Jum'at, 26/04/2024 20:54 WIB

Jaga Lingkungan, Rima Ginanjar: Kontribusi Emisi Karbon dari Bangunan Sebanyak 40 Persen

Rima Ginanjar konsern dalam menyikapi pembangunan gedung-gedung demi mencegah emisi karbon untuk menjaga lingkungan.

CEO of Rima Ginanjar Architects, Rima Ginanjar. (Foto: Jurnas/Ist).

Jakarta, Junas.com- Tren bangunan gedung ramah lingkungan berkelanjutan semakin familar di dunia konstruksi Indonesia. Kesadaran pembangunan berkelanjutan untuk menjaga ekosistem lingkungan dengan jejak karbon minimum menjadi komitmen pemerintah di berbagai negara.

Perserikatan Bangsa-Bangsa, melalui Komisi Brundtland pada tahun 1987 mendefiniskan pembangunan berkelanjutan sebagai “pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini dengan tidak mengganggu kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhannya” (1). Lalu, bagaimana penerapannya di Indonesia? CEO of Rima Ginanjar Architects, Rima Ginanjar, menyampaikan pandangannya bahwa arsitektur memiliki peran penting untuk menjaga ekosistem lingkungan.

"Selama ini, jejak karbon menjadi tolak ukur industri apakah ramah lingkungan atau tidak. Masyarakat secara umum melihat jejak karbon yang dihasilkan oleh industri transportasi sebagai penyumbang terbesar jejak karbon namun disisi lain dari disiplin ilmu arsitektur yang saya geluti, kontribusi emisi karbon dari gedung dan bangunan sebesar 40 persen. Tentunya ini menjadi angka yang bisa ditekan dalam konteks mengurangi jejak karbon untuk pembangunan berkelanjutan," kata Rima Ginanjar saat dihubungi pewarta, baru-baru ini.

Menyelesaikan pendidikan di jurusan Architecture, Curtin University, Australia dan magister jurusan Sustainable Environmental Design in Architecture, University of Liverpool, Inggris membuat Rima Ginanjar memiliki perspektif luas tentang green architects. Putri pendiri ESQ Group Ary Ginanjar Agustian ini mendirikan perusahan bernama ‘Rima Ginanjar Architects’ sejak 2018, bergerak dalam bidang arsitektur hijau dengan konsep ‘low carbon design’ atau desain rendah karbon yang menerapkan prinsip dan keilmuan yang digelutinya selama ini.

Kepada pewarta, Rima Ginanjar mencontohkan penggunaan bahan-bahan sisa peleburan logam dapat digunakan untuk memperkuat konstruksi bangunan. Dalam skala tertentu, limbah pengecoran logam dapat dimanfaatkan sebagai penguat struktur beton.

Tak hanya sisa pengecoran logam, bambu yang dapat menjadi pilihan konstruksi dengan zero carbon. "Dalam konteks menuju zero carbon, pemilihan bahan konstruksi yang dekat dengan lokasi pembangunan sehingga jejak karbon transportasi dan pengolahan dapat berkurang."

"Kami di perusahaan Rima Ginanjar Architects mempunyai program corporate social responsibility merenovasi rumah menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan misalnya menggunakan bambu. Bambu ini dengan pengolahan yang tepat dapat bertahan hingga lima puluh tahun," ujarnya.

Rima Ginanjar menambahkan, tentu saja seorang arsitek tidak bisa bekerja seorang diri dalam mengimplemetasikan green architects dengan konsep low carbon design. "Perlu kerjasama yang baik dengan berbagai pihak dalam rancang bangun gedung," imbuhnya.
Green Architects di Rumah Tangga.

‘Green architects’ tak hanya menjadi jargon dalam pembangunan gedung bertingkat atau pusat perbelanjaan. Menurut Rima Ginanjar, prinsip-prinsip green architects dapat pula diterapkan dalam rumah tangga.

"Pada rumah tangga contohnya, bisa dilakukan dengan mengganti pencahayaan dengan lampu LED. Menggunakan lampu LED menghemat hingga 80 persen energi listrik dan lebih tahan lama dibandingkan bola lampu tradisional," ujarnya.

Ia pun menyoroti maraknya pembangunan hunian dengan fasad yang kurang cocok dengan lingkugan tropis. Penggunaan kaca dan material besi pada rumah menurutnya memerangkap udara panas dalam rumah. Salah kaprah kedua, untuk mengatasi panas dalam rumah maka ditambahkan air conditioner (AC) yang tentu menggunakan energi listrik yang menambah pengeluaran rumah tangga.

KEYWORD :

Rima Ginanjar Emisi Karbon




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :