Jum'at, 10/05/2024 04:43 WIB

Revisi UU BPK Dinilai Sarat Kepentingan

Kecurigaan itu juga muncul lantaran Ketua BPK Agung Firman Sampurna dan Wakil Ketua Agus Joko Pramono yang diduga menjadi inisiator revisi UU BPK sudah bertemu Baleg DPR. Kuat dugaan pertemuan itu untuk memasukkan agenda revisi UU BPK ke agenda Baleg DPR.

Ilustrasi BPK

Jakarta, Jurnas.com - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mencurigai rencana revisi Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab, agenda revisi UU ini dilakukan secara diam-diam.

“Saya melihat, agenda revisi UU BPK secara diam-diam ini lebih condong untuk mengamankan kepentingan elit semata, sementara kepentingan rakyat justru dipinggirkan,” kata Peneliti Formappi, Lucius Karus, di Jakarta, Jumat (20/11).

Kecurigaan itu juga muncul lantaran Ketua BPK Agung Firman Sampurna dan Wakil Ketua Agus Joko Pramono yang diduga menjadi inisiator revisi UU BPK sudah bertemu Baleg DPR. Kuat dugaan pertemuan itu untuk memasukkan agenda revisi UU BPK ke agenda Baleg DPR.

Menurut Lucius, ada empat poin yang diusulkan dalam revisi UU tersebut. Pertama, batas usia menjadi anggota BPK ditulis 70 tahun, periodeisasi 2 kali seperti tertuang dalam UU BPK dihilangkan, anggota BPK dipilih secara collective collegial, dan BPK boleh mengelola anggaran sendiri.

Usulan revisi UU BPK ini dianggap bakal semakin merusak citra DPR. Pasalnya, DPR akan dianggap konsisten dalam membentuk UU kontroversial yang justru menjadi biang kekacauan tata kelola pemerintahan.

Tak hanya itu, politik legislasi DPR akan dinilai sebagai kedok untuk merusak tata kelola serta menjauhkan legislasi dari kepentingan publik atau rakyat.

“Sudah beberapa UU disahkan DPR periode ini yang kehadirannya selalu disambut kontroversi. Kontroversi lebih karena RUU yang disahkan DPR dinilai tidak berpihak kepada kepentingan rakyat,” kata dia.

Lucius menentang keras revisi UU BPK tersebut. Alasannya, agenda revisi ini sangat kental dengan kepentingan sepihak saja.

Dia menilai DPR harus melakukan proses sejak awal dengan membuka ruang diskusi untuk melihat persoalan-persoalan terkait kelembagaan BPK. Persoalan-persoalan itu harus disepakati terlebih dahulu sebelum diputuskan.

“Dan karena sudah ada fenomena UU BPK mau direvisi atas inisiatif sepihak BPK dan dilakukan diam-diam, saya kira sudah harus ditolak sejak awal niat itu,” ucapnya

Dia menilai agenda revisi UU BPK ini hampir tidak bertujuan untuk membenahi BPK, tetapi justru mau merusak Lembaga auditor negara ini. “Ini (Revisi UU BPK), memang agenda pribadi. Itu yang lebih kelihatan. Dan karena pribadi maka kuncinya ada pada transaksi. Hanya transaksi yang bisa menjelaskan kepentingan pribadi ini bisa diterima oleh DPR dan Pemerintah,” katanya.

Karena revisi ini kental dengan agenda pribadi maka potensi usulan itu akan merusak BPK ke depannya menjadi sangat terbuka. “Kalau revisi ini disetujui, maka BPK bukan hanya akan menampung Jompo saja, tetapi sekaligus memperlihatkan ke depan BPK yang akan kian tumpul dan tidak independent,” pungkasnya.

KEYWORD :

UU BPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :