Minggu, 28/04/2024 02:21 WIB

Program Bappenas Bangun Papua Berseberangan dengan Hak Masyarakat Adat!

Langkah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan Strategi Percepatan Pembangunan di Papua, yang disebut dengan Strategi Quick Wins di 7 wilayah adat Papua dikritik anggota DPD RI, FIlep Wamafma.

Anggota DPD RI dari Papua Barat, Filep Wamafma

Jakarta, Jurnas.com - Langkah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional menyampaikan Strategi Percepatan Pembangunan di Papua, yang disebut dengan Strategi Quick Wins di 7 wilayah adat Papua dikritik anggota DPD RI, FIlep Wamafma.

Menurut dia, meski baik, program tersebut tak bisa dinamai program yang berbasis wilayah adat. 

“Kalau bangun sentra Pala di Fakfak, dari dulu memang disana produksi Pala, bahkan sejak zaman Belanda. Struktur tanah di Fakfak memang cocok untuk Pala. Jadi tidak ada kaitannya dengan wilayah adat. Membangun wilayah adat itu identik dengan pengakuan, penghormatan terhadap hak-hak masyarakat adat. Inilah yang harusnya menjadi dasar grand design pembangunan wilayah adat oleh Bappenas.” Kata anggota DPD RI dari Papua ini dalam keterangan resminya, Senin (15/2).

Dia menjelaskan, apabila pemerintah mau membangun pertanian, perikanan, perkebunan dan lainnya maka pemerintah bisa melakukan riset keterpaduan antara pembangunan industri modern dan konsep kearifan lokal di wilayah adat. Maka itu yang bisa disebut pembangunan berbasis wilayah adat.

“Supaya program ini dapat terlaksana, maka Bappenas dapat bekerjasama dengan Dewan Adat Papua, dan Perguruan Tinggi di Papua,” jelasnya. 

Filep menegaskan, tipologi pembangunan di Papua yang harus diperhatikan adalah adat, agama, dan pemerintahan. Inilah stake holder utama perancang kebijakan pembangunan di daerah berbasis wilayah adat, kata Filep.

Filep yang juga berprofesi sebagai dosen memandang, pemerintah harus memahami bahwa penataan wilayah adat tidak bisa dipandang hanya dari satu aspek ekonomi saja. 

“Masyarakat adat memandang bahwa yang disebut dengan wilayah adat adalah keseluruhan hak yang dimiliki oleh masyarakat adat pada wilayah tersebut,” terangnya. 

Keseluruhan hak masyarakat adat tersebut telah dimiliki secara turun temurun sebagai suatu warisan dan hak-hak masyarakat adat telah diakui sebagai hukum bagi masyarakat adat tersebut. 

Filep menekankan, kebijakan pengembangan ekonomi yang dilakukan Bappenas tidak sesuai dengan pemaknaan wilayah adat yang sebenarnya.  

Seharusnya, masih kata dia, pembangunan melalui pendekatan wilayah adat sejatinya identik dengan 3 (tiga) hal mendasar yaitu masyarakat adat beserta hak-haknya, hukum adat yang mendasari keberlangsungan hidupnya, dan nilai sosiologis masyarakat adat. 

Karena itu, dalam pembangunan, Filep menyarankan agar program pemerintah memfokuskan diri pada pengakuan hak-hak masyarakat adat terlebih dahulu. 

Apapun tipikal pembangunan yang dilakukan, jika tidak menghormati dan mengembalikan hak-hak masyarakat adat yang selama ini pernah dirampas, maka pembangunan bisa kontra produktif, tandasnya. 

“Bila perkebunan yang digencarkan, atau perikanan yang dimajukan, maka bagaimana dengan hak-hak independen masyarakat adat atas semua itu? Nanti wilayah adatnya jadi milik negara atau bagaimana? Bagaimana dengan status wilayah adat? Belum lagi bila diberlakukan UU Cipta Kerja yang bisa saja mengkudeta hak-hak masyarakat adat, misalnya terkait perizinan dan investasi bagi kepentingan nasional,” tanya Filep.

Dalam kaitan dengan hukum adat, ia mempertanyakan bagaimana pola pembangunan dalam Quick Wins itu mampu menjaga eksistensi hukum adat itu sendiri. Hukum adat Papua, seringkali memberikan batasan-batasan tertentu mengenai pengelolaan tanah dan hutan Papua. 

“Nah, bagaimana hal ini bisa diakomodasi bila Pemerintah secara langsung memetakan fokus pembangunan yang akan dilakukan? Ruang ekonomi tentu dimajukan, namun di atas itu, hukum adat tidak boleh dikesampingkan, karena hal itulah yang menjadi roh hidup dalam komunitas masyarakat adat Papua,” demikian Filep yang Sekretaris Dewan Adat Byak kabupaten Manokwari ini.  

Sebagaimana diketahui, dalam kaitan dengan nilai sosiologis masyarakat adat, masyarakat adat Papua hidup dalam komunitas adat yang menghubungkan setiap pribadi masyarakat adat sebagai satu keluarga besar. 

Dalam satu ikatan sosiologis keluarga besar, maka bentuk pembangunan yang dilakukan, diharapkan tidak mencerai-beraikan entitas keluarga itu. Karena itu, pengakuan terhadap hak-hak dasar dan martabat masyarakat adat itulah yang harus diutamakan. 

KEYWORD :

Warta DPD Papua Bappenas Filep Wamafma Pembangunan Masyarakat Adat




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :