Senin, 29/04/2024 12:36 WIB

KPK Pimpinan Agus Rahadjo CS Dianggap Lemah

Kondisi ini membuat pimpinan dan pejabat itu tak terbiasa dengan SOP, kode etik, dan budaya kerja di KPK.

Abdullah Hehamahua

Jakarta -  Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jilid IV telah bekerja selama satu tahun. Namun, selama itu pimpinan KPK dibawah komando Agus Rahardjo Cs dinilai lemah dalam mengelola organisasi lembaga antirasuah itu.

Hal itu dikemukakan Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua. kata dia, lantaran ditenggarai era Agus Raharjo Cs gemar melakukan operasi tangkap tangan, sementara pimpinan KPK Jilid IV masih memiliki pekerjaan rumah berupa kasus-kasus yang menjadi warisan Pimpinan KPK sebelumnya.

Sebut saja kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II yang telah menjerat mantan Dirut PT Pelindo II, Richard Joost Lino dan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan (alkes) di Provinsi Banten yang menjerat mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah.

Abdullah mengatakan, dalam manajemen modern dikenal asas kontinyuitas. Nah, suatu perjuangan, kata Abdullah, termasuk perjuangan pemberantasan korupsi dinilai berhasil jika berkelanjutan.

"Dalam management modern, dikenal asas kontinyuitas di mana suatu perjuangan yang berhasil dimulai dari planning lalu organizing, actuating, controlling, evaluating dan kontinyuitas. Di sinilah kelemahan kepepimpinan komisioner sekarang," ungkap Abdullah saat dikonfirmasi, Kamis (22/12).

Abdullah menenggarai kelemahan atas asas kontinyuitas ini disebabkan karena persepsi Pimpinan KPK yang seluruhnya orang baru. Sehingga, lanjut Abdullah, kinerjanya mulai dari nol. Hal serupa juga dengan jabatan-jabatan strategis di bidang penindakan seperti Deputi Penindakan dan Direktur Penyidik. Dimana jabatan itu diisi orang-orang baru.

Menurut Abdullah, kondisi ini membuat pimpinan dan pejabat itu tak terbiasa dengan SOP, kode etik, dan budaya kerja di KPK. "Dalam asas kontinyuitas, disebabkan semua komisioner adalah orang baru, maka mereka seakan-akan harus mulai dari nol.

Demikian pula halnya dengan Deputi Penindakan dan Direktur Penyidikan adalah orang baru apalagi berasal dari luar sehingga tidak terbiasa dengan SOP, kode etik, dan budaya kerja yang sama sekali berbeda dengan yang ada di instansi mereka sebelum nya," terang dia.

Tidak adanya Penasihat KPK yang sudan lama kosong, diakui Abdullah, juga memperparah kondisi tersebut. Dengan tidak adanya panasihat, kata Abdullah, berakibat tidak tidak ada orang yang dapat menasihati dan mengingatkan Pimpinan KPK jika kinerjanya tidak sesuai dengan SOP, kode etik, dan budaya kerja di KPK.

"Celakanya, sekian lama  jabatan penasihat kosong sehingga tidak ada orang yang bisa menasihati bahkan memarahi komisioner atau pejabat yg tidak ikut SOP, kode etik dan budaya kerja yang ada di KPK," turut dia.

Abdullah meminta masyarakat dan pegiat antikorupsi untuk terus mengawasi kinerja KPK. Termasuk untuk menindaklanjuti kasus-kasus lama yang menjadi pekerjaan rumah Pimpinan KPK saat ini. Hal itu mengingat sampai saat ini belum adanya Penasihat KPK.

"Tugas masyarakat, untuk mengawasi dan mengingatkan KPK agar tetap berjalan di atas koridor yang ada termasuk tidak mempetieskan kasus yang menjadi perhatian publik," tandas Abdullah.

KEYWORD :

KPK Lemah Abdullah Hehamahua




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :