, kalau tidak ada kompetitor harga produk lokal juga jadi mahal dan bisa menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan kreatifitas.

"Karenannya, menurut GINSI untuk melindungi industri dan produk dalam negeri justru Lebih baik dengan aturan larangan dan prmbatasan (lartas) terhadap produk impor yang hendak masuk, dan tidak perlu melalui perpanjangan safe guard," tegas Capt Bandi.

Sebelumnya, dalam kesempatan public hearing yang dilakukan Kemendag, menyebutkan bahwa tindakan safeguard adalah bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dari dampak negatif dari meningkatnya impor barang-barang tertentu.

Namun, para pelaku usaha berpandangan bahwa tindakan safeguard yang diberlakukan harus sesuai dengan perjanjian perdagangan internasional yang telah ditandatangani oleh Indonesia, seperti perjanjian World Trade Organization (WTO) dan perjanjian perdagangan lainnya.

Oleh sebab itu, pelaku usaha meminta Kementerian Perdagangan harus memastikan bahwa tindakan safeguard yang diterapkan tidak melanggar komitmen perdagangan internasional yang telah diikuti oleh Indonesia.

Dari hasil public hearing itu terungkap, berikut dampak negatif adanya perpanjangan kebijakan tindakan pengamanan perdagangan: Pertama, kebijakan safeguard dapat mengakibatkan peningkatan harga barang impor yang terkena tindakan tersebut. Hal ini dapat mengurangi daya beli konsumen dan menimbulkan inflasi di pasar domestik.

Kedua, tindakan safeguard dapat membatasi akses pasar bagi produsen asing. Hal ini dapat menyebabkan penurunan daya saing produk dalam negeri karena kurangnya persaingan. Produsen domestik juga mungkin menjadi terlalu bergantung pada pasar lokal, tanpa terdorong untuk memperbaiki kualitas atau menekan biaya produksi.

Ketiga, negara-negara lain dapat merespon kebijakan safeguard dengan menerapkan kebijakan serupa terhadap barang-barang ekspor Indonesia. Hal ini dapat mengurangi peluang ekspor dan memengaruhi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.

Keempat, dengan adanya pengamanan perdagangan yang melindungi produsen domestik, tidak ada tekanan untuk terus berinovasi atau mengadopsi teknologi baru. Akibatnya, potensi peningkatan efisiensi dan kualitas terhambat.

Kelima, kebijakan safeguard yang terlalu sering atau berkepanjangan bisa menyebabkan isolasi ekonomi dan kemunduran dalam integrasi ekonomi global. Hal ini dapat mengurangi potensi kerjasama dan pertukaran dagang dengan negara-negara lain.

Keenam, dalam jangka panjang, perpanjangan kebijakan safeguard dapat menciptakan ketidakpastian bagi para pelaku bisnis, baik dalam negeri maupun luar negeri. Ketidakpastian ini dapat menghambat investasi dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

KEYWORD :

Importir GINSI Safeguard




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :