Jum'at, 26/04/2024 19:49 WIB

10 Provinsi Komit Dukung Perencanaan Kawasan Transmigrasi

Dukungan ini diketahui berdasarkan Berita Acara Temu Teknis Advokasi Kawasan Transmigrasi Wilayah Barat beberapa waktu lalu di Padang

Ilustrasi daerah transmigrasi (Foto: Republika)

Jakarta - Sedikitnya 23 Kabupaten yang tersebar di 10 provini telah berkomitmen untuk turut mendukung Kementerian Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) dalam perencanaan kawasan transmigrasi.

Dukungan ini diketahui berdasarkan Berita Acara Temu Teknis Advokasi Kawasan Transmigrasi Wilayah Barat beberapa waktu lalu di Padang, Sumatera Barat. Kesepuluh provinsi tersebut yakni Provinsi Aceh (Kabupaten Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Timur, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Aceh Tamiang, Aceh Utara, Bener Meriah, Nagan Raya, Pidie, Pidie Jaya), Bangka Belitung (Kabupaten Bangka Barat), Sumatera Barat (Kabupaten Dharmasraya), Sumatera Selatan (Ogan KOmering Ilir, Musi Banyuasin), Bengkulu (Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu Selatan), Kalimantan Barat (Kabupaten Ketapang, Kubu Raya), Kalimantan Tengah (Kabupaten Gunung Mas, Barito Timur dan Lamandau), Kalimantan Selatan (Tanah Bumbu).

Plt Dirjen PKP2Trans R. Hari Pramudiono menyampaikan bahwa UU dan PP ketransmigrasian telah secara nyata memberikan gambaran tahapan pelaksanaan kegiatan transmigrasi secara sistematis. Mulai dari proses identifikasi potensi, pencadangan tanah, perencanaan dan penetapan kawasan, pembangunan dan pengembangan kawasan serta kerjasama antar Pemerintah Daerah Asal dan Daerah Tujuan.

Menurut Hari, masih ada tahapan-tahapan yang tidak mengikutsertakan masyarakat seperti kegiatan penyusunan dan penetapan Rencana Kawasan Transmigrasi (RKT) sehingga pada pembangunan kawasan transmigrasi masyarakat banyak yang keberatan karena ada hak-hak yang bersangkutan tidak dipenuhi.

"Pelibatan masyarakat mutlak dilakukan, baik dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan. Jika sejak awal masyarakat sudah terlibat, maka mereka akan memahami dan bahkan akan membantu ketika dalam pelaksanaan dijumpai adanya hambatan," katanya.

Untuk itu, tambah Hari, paling tidak ada dua kegiatan advokasi yang harus dilaksanakan. Pertama, sebelum penyusunan RKT untuk membangun kesepakatan tentang dibangun atau tidaknya kawasan transmigrasi. Pada kegiatan advokasi tahap pertama ini dilaksanakan setelah dilakukan identifikasi potensi, dan jika disepakati dilanjutkan dengan kegiatan pencadangan tanah sebagai dasar penyusunan RKT.

Kedua, setelah RKT ditindak-lanjuti dengan penyusunan rencana perwujudan kawasan transmigrasi. Kegiatan advokasi kedua ini merupakan konfirmasi ulang untuk membangun kesepakatan tentang tindak lanjut pembangunan dan pengembangan kawasan transmigrasi.

"Pada kegiatan advokasi kedua ini, masyarakat perlu diajak bicara tentang rencana investasi, asal transmigran yang akan dihadirkan melalui kerjasama antar daerah, dan penyusunan rencana detail pembangunan serta langkah-langkah untuk mewujudkan kawasan transmigrasi menjadi satu kesatuan sistem pengembangan," katanya.

Satu hal yang harus dipahami bersama adalah bahwa ketika RKT ditetapkan menjadi kawasan transmigrasi, dukungan anggaran pembangunan dan pengembangannya bukan hanya dari APBN Kemendes, PDT, dan Transmigrasi, tetapi dapat bersumber dari APBN Kementerian/Lembaga lain, Pemerintah Daerah, dan masyarakat, terutama kalangan dunia usaha. Oleh karena itu menurut Hari, semua pihak harus kreatif dan inovatif mengadvokasi semua pemangku kepentingan (stakeholders) untuk mengintegrasikan dengan program-program Kementerian/Lembaga lain, program pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, serta mengikutsertakan dunia usaha sebagai mitra pembangunan.

KEYWORD :

Info Kemendes Transmigrasi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :