Minggu, 12/05/2024 10:32 WIB

Himpsi Ajak Semua Pihak Kawal RUU Praktik Psikologi

Ketua Himpsi, Seger Handoyo mengatakan belum adanya Undang-undang Praktik Psikologi memicu penyalahgunaan (misuse dan mistreat), yakni orang-orang tanpa kompetensi dan kualifikasi melakoni pekerjaan-pekerjaan psikologi.

Ketua HIMPSI Seger Handoyo (Foto: Muti/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) mengajak seluruh pihak mengawal Rancangan Undang-undang (RUU) Praktik Psikologi, yang saat ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 dan 2021.

Ketua Himpsi, Seger Handoyo mengatakan belum adanya Undang-undang Praktik Psikologi memicu penyalahgunaan (misuse dan mistreat), yakni orang-orang tanpa kompetensi dan kualifikasi melakoni pekerjaan-pekerjaan psikologi.

Karena itu, praktik psikologi menurut Seger perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan, guna memberikan kepastian dan perlindungan hukum terhadap tenaga psikologi.

"Kami membutuhkan masukan dari seluruh pihak agar RUU ini makin bisa disempurnakan. Memang tidak ada undang-undang yang bisa memuaskan semua pihak, tapi kita berharap yang terbaiklah yang bisa lahir, dan itu semua akan memberikan perlindungan kepada masyarakat dan praktik psikologi," kata Seger kepada awak media pada Jumat (12/3) dalam sarasehan virtual.

Sebelum RUU Praktik Psikologi, lanjut Seger, sebenarnya sudah ada sejulah undang-undang yang menyebutkan soal praktik psikologi, di antaranya UU Sistem Peradilan Anak, UU Perlindungan Saksi dan Korban, UU Aparatur Sipil Negara, dan UU Tenaga Kesehatan.

"Namun kita belum memiliki undang-undang profesi psikologi, sehingga apa yang disampaikan oleh undang-undang yang sudah ada pelaksanaannya belum sepenuhnya optimal," sambung Seger.

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Aris Junaedi menyatakan komitmen pemerintah mendukung RUU Praktik Psikologi.

Hingga saat ini, kata Aris, Kemdikbud telah menyerahkan tanggapan dan usulan terhadap naskah RUU Psikologi dengan harapan dapat dibahas dan ditetapkan oleh DPR tahun ini.

"Intinya, agar tidak terjadi disharmoni dengan undang-undang yang ada, maka RUU Praktik Psikologi ini harus harmoni dengan Undang-undang Pendidikan Tinggi di bidang pendidikan, dan Undang-undang Tenaga Kesehatan di bidang kesehatan," ujar Aris.

Anggota Komisi X DPR RI, Desy Ratnasari menyebut RUU Profesi Psikologi awalnya diusulkan pada 2019 silam kepada Badan Legislasi DPR RI. Dan baru pada 5 Oktober 2020 RUU tersebut dimasukkan ke dalam Prolegnas, dan berganti nama menjadi RUU Praktik Psikologi.

"Pembahasannya krusial sekali, karena membutuhkan komitmen sinergitas dan kerja sama dari pemangku kebijakan untuk bisa menghasilkan produk legislasi yang komprehensif, yang bisa memberikan perlindungan hukum bagi tenaga psikologi dan pengguna layanan praktik psikologi," kata Desy dalam kesempatan yang sama.

Keberadaan RUU Praktik Psikologi ini menurut Desy sangat penting. Selain memberikan perlindungan hukum bagi tenaga psikologi, juga untuk disosialisasikan kepada masyarakat bahwa layanan psikologi tidak terbatas pada konteks gangguan mental.

"Dengan RUU Psikologi ini bisa melengkapi UU yang sudah ada, bisa mempermudah kompetensi psikolog kita," papar Desy.

Ketua Asosiasi Penyelenggara Pendidikan Tinggi Psikologi Indonesia (AP2TPI) Suryanto mendorong semua pihak, khususnya penyelenggara Pendidikan tinggi Psikologi, mempunyai bersinergi dan mengembangkan sikap positif untuk mempersiapkan diri menyambut kehadiran UU Praktik Psikologi.

 
KEYWORD :

RUU Praktik Psikologi Himpsi DPR RI Seger Handoyo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :