Kamis, 02/05/2024 15:35 WIB

Laporan Dugaan Mafia Tanah Tak Ditindaklanjuti, Denny Indrayana Nilai KPK Lemah

KPK sudah melemah karena belum menindaklanjuti laporan tersebut.

Denny Indrayana. (Foto:Gery/Jurnas)

Jakarta, Jurnas.com - Senior Partner Integrity Law Firm Denny Indrayana mempertanyakan tindak lanjut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap laporan dugaan korupsi penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Menurut mantan wakil menteri hukum dan HAM (Wamenkumham) itu KPK sudah melemah karena belum menindaklanjuti laporan tersebut.

"Secara normatif itu bisa dibantah, tetapi saya punya pengalaman, saya tahu, laporan kami terkait satu perkara pengambilan lahan (negara) 8 ribu hektar lebih di Kalimantan Selatan, sangat jelas, bukti-buktinya lengkap, sudah setahun tidak ada proses apa-apa," ujar Denny saat ditemui Tamarin Hotel, Menteng, Jakarta, Kamis (2/2/2023).

Menurut Denny, KPK saat ini mudah dipolitisir serta lebih mudah diintervensi. Sebab, laporannya terkait dugaan korupsi di Kota Baru tidak ditindaklanjuti

"Itu menunjukkan memang KPK-nya sudah tidak lagi sekuat, tak sebertaring dulu pada saat UU-nya belum dilumpuhkan," tandas Denny.

Sebelumnya, perkumpulan Sawit Watch melaporkan PT MSAM ke KPK pada Selasa, 18 Januari 2022 lalu dan melaporkan Direksi PT Inhutani II serta Direksi PT MSAM.

Lapiran itu dilakukan lantaran adanya dugaan praktik korupsi di areal kerja Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT Inhutani II Unit Pulau Laut, Kalimantan Selatan.

Terpisah Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo membenarkan bahwa laporan atas PT MSAM ke KPK hingga saat ini belum ditindaklanjuti.

Padahal kata dia, dalam pelaporan tersebut pihaknya sudah menyerahkan sejumlah bukti dugaan korupsi ke KPK atas kasus penyalahgunaan pemanfaatan lahan Inhutani II di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

"PT MSAM ini menggunakan tanah negara sekitar seluas 8.610 hektare dimana tanah ini sebenarnya hasil kerja sama perusahaan BUMN milik negara berupa Inhutani 2 di Pulau Laut, Kalsel, memang sebebarnya kerja sama  BUMN dengan satu perusahaan sawit tidak diperbolehkan secara UU, kecuali ada izin dari pemberi izin yakni menteri ini yang kita sangka, kita duga ada indikasi tindak pidana korupsi berupa kerugian negara," katanya.

Menurutnya, hingga ini kasus tersebut belum ada perkembangan yang signifikan.

"Pada awal kami datang kita dipanggil untuk dimintai keterangan lebih lanjut, bulan berikutnya kami datang. Mulai lagi dari awal kasus ini, sehabis itu sepertinya stagnan. Sesuatu hal tidak tahu, kami tidak puas melihat kasus ini ya tadi masa hampir satu tahun lebih tidak ada hal yang signifikan," katanya.

Dia pun berharap agar KPK segera menindaklanjuti laporan tersebut untuk mengetahui  apakah ada tindak pidana dalam kasus hilangnya hutan negara seluas 8 ribuan lebih di Kalsel.

"Harapannya ditindaklanjuti kasus ini, sehingga kita bisa membuktikan ada atau tidak, benar tidak dugaan kita, tindak pidana korupsi merugikan negara itu benar atau tidak. Karena faktanya kita lihat sawitnya sudah tumbuh, sawitnya sudah menghasilkan," ujarnya.

Dalam kasus laporan ini, PT Inhutani II merupakan pemegang Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.193/MENHUT-II/2006 (SK 193/2006) dengan areal kerja pemanfaatan hutan seluas lebih 40.950 ha di Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Sawit Watch menduga kerja sama tersebut tidak sesuai dengan SK 193/2006, sebab kawasan hutan PT Inhutani II digunakan sebagai perkebunan sawit tanpa memperoleh persetujuan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Penerbitan HGU kepada PT MSAM yang merupakan perusahaan milik Haji Isam, diduga menyebabkan hilangnya hutan negara seluas sekira 8.610 hektare. Padahal dahulu dimanfaatkan oleh PT Inhutani II.

Terpisah, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, pihaknya masih melakukan pengecekan atas bukti tambahan Sawit Watch tersebut. “Kami cek dulu,” tegas Ali menandaskan.

KEYWORD :

Mafia Tanah Kalimantan Selatan Denny Indrayana PT MSAM




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :