Jum'at, 26/04/2024 20:42 WIB

Pakar Hukum: Pernyataan Hillary Menarik Jadi Diskursus Konstitusi

Hillary melihat presiden dan juga anggota dewan memiliki kedudukan yang sama sehingga memiliki hak yang sama pula untuk melakukan karantina secara mandiri.

Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis (kanan).

JAKARTA, Jurnas.com - Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis merespons pernyataan anggota Komisi I DPR Hillary Brigitta Lasut bahwa presiden dan juga anggota Dewan memiliki kedudukan yang sama.

“Sebagai politikus, normal saja dia (Hillary) berwacana seperti itu. Sebagai sebuah diskursus, tidak ada alasan untuk menyalahkan Hillary,” kata Margarito Kamis di Jakarta, Senin (20/12/2021).

Sebelumnya, Hillary menilai tak ada yang salah apabila anggota Komisi VII DPR sekaligus artis Mulan Jameela melakukan karantina mandiri di rumah setelah tiba dari luar negeri.

Hillary melihat presiden dan juga anggota dewan memiliki kedudukan yang sama sehingga memiliki hak yang sama pula untuk melakukan karantina secara mandiri.

Menurut Margarito, pernyataan Hillary menarik menjadi diskursus dari aspek konstitusi.

DPR, kata Margarito, harus menjadi pernyataan Hillary sebagai pintu masuk untuk mendiskusikan UU yang mengatur tentang lembaga kepresidenan agar hak-hak presiden dapat didefinisikan di dalam UU itu.

“Sebab, selama ini tidak ada UU kepresidenan,” kata Margarito.

Margarito menilai pada level tertentu hak presiden tidak diatur dalam konstitusi. Hal ini berbeda dengan DPR.

Pada bagian tertentu, menurut Margarito, anggota DPR tidak bisa digugat karena mempunyai hak imunitas dalam menjalankan fungginya sebagai anggota DPR.

“Memang dalam ilmu konstitusi, kendati kewenangan Presiden tidak didefinisikan di dalam konstitusi, tetapi dari waktu ke waktu, dalam sejarah konstitusi menunjukkan bahwa presiden itu mendapatkan kekuasaan lain yang tidak diatur dalam konstitusi atau UU,” ujar Margarito.

Bahkan, kata Margarito, presiden dalam ilmu konstitusi disebut memiliki presidential privilege.

“Yang itu semua tidak berasal teks konstitusi tetapi tafsir presiden atas apa yang disebut dalam presidential privilege,” tegas Margarito.

Margarito juga mengingatkan bahwa banyak hak dan kewenangan presiden hanya dapat digunakan atau efektif bekerja setelah mendapatkan persetujuan atau pertimbangan DPR.

“Memang di mana-mana presiden berkantor di kantor kepresidenan. Di Indonesia, Istana Negara. Di situlah dia berkantor dan di siitu pula dia tinggal menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dan administrasi,” ujar Margarito.

“Praktis, kantor presiden itu di Istana Negara dan di situ pula rumahnya.”

Oleh karena itu, menurut Margarito, soal-soal seperti ini sangat tergantung bagaimana DPR dan presiden membuat kebijakan politik.

“Taruhlah mereka membuat kebijakan bahwa isolasi/karantina harus ada di rumah presiden terpisah dari istana, bisa saja dibuat. Perihal anggota DPR karantina harus di tempat yang ditentukan begitu, dan presiden dan karantina di Istana, yaitu konsekuensi saja dari kevakuman hukum. Sebab tidak ada hukum yang nyata-nyata mengaturnya,” tegas Margarito.

Menurut Margarito, kalau saja DPR mendesak pemerintah membuat kebijakan baik Perpres atau Permenkes/keputusan Menkes yang menyatakan, anggota DPR melakukan karantina mandiri di rumah atau tempat yang ditentukan, jika dilihat dari ilmu hukum atau konstitusi, maka hal itu masuk akal.*

KEYWORD :

Pakar hukum presiden Hillary Brigitta karantina mandiiri




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :