Senin, 29/04/2024 20:49 WIB

Kemelut Agraria di Tangerang, Pengamat : Diduga Ada Kongkalikong BPN & Mafia Tanah

Pengamat menduga konflik agraria di Pesisir Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang, Banten ada kongkalikong Mafia Tanah.
 

Aksi masyarakat terkait sengketa tanah. (Foto: Jurnas/Ist).

Tangerang, Jurnas.com- Konflik agraria di Pesisir Utara (Pantura) Kabupaten Tangerang, Banten makin meluas. Kabarnya ratusan hektare lahan telah terbit Nomor Identifikasi Bidang (NIB) Tanah atas nama perorangan. Itu terlihat di laman resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, https://www.bhumi.atr.bpn.go.id.

Ada Lahan seluas kurang lebih 900 hektar yang tersebar di sejumlah Kecamatan di Kabupaten Tangerang ini terdaftar diklaim hanya dengan 3 orang saja.  Meluasnya konflik agraria ini pun disoroti sejumlah pihak, salah satunya dari Pengamat Kebijakan Publik Adib Miftahul.  Menurutnya, Pemerintah Pusat harus turun tangan untuk menyelesaikan konflik tersebut agar tidak terjadi gejolak yang nantinya merugikan masyarakat.

"Sebab 900 hektare (lahan) diduga dirampas (oleh) mafia tanah. Karena 900 hektare itu dikuasai oleh 3 orang yang diduga mafia tanah. Data yang saya terima itu nggak jauh dari Ghozali, Vreddy dan Hendry," ucap Adib, dalam siaran tertulisnya yang diterima jurnas.com, Minggu (8/8/2021).

Padahal, lanjutnya, Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian sudah cukup jelas.

Dimana, dalam Pasal 3 Ayat 3 dijelaskan bahwa pembatasan kepemilikan tanah Pertanian untuk perorangan sebagaimana pada ayat (2) huruf a dengan ketentuan, tidak padat paling luas 20 hektar.

"Makanya perlu saya katakan kenapa di Kabupaten Tangerang dengan 3 orang itu bisa mempunyai atau membeli tanah sebanyak itu, memang tidak tahu itu melanggar peraturan?" ujarnya.

Adib pun menduga adanya keterlibatan oknum atau kongkalikong antara pihak internal dalam hal ini BPN Kabupaten Tangerang dan pihak eksternal atau pemohon NIB.

"Itu dikerjakan dalam waktu yang bersamaan tidak lebih dari sekitaran 2 bulan, notarisnya 1 (pengurusan NIB). Karena bagaimanapun mafia tanah tanpa orang dalam tidak akan bisa mengambil tanah sebanyak itu," jelas Adib.

"Benahi dulu BPN. Percuma kita mengadili mafia tanah tanpa keterlibatan aktor intelektual, tanpa ada oknum di BPN itu. Karena nanti akan muncul lagi dan tidak akan pernah selesai," sambungnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar menyampaikan hal serupa. Menurutnya negara harus turun tangan untuk mengatasi kasus mafia tanah seperti yang terjadi di Tangerang. Sebab, ada dugaan melibatkan persekutuan pemodal besar dan organisasi preman.

"Negara wajib memberi perhatian khusus karena terhadap kelompok mafia tanah seperti ini, hukum seolah tumpul," kata Haris, beberapa waktu lalu.

Haris mengaku menemukan banyak kejanggalan atas dugaan kasus penyerobotan lahan di Tangerang itu. Contohnya, NIB dan atau SHM atas nama Vreddy dan Hendri, diterbitkan dengan total luasan bidang tanah masing-masing sebesar 500 dan 200 haektare. Padahal, Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2016 tentang Pengendalian Penguasaan Tanah Pertanian, telah membatasi luasan kepemilikan tanah pertanian hanya sebesar 20 hektar. Haris pun mengungkap sejumlah kasus perampasan tanah bersertifikat di Kabupaten Tangerang yang terindikasi bekerjasama dengan organisasi preman

"Ketika masyarakat ke lapangan mempertanyakan persoalan ini, sejumlah preman mengintimidasi," tandasnya.

KEYWORD :

Mafia Tanah Agraria Tangerang Kebijakan Publik




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :