Minggu, 28/04/2024 23:29 WIB

HITI: Kebijakan Publik Biosaka Harus Berdasarkan Kajian Ilmiah

Ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi, serta tidak mengurangi kebutuhan pupuk 50 persen hingga 90 persen.

Hamparan sawah (Foto: Humas Balitbangtan)

JAKARTA, Jurnas.com - Akademisi dan praktisi bidang pertanian yang tergabung pada Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) merekomendasi `kebijakan publik Biosaka harus berdasarkan kajian ilmiah` mengingat hasil penelitian menunjukkan Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi.

Rekomendasi tersebut mengemuka pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar HITI bertajuk `Sharing Pemanfaatan Biosaka untuk Tanaman Padi Sawah` secara daring, Jakarta, Senin (29/5).

Hasil penelitian Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk (BPSI Tanah dan Pupuk) Kementerian Pertanian (Kementan) menunjukkan ternyata Biosaka tidak berpengaruh terhadap produksi padi, serta tidak mengurangi kebutuhan pupuk 50 persen hingga 90 persen.

Oleh karena itu, HITI meminta kepada seluruh Komisariat Daerah (Komda) untuk dapat melakukan pengamatan terhadap daerah yang telah menerapkan Biosaka dalam kegiatan budidaya pertanian.

HITI juga meminta kepada seluruh Komda untuk melaksanakan penelitian dan pengujian terkait efektivitas Biosaka dan suplemen lainnya pada kegiatan budidaya pertanian.

Kegiatan FGD sejalan arahan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo bahwa peningkatan produksi pertanian merupakan bentuk akselerasi menghadapi tantangan global.

"Untuk terus memperkuat stok pangan khususnya beras yang merupakan kebutuhan pokok dalam negeri, bahkan dibutuhkan di seluruh dunia," kata dia.

Sebagaimana diketahui, Biosaka adalah local knowledge hasil temuan atau invensi praktisi pertanian bernama Muhammad Anshar, warga Desa Wates, Kecamatan Wates, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.

Biosaka adalah cairan yang dibuat dari pucuk-pucuk daun atau rumput-rumputan sehat dan utuh tidak dimakan serangga yang diremas dalam air dengan takaran dan waktu tertentu.

Kepala BPSI Tanah dan Pupuk, Ladiyani Retno Widowati, yang hadir memberikan materi pada kegiatan ini mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan pengujian terkait penggunaan Biosaka di Blitar dengan tanaman indikator padi.

"Pengujian tersebut telah dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan Permentan No 1 Tahun 2019," katanya.

Hasil uji laboratorium pada ramuan Biosaka menunjukkan bahwa kandungan hara makro-mikro adalah sangat rendah, sehingga tidak dapat disebut sebagai pupuk/pestisida. "Biosaka mengandung ZPT atau zat pengatur tumbuh dengan kadar cukup tinggi," katanya.

Memperhatikan spesifikasi Biosaka dan respon tanaman akibat aplikasinya, kata Ladiyani, cairan Biosaka dikategorikan sebagai elisitor yang berhubungan dengan imunitas tanaman terhadap Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan kemampuan untuk tumbuh dalam ekosistem tertentu.

Ladiyani menambahkan bahwa hasil pengujian BPSI Tanah dan Pupuk juga menunjukkan bahwa dengan pertimbangan efisiensi maka penggunaan pupuk NPK dapat dikurangi 25 persen asal ditambahkan pupuk organik, pupuk hayati, dan pembenah tanah.

Akademisi IPB University, Arif Hartono mengakui terdapat beberapa klaim bahwa penggunaan cairan Biosaka dapat mengurangi penggunaan pupuk hingga 100 persen. Hal ini menjadi perhatian khusus terkait keseimbangan hara dan kesinambungan daya dukung lahan dalam menyediakan hara bagi tanaman.

"Agar tidak terjadi pengurasan hara, maka penggunaan cairan Biosaka bersifat sebagai komponen pelengkap," kata Arif.

Komponen utama budidaya tanaman, katanya lagi, meliputi pupuk anorganik, organik, dan hayati yang harus ditambahkan dalam jumlah yang sesuai dengan kondisi status hara tanah, kebutuhan tanaman, dan juga target produksi.

Sebagai informasi, FGD digelar oleh HITI merespons banyaknya pertanyaan dari petani, penyuluh, serta stakeholder pertanian lainnya terkait efektivitas penggunaan biosaka.

KEYWORD :

HITI Biosaka Pupuk Organik Ladiyani Retno Widowati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :