Selasa, 07/05/2024 16:59 WIB

Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan

Beberapa dampak perubahan iklim yang harus diwaspadai antara lain cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, kekeringan, gelombang panas, dan badai tropis.

Illustrasi, Lahan pertanian kekeringan akibat perubahan iklim (jurnas/Ist)

JAKARTA, Jurnas.com - Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) mengatakan, perubahan iklim merupakan salah satu ancaman sektor pertanian yang harus diwaspadai karena dampaknya yang signifikan.

Kepala Penelitian CIPS, Felippa Ann Amanta membeberkan beberapa dampak perubahan iklim yang harus diwaspadai antara lain cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, kekeringan, gelombang panas, dan badai tropis.

"Cuaca ekstrem dapat sangat berdampak pada sektor pertanian. Kekeringan yang ekstrem dan curah hujan yang tinggi dapat berdampak buruk pada hilangnya produktivitas tanaman," jelas Felippa dalam keteranganya diterima Jurnas.com, Minggu (13/2).

Ia mengatakan, perubahan iklim dapat mengganggu ketersediaan pangan dan mengancam ketahanan pangan.

"Secara sederhana, berkurangnya produksi akan mengakibatkan harga pangan menjadi lebih mahal. Kenaikan harga dapat berdampak pada akses, keterjangkauan dan pemanfaatan pangan," ujarnya.

Ia menyebutkan, berdasarkan data WFP 2017, tingginya harga makanan bergizi merupakan faktor terbesar yang menghalangi konsumsi rumah tangga yang lebih besar dan lebih sehat. Data sama juga menunjukkan harga makanan bergizi termurah untuk rerata rumah tangga empat orang berjumlah Rp 1.191.883 per bulan.

"Biaya tersebut lebih dari dua kali lipat rata-rata pengeluaran rumah tangga nasional untuk makanan pada September 2020 yang hanya Rp 588.773 per bulan, berdasarkan data BPS 2020," ujarnya.

Ia menjelaskan, volatilitas harga berdampak signifikan bagi ketahanan pangan Indonesia, karena konsumen dapat mengubah konsumsinya untuk merespons kenaikan harga.

"Ketika menghadapi kenaikan harga, konsumen mengurangi konsumsi makanan bergizi atau bahkan jumlah keseluruhan makanan mereka," ujarnya.

Penelitian CIPS tentang dampak tingginya harga pangan bagi penerima bantuan sembako menemukan, penerima bantuan lebih memprioritaskan beras daripada telur ketika menghadapi kenaikan harga dan akan lebih memilih untuk meningkatkan konsumsi mie instan.

Karena itu, lanjut Felippa, masa depan sistem pangan bergantung pada kemampuan untuk beradaptasi dan menciptakan sistem pangan yang tangguh. Menciptakan sistem pangan yang tangguh untuk beradaptasi dengan dampak perubahan iklim harus menjadi prioritas utama bagi Indonesia.

Perdagangan terbuka dapat menjadi solusi untuk beradaptasi dengan ancaman perubahan iklim yang sangat mungkin meningkat di masa depan. Perdagangan dapat membantu mendiversifikasi sumber pangan dalam periode pemulihan dari guncangan dan hal tersebut membuat sistem pangan lebih tangguh.

Sistem pangan harus mampu menyediakan pangan yang cukup dan terjangkau bagi penduduknya bahkan pada saat gagal panen atau terjadi bencana. Perdagangan terbuka dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan fleksibilitas sistem pangan terhadap perubahan iklim.

Perdagangan dapat membuat sistem pangan menjadi tangguh dengan lalu lintas barang dan jasa yang vital dalam masa pemulihan ekonomi. Keterbukaan perdagangan dapat meningkatkan akses suatu negara ke pasar dunia dan meningkatkan kemampuan sistem pangan untuk beradaptasi.

"Masa depan sistem pangan Indonesia, salah satunya, bergantung pada ketahanannya dalam beradaptasi dengan perubahan iklim. Namun, seiring berkembangnya krisis iklim, dampak fenomena cuaca alam mungkin akan semakin besar. Sistem pangan yang tangguh harus mampu beradaptasi dengan ketidakpastian yang ditimbulkan oleh perubahan iklim," tandasnya.

KEYWORD :

CIPS perubahan iklim ketahanan pangan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :