Rabu, 08/05/2024 08:15 WIB

Lindungi Anak dari Bahaya Rokok, Lentera Anak Dukung Revisi PP 109/2012

di masa pandemi Covid-19 anak-anak menjadi kaum yang paling rentan karena berpotensi menjadi perokok pasif akibat terpapar asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah.

Tren pengeluaran rumah tangga termiskin di Indonesia lebih mengutamakan rokok daripada kebutuhan pokok lain (Foto: Thinkstock)

Jakarta, Jurnas.com – Lentera Anak mengapresiasi komitmen Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin yang saat ini sedang memproses revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 (PP 109/2012) tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan bersama jajaran lintas sektor terkait.

Menkes Budi Sadikin menegaskan bahwa revisi PP 109/2012 ini dimaksudkan untuk memperluas peringatan kesehatan gambar/PHW menjadi 90%, melarang penjualan rokok batangan, melakukan pengaturan untuk rokok elektronik dan melarang iklan rokok di media teknologi informasi dan luar ruang. Menkes juga mengajak semua pihak memperkuat komitmen dalam pengendalian konsumsi rokok demi penurunan prevalensi perokok anak.

Menkes menyatakan sangat prihatin terhadap terus meningkatnya prevalensi perokok anak di Indonesia. Mengutip data Riset Kesehatan Dasar 2018, bahwa prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun naik mencapai 9,1% pada 2018 dari sebelumnya sebesar 7,2% pada 2013. Menurut Menkes, kenaikan ini terjadi akibat masifnya paparan iklan promosi dan sponsor rokok pada anak di Indonesia.

Bahkan Menkes merisaukan jumlah perokok muda yang semakin meningkat di masa pandemi. Ia mengutip hasil survei di 25 provinsi, bahwa perokok aktif anak usia 15 sampai 24 tahun mencapai 35%. Jumlah perokok usia muda ini lebih besar dibandingkan jumlah perokok aktif usia 25-34 tahun yang sebesar 24%, usia 35-44 tahun sebesar 21%, dan sebanyak 20% pada usia di atas 45 tahun.

Hal ini disampaikan Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam webinar bertajuk “Bersama Akhiri Epidemi Rokok dan Pandemi Covid 19 di Indonesia, yang diadakan Asosiasi Dinas Kesehatan (Adinkes), hari ini (16/03/2021), di Jakarta, melalui zoom meeting, dan diikuti lebih dari 500 peserta.

Lentera Anak sangat mengapresiasi komitmen Menkes Budi Gunadi Sadikin dan sangat mendukung upaya-upaya Pemerintah untuk melindungi anak dari dampak rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak di Indonesia.

Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, mengatakan di masa pandemi Covid-19 anak-anak menjadi kaum yang paling rentan karena berpotensi menjadi perokok pasif akibat terpapar asap rokok dari orang tua dan orang dewasa lainnya yang merokok di rumah.

Selain itu, katanya, dampak serius lainnya adalah anak-anak yang di masa pandemi Covid-19 banyak melakukan aktivitas belajar dari rumah, berpotensi terpapar iklan dan promosi rokok yang massif di media sosial.

Kondisi anak yang rentan tersebut mirisnya berhadapan dengan regulasi yang sangat lemah dalam melindungi anak. Masyarakat sipil menilai PP 109/2012 telah terbukti gagal melindungi anak dari rokok dan menurunkan prevalensi perokok anak, karena iklan, promosi dan sponsor rokok masih dibolehkan dan sangat marak, serta akses rokok sangat mudah karena murah dan dapat dibeli dimana-mana.

Sehingga, Lisda sangat mendukung komitmen Menkes untuk terus melanjutkan revisi PP 109/2012 untuk melindungi anak Indonesia dari adiksi rokok dan mencapai target penurunan prevalensi perokok anak seperti yang diamanahkan RPJMN 2020-2024. Walaupun faktanya, hingga saat ini proses revisi PP 109/2012 yang seharusnya dilakukan pada 2018 lalu atau sesuai Keppres No. 9/2018 terkesan sangat lambat.

Lentera Anak menilai kondisi pandemi Covid-19 saat ini merupakan momentum tepat bagi Pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi PP109/2012 agar Indonesia memiliki regulasi yang lebih kuat dan tegas untuk melindungi anak dari ancaman bahaya rokok dan dari industry rokok yang sangat agresif memasarkan rokok kepada anak.

Karena di masa pandemi anak-anak tidak hanya berpotensi terpapar asap rokok di rumah, tetapi juga berpeluang menjadi perokok di luar rumah. Sebab konsekuensi dari tidak adanya kegiatan sekolah tatap muka, maka anak-anak yang tidak memiliki fasilitas internet di rumah cenderung menggunakan warung internet/warnet sebagai tempat belajar daring. Padahal di warnet tersebut mereka tidak hanya berpotensi terpapar asap rokok tapi justru bisa merokok dengan leluasa karena tidak adanya pengawasan guru dan orang tua.

Bahkan, menurut survei terkait perilaku anak di masa pandemi Covid-19 yang dilakukan Yayasan Alit bekerja sama dengan Koalisi Stop Child Abuse, ditemukan sedikitnya 500 anak menjadi perokok aktif selama pandemi Covid-19 di warung kopi, dimana anak-anak tersebut justru mengikuti kegiatan belajar daring dari warung kopi untuk mendapatkan akses wifi. Temuan ini adalah hasil survei yang dilakukan di lima daerah, yakni Surabaya, Sidoarjo, Malang Raya, Jember-Banyuwangi, dan Yogyakarta.

Lisda menegaskan bahwa masyarakat sipil siap untuk mendukung kebijakan dan implementasi kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia, dan berharap Menkes dapat menjadi leader pengendalian tembakau dan aktif mendorong upaya-upaya optimal agar anak sebagai kelompok rentan tetap mendapatkan perlindungan selama Pandemi Covid-19.

“Sebab anak-anak dan remaja saat ini adalah calon pemimpin bangsa di masa depan. Mereka pula yang akan menikmati bonus demografi di saat Indonesia diprediksi mengalami bonus demografi pada 2030. Jika tidak ada upaya serius, maka menurut proyeksi Bappenas 2018, pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91%,” tutur Lisda.

KEYWORD :

Bahaya Rokok Lentera Anak Pandemi Covid-19




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :