Minggu, 28/04/2024 01:56 WIB

Bacakan Pleidoi, Surya Darmadi Merasa Dikriminalisasi

Surya Darmadi merasa diperlakukan tidak adil dan didiskriminasi. Dia memohon kepada Majelis Hakim agar mendapatkan keadilan dalam perkara ini.

Terdakwa Pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng (Foto: Antara)

Jakarta, Jurnas.com - Pemilik PT Duta Palma Group Surya Darmadi mengaku kebingungan dengan tindak pidana yang ditudingkan kepadanya. Dia menyatakan, apa yang ditudingkan tidak pernah dilakukannya.

Tak ada satu pun bukti yang bisa ditunjukan oleh jaksa penuntut umum (JPU) membenarkan tudingan bahwa Surya Darmadi melakukan pidana korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dan tindak pidana pencucian uang dalam (TPPU) .

Surya Darmadi merasa diperlakukan tidak adil dan didiskriminasi. Dia memohon kepada Majelis Hakim agar mendapatkan keadilan dalam perkara ini.

Sebab, dia mengatakan bahwa empat perusahaan yang dipermasalahkan perizinannya oleh Kejagung sama substansinya dengan 1192 perusahaan lainnya.

Hal itu disampaikan Surya Darmadi dalam nota pembelaan atau pleidoi pribadinya setelah dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi terkait alih fungsi lahan di daerah Inhu, Riau.

“Saya merasa kaget tiba-tiba diekspos media sekitar bulan Juli 2022, tanpa saya mengetahui duduk masalah sebenernya dikatakan saya mega koruptor, merugikan negara sebesar Rp 104 triliun dengan alasan saya melakukan usaha dan memasuki kawasan hutan secara ilegal yaitu di kabupaten Indragiri Hulu,” kata Surya Darmadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (16/2/2023).

Surya Darmadi mengaku tidak memahami bagaimana Kejaksaan Agung (Kejagung) bisa menilai bahwa lima perusahaan yang dikelolanya mendapatkan keuntungan dari pengelolaan lahan tersebut sebesar Rp 7,2 triliun per tahun.

Sementara itu, perusahaan miliknya yang tidak menggunakan izin hak guna bangunan (HGU) hanya memperoleh keuntungan sebesar Rp 210 miliar per tahun. Atas hal itu, Surya mengaku kaget.

“Yang lebih mencengangkan dan tidak masuk akal pihak Kejaksaan dalam breaking news menyampaikan kelima perusahan tersebut dikatakan mendapat keuntungan Rp 600 miliar per bulan dan per tahun Rp 7,2 triliun dengan demikian dalam satu hari Rp 24 miliar termasuk hari Minggu dan di transfer ke luar negeri dengan tujuan TPPU,” papar Surya.

“Sementara selama persidangan tidak ada satu bukti pun yang dapat mendukung, dapat dibuktikan jaksa penuntut umum! padahal keuntungan laba perusahan saya non HGU hanya Rp 210 miliar,” terang dia.

Surya Darmadi menyesalkan pernyataan jaksa yang menyebut bahwa kelima perusahaannya tidak memiliki izin sama sekali. Padahal, klaim dia, 5 perusahaan miliknya telah memperoleh perizinan yang lengkap, sah, dan tidak pernah dibatalkan.

“Saya duduk menjadi terdakwa seperti mimpi di siang bolong yang tidak pernah saya bayangkan akan menimpa hidup saya, sementara di luar sana, orang tahu bahwa saya adalah penguasa yang tidak pernah bermasalah dengan hukum dan perusahaan yang saya kelola khusus perkebunan termasuk salah satu yang terbaik di Indonesia,” ucap Surya Darmadi.

“Pada saat perkara ini terkena pada diri saya, dari awal saya bertanya salah saya? karena kebun yang perusahaan saya kelola sudah berjalan kurang lebih 26 tahun, tidak pernah ada masalah, tidak pernah diberikan teguran, apalagi surat dokumen yang saya miliki, tidak pernah dinyatakan cacat dan dibatalkan,” tuturnya melanjutkan.

Padahal, kata Surya, perusahaannya yakni PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Suberida Subur dan PT Palma Satu telah terdaftar di Surat Keputusan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 531 Tanggal 30 Agustus 2021, Tentang Data Informasi Kegiatan Usaha Yang Telah Terbangun di Dalam Kawasan Hutan yang Tidak Memiliki Perizinan di Bidang Kehutanan Tahap II.

Surya Darmadi mengaku bingung di mana letak kesalahannya sehingga dipermasalahkan oleh Kejagung. Terlebih, perkebunan yang ia kelola sudah berjalan kurang-lebih 26 tahun dan tidak pernah bermasalah. "Pada saat perkara ini terkena pada diri saya, dari awal saya bertanya, di mana salah saya?," kata Surya dengan heran.

Padahal, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja. Di mana, UU itu menyatakan bahwa penyelesaian keterlanjuran kegiatan di kawasan hutan telah diatur secara jelas di Pasal 110A dan 110B.

Di mana, Pasal 110A dan 110B menyebutkan, diberikan waktu selama tiga tahun bagi perusahaan untuk menyelesaikan perizinan. Kemudian pelanggaran atas ketentuan tersebut hanya dikenakan sanksi administratif.

"Yang menjadi pertanyaan saya, apakah UU Cipta Kerja yang digagas dibuat dan diundangkan oleh Presiden dan DPR masih berlaku? Ataukah Kejaksaan yang menganggap menyatakan ini tidak mengikat kepada Kejaksaan?," kata Surya Darmadi.

Dia menyebut jika azas equality before the law berlaku di negara hukum seperti Indonesia, mengapa hanya dia yang diproses hukum. Sementara terdapat 1192 pengusaha yang substansinya sama.

Dikatakan Surya, selama ia mengelola kawasan yang saat ini dipermasalahkan, dia telah membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp93,78 miliar.

Kemudian membayar Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan) sebesar Rp621 miliar. Demikian juga fasilitas yang sudah dibangun sebesar Rp200 miliar.

"Pertanyaan saya kalau saya dianggap ilegal berusaha di lahan tersebut, mengapa negara menerima pajak-pajak yang telah saya bayarkan dan surat izin lokasi izin usaha perkebunan dan sertifikat HGU (Hak Guna Usaha) yang saya miliki tidak pernah dinyatakan cacat apalagi dinyatakan batal," kata dia.

Sementara Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menjelaskan persoalan kawasan hutan itu sudah diatur secara eksplisit di dalam Undang-Undang Ciptaker atau Omnibus Law.

Menurut dia, dalam aturan itu disebutkan, apabila ada perusahaan memasuki kawasan hutan dapag mengurus izinnya dengan kepada mereka tidak dikenakan sanksi pidana, hanya administratif dan membayar denda.

“Dengan demikian, sebetulnya kalau ini praperadilannya maju, hakim lebih bijak menilai dan menyatakan bahwa perkara ini memang tidak layak untuk diproses secara pidana. Namun sebagaimana SD katakan tadi, bahwa lawyernya dan direkturnya dipaksa untuk mencabut agar proses apa yang mereka maksudkan, praperadilan itu tidak dilanjutkan. Itu yang disampaikan SD dalam pembelaannya,” jelas Juniver.

Untuk diketahui, Surya Darmadi dituntut pidana penjara seumur hidup dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa meminta majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat menyatakan bahwa Surya Darmadi bersama mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir terbukti melakukan korupsi.

Dalam tuntutannya, jaksa menilai Surya Darmadi terbukti melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan lahan yang menimbulkan kerugian negara Rp 4,7 triliun dan 7,8 juta dollar Amerika Serikat  dan kerugian perekonomian negara sekitar Rp 73,9 triliun lebih.

KEYWORD :

Surya Darmadi Duta Palma Group Korupsi UU Cipta Kerja




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :