Minggu, 28/04/2024 01:26 WIB

DPR Akan Minta Penjelasan Menteri ESDM Soal Izin Ekspor Tembaga Freeport

Jadi, memanjakan Freeport berarti Pemerintah bersikap diskriminatif terhadap komoditas lain, yang nyata-nyata patuh pada UU.  Ini kan contoh aneh bagi penerapan good goverrnance.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif. (Dokumentasi Kementerian ESDM)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menegaskan, Peraturan Menteri (Permen) terkait perpanjangan izin ekspor tembaga PT. Freeport melanggar tata aturan hukum bernegara. Karenanya, DPR segera memanggil Menteri ESDM, Arifin Tasrif untuk menjelaskan kebijakan tersebut.

"Sikap Pemerintah yang menerbitkan Permen Menteri ESDM untuk menabrak UU Minerba demi memuluskan ekspor konsentrat tembaga ibarat pepatah “sepatu kesempitan kaki yang dipotong” atau ibarat “buruk rupa, cermin dipecahkan”. Pasalnya UU diralat dengan Permen. Harusnya UU itu diubah dengan UU juga.  Masak Pemerintah manut saja didikte oleh Freeport dan rela menentang amanat UU. Ini kan kebangetan," tegas dia kepada wartawan, Kamis (11/5).

Wakil Ketua Fraksi PKS ini menjelaskan, dalam berbagai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VII DPR RI berkali-kali mengingatkan mitra terkait soal pelanggaran ini. Namun para mitra tidak mau mendengar. Karena itu DPR akan segera memanggil Menteri ESDM untuk mengkonfirmasi rencana penerbitan Peraturan Menteri ini.

"Jangan sampai kita diledek masyarakat dengan sindiran bahwa “UU dibuat memang untuk dilanggar”. Ini kan preseden buruk bagi ketertiban hukum ketatanegaraan kita. Sebab, sesuai konstitusi, kita adalah Negara Hukum bukan negara kekuasaan," jelas Mulyanto.

Apalagi, kata Mulyanto, Pemerintah mengakui sudah dinego oleh Freeport, begitu pula Freeport juga mengakui telah menego Pemerintah untuk pelanggaran UU Minerba ini.

"Alasan force majeur pandemi Covid-19, sehingga Freeport tidak dapat menyelesaikan kewajiban pembangunan smelter, sulit diterima. Sebab, sudah sejak tahun 2014 Freport ogah-ogahan melaksanakan program hilirisasi untuk membangun smelter dan lebih dari delapan kali minta relaksasi ekspor konsentrat tembaga mereka,” katanya.

Alasannya sederhana, secara keuangan bagi perusahaan, lebih menguntungkan mengekspor tembaga mentah ketimbang membangun smelter, yang berbiaya mahal. Padahal komoditas lain seperti nikel, bauksit dan timah patuh pada amanat UU Minerba tersebut.

“Jadi, memanjakan Freeport berarti Pemerintah bersikap diskriminatif terhadap komoditas lain, yang nyata-nyata patuh pada UU.  Ini kan contoh aneh bagi penerapan good goverrnance," tandas Mulyanto.

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII Mulyanto PKS Freeport Menteri ESDM UU Minerba




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :