Minggu, 12/05/2024 10:21 WIB

Ebola Muncul Kembali di Afrika Barat, Guinea Laporkan Kasus Pertama

Korban dimakamkan pada 1 Februari dan beberapa orang yang mengikuti pemakaman ini mulai mengalami gejala diare, muntah-muntah, pendarahan dan demam beberapa hari kemudian

Seorang ibu dari seorang anak, yang diduga meninggal dunia karena Ebola, menangis di dekat peti matinya di Beni, Provinsi DRC Kivu Utara (Foto: Goran Tomasevic/Reuters)

Conkry, Jurnas.com - Afrika Barat menghadapi kebangkitan Ebola pertama yang diketahui sejak berakhirnya 2016. Baru-baru ini Guinea melaporkan kasus baru dari virus tersebut.

Terlepas dari pandemi COVID-19 yang merambah sumber kesehatan di seluruh dunia, Guinea dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, lebih siap menghadapi Ebola sekarang daripada lima tahun lalu karena kemajuan yang baik dalam vaksin.

WHO mengatakan akan mempercepat bantuan ke Guinea dan berusaha memastikan menerima suntikan yang memadai, sementara negara tetangga Liberia bersiaga tinggi sebagai tindakan pencegahan.

"Pagi-pagi sekali, laboratorium Conakry memastikan adanya virus Ebola," kata kepala kesehatan Guinea Sakoba Keita setelah pertemuan darurat di ibu kota.

Menteri Kesehatan Guinea, Remy Lamah sebelumnya berbicara tentang empat kematian dan tidak segera jelas mengapa jumlah korban baru lebih rendah.

Kasus-kasus tersebut menandai kebangkitan Ebola pertama yang diketahui di Afrika Barat sejak epidemi 2013-2016 yang menewaskan lebih dari 11.300 orang, yang paling parah melibatkan virus yang tercatat.

Epidemi itu juga dimulai di Guinea di wilayah tenggara yang sama tempat kasus baru ditemukan. Virus, yang diyakini berada di kelelawar, pertama kali diidentifikasi pada tahun 1976 di Zaire, sekarang Republik Demokratik Kongo.

Kepala Badan Nasional Keamanan Kesehatan Guinea, Keita mengatakan satu orang telah meninggal pada akhir Januari di Gouecke, Guinea tenggara, dekat perbatasan Liberia.

"Korban dimakamkan pada 1 Februari dan beberapa orang yang mengikuti pemakaman ini mulai mengalami gejala diare, muntah-muntah, pendarahan dan demam beberapa hari kemudian," ujar Keita.

"Sampel yang diuji oleh laboratorium yang didirikan oleh Uni Eropa di Gueckedou, yang terletak di wilayah yang sama, mengungkapkan adanya virus Ebola di beberapa dari mereka pada hari Jumat," sambung dia.

Dia menambahkan bahwa Guinea sekarang berada dalam situasi epidemi Ebola. "Pasien telah diisolasi dan penyelidikan diperintahkan untuk menentukan desa asal dari semua yang mengambil bagian dalam pemakaman untuk melakukan pelacakan kontak," kata Keita.

Keita mengatakan, para ahli juga akan bekerja untuk menentukan asal muasal wabah, yang bisa jadi pasien yang sebelumnya sembuh yang penyakitnya kambuh atau ditularkan oleh hewan liar, khususnya kelelawar.

Perwakilan WHO Alfred George Ki-Zerbo dalam jumpa pers mengatakan akan segera mengerahkan aset penting untuk membantu Guinea. "WHO dalam kewaspadaan penuh dan berhubungan dengan produsen (vaksin) untuk memastikan dosis yang diperlukan tersedia secepat mungkin untuk membantu melawan," kata dia.

WHO telah mengamati setiap wabah Ebola baru sejak 2016 dengan sangat prihatin, memperlakukan yang terbaru di DR Kongo Afrika tengah sebagai keadaan darurat kesehatan internasional.

Di negara tetangga Guinea, Liberia, Presiden George Weah meminta otoritas kesehatan agar semakin waspada. "Kegiatan pengawasan dan pencegahan akan ditingkatkan, meskipun sejauh ini tidak ada kasus Ebola yang terdeteksi di Liberia," ujar dia.

DR Kongo telah menghadapi beberapa wabah penyakit, dan seminggu yang lalu mengumumkan kebangkitan tiga bulan setelah pihak berwenang mengumumkan akhir dari episode sebelumnya di negara itu.

Wabah Afrika Barat 2013-2016 mempercepat pengembangan vaksin melawan Ebola, dengan persediaan darurat global sebanyak 500.000 dosis yang direncanakan untuk menanggapi wabah di masa depan dengan cepat, kata aliansi vaksin Gavi pada Januari.

Guinea, Sierra Leone, dan Liberia menanggung beban epidemi sebelumnya.

Seperti banyak negara di Afrika Barat, Guinea memiliki sumber daya kesehatan yang terbatas. Itu juga telah mencatat sekitar 15.000 kasus COVID-19 dan 84 kematian.

"Saya sebagai manusia khawatir, tapi saya tetap tenang karena kami berhasil pertama kali wabah dan vaksinasi memungkinkan," kata Lamah.

KEYWORD :

wabah ebola afrika barat guinea pandemi covid-19




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :