Senin, 29/04/2024 07:12 WIB

Pengesahan RUU Pertembakauan Terkendala Intervensi Asing

Kuatnya intervensi asing dan kegandrungan Indonesia meratifikasi aturan internasional terkait perdagangan komoditas yang merugikan petani tembakau, membuat Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan sulit untuk disahkan menjadi undang-undang tersendiri.

Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pertembakauan DPR Firman Soebagyo, dalam diskusi Forum Legislasi ‘Menakar Urgensi RUU Pertembakauan’ di Media Center Parlemen, Senayan, Selasa (28/9). (Foto: Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Kuatnya intervensi asing dan kegandrungan Indonesia meratifikasi aturan internasional terkait perdagangan komoditas yang merugikan petani tembakau, membuat Rancangan Undang-undang (RUU) Pertembakauan sulit untuk disahkan menjadi undang-undang tersendiri.

Demikian dikatakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Pertembakauan DPR Firman Soebagyo, dalam diskusi Forum Legislasi ‘Menakar Urgensi RUU Pertembakauan’ di Media Center Parlemen, Senayan, Selasa (28/9).

Menurutnya, intervensi asing itu terlihat dari kuatnya lobi-lobi negara produsen rokok putih yakni oleh kelompok Bloomberg untuk menekan Indonesia dengan dalih tembakau merusak kesehatan publik.

"Saya melihat kasat mata, di Kudus itu ada yang sudah cerita sama saya, pak ini tembakau sintetis yang akan kita produksi nanti, untuk menggantikan ini nanti (tembakau asli). Kemudian muncul lagi rokok yang pakai Liquid itu, itukan industri farmasi semua. Inilah persaingan dagang sudah sedemikian rupa dan menggunakan instrumen-instrumen media tertentu, kemudian menggunakan instrumen berdalih penelitian dan dibiayai cukup besar oleh Bloomberg maka tembakau terus menerus dihajar," ungkap Firman.

“Namun kita antisipasi. Apalagi Cina sudah berhasil menanam tembakau yang bibitnya dari Temanggung Jawa Timur. Sementara di Indonesia sendiri penanaman tembakau sifatnya musiman, sehingga pembatasan menjadi dilematis," lanjut politikus Golkar ini.

Dia juga mengatakan untuk mempertahankan kesejahteraan petani, Indonesia juga tidak perlu meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang diusulkan Amerika Serikat. Anehnya, katanya, Amerika Serikat sendiri tidak mau tanda tangan tapi memaksa Indonesia untuk menandatanganinya.

“Apakah ada di dunia calon presiden manapun yang berani mengkampanyekan melarang rakyatnya merokok. Karena bisnis tembakau ini banyak kepentingan multinasional,” ujarnya mempertanyakan.

Bahkan dalam kaitan itu kata Firman di DPR periode sebelumnya, Firman sejumlah anggota Dewan lainnya pernah disponsori ke Inggris. Sesampai disana mereka ternyata punya konsep minta menandatangani regulasi seolah olah Indonesia setuju dengan konsep mereka.

“Saya tidak mau menandatangani skenario yang dibuat internasional. Saya tidak mau,” jelasnya.

Dalam diskusi itu Firman tampak geram dengan gencarnya pihak luar negeri ingin menghabisi tembakau Indonesia dengan dalih dari WHO.

"Padahal, Indonesia adalah negara berdaulat yang tidak harus selalu mengikuti keinginan Badan Kesehatan Dunia (WHO). Karena itu, kita harus berjuang menggolkan RUU ini karena penting bagi bangsa dan negara," ujarnya.

Firman lebih jauh mengatakan hal paling mendasar adalah perlu kehadiran negara dalam bentuk regulasi karena jelas bahwa industri rokok mau tidak mau, suka tidak suka memberikan kontribusi yang besar bagi negara, baik dari cukai rokok untuk mensubsidi BPJS Kesehatan dan kegiatan lain.

“Pemerintah jangan dulu meratifikasi FCTC, karena akan berpengaruh pada kehidupan petani tembakau,” tandasnya.

KEYWORD :

Warta DPR Firman Soebagyo RUU Pertembakauan Golkar FCTC




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :