Jum'at, 03/05/2024 05:00 WIB

OPINI

Gerakan Panen Air, Terobosan Sektor Pertanian Menghadapi Musim Kemarau

Sebanyak 29,8 persen dari 342 zona musim di Indonesia akan mengawali musim kemarau pada bulan April 2022. Zona musim kemarau pada April 2022 itu meliputi sebagian kawasan Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

Abiyadun, Humas Kementerian Pertanian.

Oleh: Abiyadun*

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah merilis prakiraan hadirnya musim kemarau di tahun 2022 yang dapat mengancam produksi pangan. Sebanyak 29,8 persen dari 342 zona musim di Indonesia akan mengawali musim kemarau pada bulan April 2022. Zona musim kemarau pada April 2022 itu meliputi sebagian kawasan Nusa Tenggara, Bali, dan sebagian Jawa.

Di bulan Mei, musim kemarau akan melanda 22,8 persen wilayah yakni sebagian Bali, Jawa, sebagian Sumatera, sebagian Kalimantan, Maluku, dan sebagian Papua. Dan sebanyak 23,7 persen wilayah akan memasuki musim kemarau pada Juni 2022, meliputi Sumatera, sebagian Jawa, Kalimantan, Sulawesi, sebagian kecil Maluku, dan sebagian Papua. Sedangkan untuk 23,7 persen wilayah lainnya, awal musim kemarau tersebar pada Januari, Maret, Juli, Agustus, September, dan Oktober.

Prakiraan BMKG ini suka tidak suka harus disikapi serius sedini mungkin. Sebab ini adalah gong pertanda adanya ancaman nyata terhadap pembangunan pertanian ke depannya. Pemerintah perlu melakukan terobosan ataupun upaya nyata dalam mengantisipasi dan mitigasi bencana kekeringan selama kemarau agar tidak menggagalkan budidaya pertanian.

Di bawah Komando Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, rupanya Kementerian Pertanian tak menanggapi sebelah mata akan adanya hadirnya musim kemarau tersebut. Kementerian Pertanian terus melahirkan banyak inovasi terkait peningkatan produktivitas dan juga mitigasi dampak anomali iklim, khususnya kekeringan.

Mantan Gubernur Sulsel dua periode ini dalam berbagai kesempatan pun telah mengungkapkan adanya ancaman global yakni perubahan iklim ekstrem yang mengancam Indonesia tahun ini. Bersandar dari pengalamanya menjadi kepala daerah selama 25 tahun, tentu musim kemarau adalah ancaman yang tak bisa ditawar dalam sektor pertanian, sehingga harus ada cara baru yang tidak sama dengan cara-cara sebelumnya.

Untuk menjaga dan meningkatkan produksi pada di tengah musim kemarau, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo telah menjalankan program IP400. Program yang mengoptimalkan sumberdaya alam yakni air dan matahari dengan dukungan penerapan benih unggul, pupuk organik dan mekanisasi pertanian modern. Penanaman dan panen padi ditingkatkan menjadi 4 kali setahun. Ini memang terobosan luar biasa, dilakukan dengan kerja keras dan keluar dari cara-cara lama yang dimanjakan dengan input produksi dan dukungan air juga sinar matahari yang melimpah.

Selain inovasi ini, Kementerian Pertanian memiliki inovasi cerdas untuk mitigasi kekeringan akibat musim kemarau nanti. Yaitu program `Gerakan Panen Air`. Seperti diketahui salah satu persoalan klasik yang dihadapi para petani adalah ketersediaan air sehingga harus ada inovasi sederhana dan aplikatif bagi petani dalam kehidupan sehari-hari dapat menyiapkan air irigasi selain dari sumber air yang lazimnya, seperti sungai, embung dan air tanah.

Ketika musim kemarau tiba, para petani kerap diliputi permasalahan keringnya pasokan air di lahannya. Terlebih di bulan Agustus yang notabene menjadi puncak musim kemarau. Data Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menyebutkan jika sebanyak 19,9% ZOM memasuki puncak musim kemarau pada bulan Juli 2022 dan 52,9 % ZOM memasuki Puncak Musim Kemarau bulan Agustus 2022.

Beberapa langkah antisipasi dalam menghadapi musim kering pada tahun 2022, antara lain early warning system dan rutin pantau informasi BMKG, memanfaatkan aplikasi Si KATAM Terpadu, pompanisasi, perbaikan jaringan irigasi tersier/kuarter, gerakan panen air, teknologi hemat air, penggunaan benih toleran kekeringan dan penggunaan pupuk organik dan pembenah tanah untuk meningkatkan retensi air.

Dilansir Ditjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR, pemakaian air tanah mayoritas untuk domestik dan industri dengan besaran 45% dan 40%, kemudian pertanian 10% dan lainnya 5%. Apalagi saat ini terjadi peningkatan kebutuhan air yang signifikan seiring dengan pertumbuhan ekonomi dan penduduk.

Terobosan Gerakan Panen Air bisa menjadi solusi untuk mengurangi efek daripada kekeringan. Secara tidak langsung, gerakan ini sejatinya adalah bagaimana mengkapitalisasi potensi air yang merupakan sumber daya alam tak terbatas. Namun di sisi lain belum begitu optimal pemanfaatannya.

Air hujan selama ini belum termanfaatkan secara optimal. Hanya dibiarkan mengalir ke saluran-saluran drainase menuju ke sungai-sungai yang akhirnya mengalir ke laut. Jika mampu diolah dan dikelola dengan baik, air hujan tersebut akan memiliki banyak manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia, terutama untuk keberlangsungan penyediaan air, terutama di sektor pertanian.

Sejumlah daerah berhasil menerapkan konsep Panen Air ini. Semisal daerah Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah. Mereka diketahui sudah melakukan metode panen air. Di setiap genting rumah ada drum untuk menampung air hujan. Pun di Gunung Kidul, setiap bawah pohon besar ada cekungan untuk menampung air.

Bisa dibilang, khusus di Gunung Kidul ini gerakan panen air hujan ini adalah ilmu perubahan perilaku. Pasalnya pada tahun 70an dan 80an, daerah tersebut terkenal dengan istilah sapi makan sapi, namun sekarang bisa memanfaatkan air hujan yang dulu dianggap muspro menjadi bermanfaat.

Daerah lain menjadi contoh kesukesan panen air adalah Grobogan. Daerah kering ini bisa tanam dan panen padi 4 kali setahun dengan memanfaatkan air hujan.

Inilah yang kini tengah dimasifkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Menteri asal Sulawesi Selatan tersebut ingin kembali menggelorakan pentingnya mengoptimalkan sumber daya air. Utamanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan petani di masa-masa kemarau. Gerakan Panen Air ini diharapkan mampu merubah kebiasaan untuk memanfaatkan air yang ada.

Untuk sawah yang menggunakan sumur submersible misalnya, tidak kemudian langsung masuk sawah untuk tanam padi terus ke sungai dan akhirnya kelaut. Air sebaiknya diputar dahulu untuk berbagai proses produksi, terakhir baru dilepas ke tempat pembuangan. Pembiasaan inilah yang tengah coba Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo gaungkan di seantero Indonesia.

Penulis menilai gerakan panen air membantu dalam mengurangi pengambilan air tanah yang berlebihan. Pasalnya pemompaan air tanah dari sumur produksi sulit untuk dikendalikan, sehingga banyak sumur yang tidak memiliki izin dan tidak terdaftar. Kondisi ini yang akhirnya menyebabkan abstraksi air tanah berlebihan.

Gerakan panen air pun dapat mendorong pelaku usaha atau penggiat pertanian untuk menerapkan inovasi bercocok tanam yang ramah lingkungan. Seperti halnya di Blitar, ada salah seorang petani yang telah menciptakan Biosaka yaitu pupuk organik yang terbuat dari rerumputan liar. Alhasil, tanaman tidak lagi menggunakan pupuk kimia dan proses produksi cepat tinggi sehingga penggunaan air pun benar-benar efektif dan efisien.

Oleh karena itu, untuk mensuksekan gerakan panen air, sebaiknya pemerintah tidak hanya membangun infratruktur untuk menampung air. Namun demikian, dari sekarang harus masif mendorong penerapan pertanian organik juga. Semoga gerakan panen air menjadi langkah solutif untuk membantu petani menghadapi musim kemarau.

*Abiyadun Humas Kementerian Pertanian

KEYWORD :

Gerakan Panen Air Sektor Pertanian Musim Kemarau




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :